zizillAvatar border
TS
zizill
Keluh Kesah Kelas Menengah Ngehe!
Ada cerita menarik dari kedatangan band
legendaris Metallica ke Indonesia medio Juli-
Agustus tahun lalu. Setelah melompat
kegirangan (bahkan ada yang sujud syukur)
mendengar kabar ini, sebagian
besar metalhead Indonesia mulai
kebingungan. Harga tiket yang dirilis
promotor ternyata “agak” berada di luar
jangkauan, jika gak mau dibilang kemahalan.
Berbagai cara pun dilakukan fans Metallica
untuk memperoleh uang ekstra demi
membeli tiket konser. Lahirlah sebuah
gerakan unik di Twitter bertagar
#DemiMetallica, tujuannya menjadi forum
jual beli barang dan jasa antar fans yang lagi
butuh duit tambahan.
#DemiMetallica bisa dibilang cukup rame
untuk ukuran pasar tumpah internet. Ada
yang jual gitar, kaos band original, sepatu,
bahkan ada juga yang ngumumin diri siap
kerja lembur dan macam-macam lagi. Begitu
besar animo fans yang tergambar dalam
tagar dadakan tersebut.
Anehnya, banyak juga pengguna Twitter
yang merasa risih dengan semangat
menggelora penggila musik metal untuk
mencari uang. “Apaan sih #demimetallica
buat nonton konser aja sampe segitu amat ?”
atau “ Malu-maluin deh masak trending topic
Indonesia #demimetallica “, kira-kira begitu
yang mereka bilang.
Cuma buat beli tiket via www.twitter.com
Mereka mungkin lupa kalau setiap orang
punya nasib yang berbeda. Gak semua orang
mampu beli tiket festival jazz setahun sekali
seperti yang mereka lakukan. “Dasar kaum
kelas menengah!” balas para anak metal.
Dasar Kelas Menengah via www.twitter.com
Nah, sebenarnya siapa sih “kelas menengah”
yang dimaksud disini? Apa yang membuat
sekelompok masyarakat bisa dikategorikan
sebagai anggota kelas menengah? Secara
kasat mata, kelas menengah dapat
diidentifikasi dari hal-hal berikut ini:
1. Kepemilikan kendaraan pribadi
2. Kepemilikan smartphone
3. Kemampuan untuk makan di restoran
4. Pengeluaran yang mencapai Rp. 46.000 s/
d Rp. 230.000 per hari
( Liputan6.com , 16 April 2014)
Dahlan Iskan pernah berucap, “Masyarakat
kelas menengah memiliki ciri tidak mau
diajak menderita. Masyarakat kelas
menengah adalah hasil dari pembangunan…”
( Tempo.co , 3 Maret 2014) Mereka yang
termasuk kelas menengah duduk di dalam
zona yang nyaman, dengan kebutuhan dasar
yang selalu terpenuhi. Mereka biasanya
punya latar belakang pendidikan yang
menimbulkan rasa
hormat, memiliki penghasilan tetap, punya
tabungan pendidikan dan pensiun, bisa
liburan tiap tahun, dan mapan luar-dalam.
Sayangnya, rasa mapan ini bisa menjadi
bumerang bagi 74 juta warga Indonesia yang
termasuk dalam kelas menengah. Banyak
dari mereka, meskipun tentu nggak
semuanya, yang menjadi lebih tidak peka
terhadap perjuangan hidup orang lain di
sekitarnya. Banyak juga yang kemudian jadi
apatis soal politik dan kasus sosial dalam
masyarakat. Padahal, Kompas.com pernah menjabarkan potensi kelas menengah
Indonesia dalam kaitannya dengan dua hal
ini:



1. Walaupun Ngaku
Gak Peduli Dengan
Politik, Mereka Adalah
Target Utama Parpol


Mengetahui demografi sebuah negara sangat
penting bagi partai atau politikus. Dengan
jumlah mereka yang terus berkembang,
kelas menengah Indonesia menjadi sasaran
utama parpol untuk mendulang suara.
Karakteristik masyarakat kelas menengah
menjadi acuan kandidat (bupati/walikota,
gubernur, legislator hingga presiden) untuk
menyusun strategi kampanye yang akan
mereka lancarkan. Lucu banget kalau kamu
ngaku “Masa bodo sama politik, gak ada
pengaruhnya ke gue!” sementara eksistensi
kamulah yang mempengaruhi corak
perpolitikan di Indonesia.
Peduli atau nggak kamu sama pemerintah,
pemerintah sebenarnya selalu “peduli”
sama kamu yang jadi anggota kelas
menengah. Ini karena pertumbuhan kelas
menengah selalu menjadi tolak ukur
keberhasilan mereka dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakatnya. “Pemerintah
Indonesia berhasil menekan jumlah
kemiskinan”, mungkin kamu pernah
mendengar pemerintah kita melansir berita
semacam itu, “terbukti dengan meningkatnya
pertumbuhan masyarakat kelas menengah.”
Kamu boleh benci sama segala intrik yang
pasti ada dalam proses politik suatu negara.
Tapi penting buat peduli atau melek soal hal
yang secara langsung berpengaruh pada
hidupmu. Kalau bukan karena pemerintah,
siapa yang mengawasi pasar dan mengontrol
harga-harga beras, minyak, sampai pajak
barang elektronik yang kita beli? Siapa yang
bertanggung jawab bikin jalan raya dan
memperbaiki jembatan kota?




