Setelah sukses dengan cerita sebelumnya : [FR] Sendirian Magelang-Ambarawa, 9-10 April 2011 maka ane mencoba membagi FR lain.


Kali ini akan membagikan perjalanan solo ane ke Dieng Plateu, foto diambil dengan pocket camera Canon Powershot A3100 IS tercinta.






Awal cerita dari tahun 2010 ane udah janjian sama temen ane sekantor untuk pergi ke Dieng (yang sangat terkenal itu), namun pas hari H eh dia lagi ada kerjaan urgent sedangkan ane udah udah siap-siap dengan perlengkapan backpack ane. Yup ane nggak pernah menyerah dan pantang bagi ane untuk tidak menyelesaikan apa yang sudah ane rencanakan.

Bab I : Berangkat dari Jakarta menuju Dieng
[11 Feb 2011]
Hari itu hari Jumat tanggal 11 Februari 2011, khasnya kota Jakarta dengan kemacetan pra-akhir pekan. Ane sih awalnya pengen naik kereta Progo dan turun di Purwokerto untuk oper bus kearah Wonosobo, namun entah apa yang menghinggapi ane sehingga ane milih naik bus. Tanpa tahu informasi apapun ane berangkat ke terminal Grogol dan eureka, ada bus ke Wonosobo. Ane naik bus terdekat yang berangkat : Bus Damri kelas ekonomi dengan tiket 65 Ribu. Ane berangkat dari Grogol jam 20.00 malam.

Awalnya merasa sedikit aneh, soalnya bus ini sepi banget. Namun ane baru ngerti ternyata bus ini harus ngambil penumpang disekitar Jelambar. Dan alhasil : bus penuh kayak kaleng sarden.

Prediksi salah seorang penumpang adalah sampai di Wonosobo jam 7 an pagi. Namun apa daya, Bus Damri yang ane tumpangi ternyata bermasalah dan ane nyampe di Wonosobo jam 10.00 pagi.
[12 Feb 2011]
Ane turun di perempatan dimana ada bus mikro ngetem. (minta kenek turunin disitu). Seinget ane ada wihara deket perempatan itu.

Dari perempatan itu ane naik bus 3/4 (disebut bus mikro) dengan ongkos 8 ribu dengan lama perjalanan 1.5 jam (nggak diitung ngetemnya lho ya). Ane nyampe di Dieng sekitar jam 12.00 kurang dikit.



Ane turun dari bus mikro di pertigaan yang dipojoknya terdapat Losmen Bu Jono yang tersohor (sampai Lonely Planet) . Ane check-in tanpa reservasi terlebih dahulu dan kebetulan ada kamar kosong. Tarif permalam : 50 Rb. Ane dilayani dengan baik oleh penjaga losmen bernama Mas Dwi. Nah Mas Dwi ini yang membantu ane untuk eksplorasi Dieng dengan menggambarkan peta supaya ane bisa jalan sendiri.

Dari peta yang dibuat oleh Mas Dwi, kurang lebihnya Dieng ini bisa dibagi jadi 2 bagian : Dieng I dan Dieng II. Ane akan coba upload petanya kalau bisa dapet tumpangan mesin scanner ya.

Bab II : Dieng I
Jam menunjukkan 13.00, dan ane seorang diri. Yup ane udah siapin betis buat trekking Dieng I, setelah makan sebentar ane ngelihat di losmen Bu Djono ada cewek bolak-balik Lonely Planet. Trus ane coba aja deketin dengan SKSD. ternyata cewek ini orang spanyol dan dia juga sendirian. Ya udah daripada sama-sama sendirian ane ajak trekking keliling Dieng I. Perjalanan dimulai dengan mengunjungi komplek Candi Arjuna. Didepan pintu masuk ane pas mau bayar tiket eh ternyata ane dianggap guide (buat cewek spanyol tadi) dan ane dibebaskan bayar tiket (asyik ).

Candi pertama yang dikunjungi : Candi Arjuna


Candi kedua yang dikunjungi : Candi Gatotkaca

Candi ketiga yang dikunjungi : Candi Bima


Setelah puas menyaksikan Candi Bima, ane jalan kaki sekitar 1 km menuju Kawah Sikidang. Dari kejauhan nampak kepulan asap kawah dan pembangkit listrik tenaga geotermal. Ane berjalan menuju kawah ini dan benar-benar terpesona oleh menganganya mulut perut bumi dalam bentuk kawah yang mirip panci air yang mendidih ini.



Sebelum melanjutkan perjalanan, ane sama cewek spanyol ini ngunjungi warung untuk menjajal makanan & minuman khas Dieng. Ane beli kentang goreng (kentang merupakan tanaman yang paling banyak ditanam di Dieng). dan mencoba mencicipi purwaceng. Purwaceng ini katanya untuk meningkatkan stamina . Harga gorengan : 5Rb. Harga purwaceng : 10 Rb. Cewek Spanyol itu akhirnya nyoba Carica (kayak pepaya tapi rada asem rasanya).



Setelah selesai berjalan mengunjungi peninggalan masa lalu dan Kawah Sikidang, kemudian ane menuju Dieng Plateu Theater (DPT). Tiket masuk DPT ini 3 Ribu untuk pemutaran film seluk-beluk Dieng Plateu. Dan menurut peta ada backdoor (alias jalan belakang) dibalik DPT untuk menuju Telaga Warna. Kalau ada backdoor kenapa nggak dicoba hayo? Ane menapaki jalan ini dengan sedikit hati-hati karena ada pohon yang tumbang.

Dari jalan ini terlihat keindahan Telaga Warna dari atas. Sungguh luar biasa.



Selain Telaga Warna ternyata masih ada 4 obyek lain : telaga Pengilon (dibelakang Telaga Warna), Goa Semar, Goa Sumur dan Goa Jaran.




Setelah selesai mengunjungi Telaga Warna, ane dan cewek Spanyol tadi kembali ke losmen karena waktu sudah menunjukkan pukul 16.00. Sesampai di losmen, ane mulai berpikir masa jam 16.00 udah berhenti. Ah iseng muter lagi, dan kali ini ane jalan kaki supaya nyasar dan cepet lapar. Setengah jam jalan kaki dan ane sampai di satu tempat yang nggak ditulis sama Mas Dwi : Gangsiran Aswatama. Hmm menarik sekali, didepan Gansiran ini ada tulisan bahwa tempat ini merupakan obyek wisata juga, namun kenapa nggak ada dipeta? Gangsiran ini merupakan lubang yang cukup dalam (kata masyarakat) dan berisi air (mirip sumur). Gangsiran ini jumlahnya belasan dan konon katanya mereka saling terhubung dibawah. Gangsiran ini menurut masyarakat dilekatkan dengan cerita Aswatama (tokoh pewayangan) karena gangsiran tersebut merupakan terowongan yang hendak digunakan untuk membunuh para Pandawa.


Selesai cerita Bab II untuk hari ini.