2. Kelas Menengah
Merupakan Segmentasi
Pasar Yang
Menggiurkan
Mengunjungi pameran elektronik adalah salah
satu kegiatan umum kelas menengah


Masyarakat kelas menengah Indonesia
tumbuh menjadi salah satu
konsumen paling pede di dunia. Artinya,
mereka sangat optimis bahwa masa depan
anak-anak mereka akan lebih baik dari
mereka, bahwa penghasilan mereka akan
selalu stabil, dan dalam konteks
konsumerisme, bahwa mereka bisa terus
membeli barang-barang penunjang gaya
hidup yang sedang trend di pasaran.
Kenyataannya, nggak semua dari kita bisa
terus merasa aman walaupun sudah menjadi
bagian dari kelas menengah. Patokan kelas
menengah Indonesia masih termasuk
“rendah”. Kalau dalam patokan ini seseorang
sudah termasuk kelas menengah, menurut
patokan ekonomi yang lain bisa jadi dia
masih termasuk kelas menengah-bawah.
Akibatnya, kalau terjadi krisis atau inflasi,
bagian kelas menengah yang ini bisa turun
kemampuan ekonominya menjadi kelas
bawah kembali.
Indonesia juga belum sepenuhnya lepas dari
ancaman jebakan kelas menengah atau
middle income trap . Jebakan kelas menengah
adalah situasi dimana ekonomi negara
menjadi stagnan alias jalan di tempat. Nggak
terpuruk, nggak berada dalam krisis, tapi
juga nggak pernah bisa jadi negara maju.
Brazil atau Malaysia adalah contoh klasik
negara-negara yang sulit lepas dari jebakan
ini.
Sebuah negara akan masuk dalam jebakan
ini ketika pertumbuhan ekonominya lebih
didasarkan pada eksploitasi sumber daya
alam, atau sumber daya manusia yang
murah tapi nggak berkualitas. Satu lagi
alasan untuk membenahkan
diri menjadi kelas menengah Indonesia yang
lebih baik, ‘kan?
Jangan Jadi Kelas
Menengah Ngehe
Kalau kamu sekarang sudah tahu ciri-ciri
kaum kelas menengah, apa kamu mengerti
apa itu kelas menengah ngehe?
Kelas menengah ngehe adalah mereka yang
malas buka suara dan menutup mata soal
keadaan orang lain karena sudah
dininabobokan kenyamanan yang
dilimpahkan status ekonomi mereka.
Misalnya, mereka yang nyinyirin tagar
#demiMetallica di awal artikel ini.
Contoh yang lain, mereka yang ninggalin
sampah sembarangan sepanjang jalan
kota setelah ikutan acara lari-lari:
Foto via @atre7 via twitter.com
Contoh lain lagi, mereka yang nyinyirin orang
yang peduli sama hal-hal yang menurut
mereka nggak penting atau berada di luar
jangkauan:


Fenomena kelas menengah ngehe bukan
salah kamu aja kok, bukan juga salah teman-
teman kamu. Ini salah kita semua karena
membiarkan budaya nggak peka
berkembang begitu aja di masyarakat kita.
Mulai sekarang, yuk coba lebih peka dengan
keadaan sekitar kita. Sadari kalau gak
semua orang seberuntung kamu, dan apa aja
hal-hal kecil yang bisa kita lakukan untuk
membuat hidup kita dan mereka sama-sama
nyaman.
Ucapkan terima kasih pada tukang parkir,
sopir, pembantu rumah tangga, atau mereka
yang pekerjaannya mengharuskan mereka
melayanimu. Gunakan smartphone kamu
untuk hal yang nggak kalah bermanfaat dari
Twitter atau Instagram: navigasi, peta,
kamus, atau mencari info yang lebih dalam
soal tempat-tempat yang kamu kunjungi.
Gunakan fasilitas kelas menengah yang
kamu punya buat memperbaiki diri. Ingat,
Indonesia butuh SDM yang lebih baik lagi
supaya gak masuk dalam jebakan kelas
menengah.
Luangkan lebih banyak waktu untuk
memahami kenapa banyak teman-teman
kamu peduli banget dengan isu-isu sosial-
ekonomi. Ingat, kamu sebagai kelas
menengah adalah penentu corak perpolitikan
Indonesia.
Dan satu lagi: jangan cuma bisa nyinyir kalau
lihat orang pontang-panting banting banting
tulang buat nyari duit — sekali pun itu cuma
untuk beli tiket konser
0
4.1K
14
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan