brokenarrowwAvatar border
TS
brokenarroww
Sejarah: 4-7 Juni 1942: Pertempuran Midway: Awal Kekalahan Jepang di Pasifik


Pertempuran Midway adalah pertempuran laut besar yang dianggap sebagai peristiwa paling penting dalam medan Perang Pasifik Perang Dunia II.Pertempuran terjadi antara 4 Juni dan 7 Juni 1942, sekitar sebulan sesudah Pertempuran Laut Koral dan enam bulan setelah Pengeboman Pearl Harbor. Angkatan Laut Amerika Serikat dengan telak meredam serangan Angkatan Laut Kekaisaran Jepang terhadap Atol Midway, dan mengakibatkan kerugian tidak ternilai dan merebut inisiatif strategis dari Angkatan Laut Jepang.
Serangan Jepang, seperti halnya serangan ke Pearl Harbor, dimaksudkan untuk melenyapkan Amerika Serikat sebagai kekuatan strategis di Pasifik, agar Jepang dapat bebas mendirikan Lingkungan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya. Pihak Jepang berharap kekalahan berikutnya akan mendemoralisasi Amerika Serikat hingga dapat dipaksa bernegosiasi mengakhiri Perang Pasifik dengan syarat-syarat yang menguntungkan Jepang.
Rencana Jepang disusun untuk memancing kapal induk Amerika Serikat yang jumlahnya hanya sedikit hingga masuk ke dalam jebakan.[8] Jepang juga bermaksud menduduki Atol Midway sebagai bagian dari rencana menyeluruh memperluas garis luar pertahanan mereka sebagai respons dari Serangan Udara Doolittle. Operasi ini dianggap sebagai persiapan serangan Jepang selanjutnya ke Fiji dan Samoa. Rencana ini cacat akibat kesalahan asumsi Jepang tentang reaksi Amerika Serikat dan pengambilan keputusan yang kurang baik.
Pemecah kode Amerika berhasil memecahkan sandi Jepang tentang tanggal dan lokasi serangan, dan memungkinkan Angkatan Laut Amerika Serikat menyusun rencana penyergapan tiba-tiba. Empat kapal induk dan sebuah kapal penjelajah berat Jepang tenggelam, sementara pihak Amerika Serikat kehilangan sebuah kapal induk dan sebuah kapal perusak. Kerugian besar berupa tenggelamnya empat kapal induk dan tewasnya penerbang dalam jumlah besar melemahkan kekuatan Angkatan Laut Kekaisaran Jepang.Jepang tidak mampu lagi menyaingi kecepatan Amerika Serikat dalam membangun kapal-kapal perang dan melatih penerbang baru.

Sebelumnya, Jepang dengan cepat berhasil mewujudkan semua sasaran awalnya dalam perang, termasuk pengambilalihan Filipina, invasi ke Malaya dan Singapura, mengamankan kawasan sumber daya penting di Pulau Jawa, Kalimantan, dan pulau-pulau lain di Hindia Belanda. Rencana pendahuluan untuk sasaran fase kedua dimulai pada awal Januari 1942. Namun, formulasi strategi yang efektif menjadi terhambat akibat perbedaan strategi antara Angkatan Darat Kekaisaran dan Angkatan Laut Kekaisaran, dan pertentangan internal antara GHQ dan Armada Gabungan Laksamana Isoroku Yamamoto. Strategi perang yang berikutnya baru dapat diselesaikan pada April 1942.Semuanya berkat kemenangan perjuangan birokratis Laksamana Yamamoto dapat meletakkan konsep operasional yang lebih banyak menekankan kepada operasi-operasi militer lanjutan di Pasifik Tengah dibandingkan rencana-rencana lain. Rencana Yamamoto termasuk operasi militer langsung maupun tidak langsung yang ditujukan ke Australia dan Samudra Hindia. Pada akhirnya, Yamamoto secara tidak langsung mengancam untuk mengundurkan diri bila dirinya tidak berhasil melaksanakan agenda-agenda yang disusunnya.
Keprihatinan Yamamoto yang paling utama adalah kapal-kapal induk Amerika yang masih tersisa, dan menurutnya harus dihancurkan karena merupakan penghalang utama bagi kesuksean kampanye militer secara menyeluruh. Keprihatinan ini jelas terbukti setelah terjadi Serangan Udara Doolittle terhadap Tokyo (18 April 1942) yang dilakukan pesawat-pesawat B-25 USAAF dari kapal induk USS Hornet. Walaupun secara militer dianggap tidak penting, serangan udara ini sempat mengejutkan orang Jepang secara psikologis dan menunjukkan kelemahan pertahanan udara di sekeliling pulau-pulau utama di Jepang.[13] Satu-satunya cara menihilkan ancaman ini adalah dengan menenggelamkan kapal induk Amerika Serikat dan merebut Midway, satu-satunya kepulauan strategis di Pasifik timur selain Hawaii. Yamamoto beralasan bahwa operasi militer terhadap pangkalan kapal induk utama di Pearl Harbor akan mengurangi kemampuan Amerika Serikat untuk berperang. Namun, mengingat begitu kuatnya supremasi udara Amerika yang berpangkalan di Hawaii, pangkalan Amerika diputuskannya untuk tidak diserang secara langsung.Sebagai gantinya, Yamamoto memilih Midway yang terletak di ujung barat laut rangkaian Kepulauan Hawaii, sekitar 1.300 mil (2,100 km) dari Oahu. Midway tidak begitu penting dalam rencana perang Jepang, namun pihak Jepang merasa Amerika Serikat akan menganggap Midway sebagai pos terdepan menuju Pearl Harbor yang dianggap penting, dan karena itu akan dipertahankan dengan kuat.Amerika Serikat memang menganggap Midway sebagai pos yang penting; setelah pertempuran usai, pendirian pangkalan kapal selam Amerika Serikat di Midway memungkinkan kapal selam yang berpangkalan di Pearl Harbor untuk mengisi bahan bakar serta perbekalan, dan memperpanjang radius operasi hingga 1.200 mil (1,900 km). Sebuah lapangan udara di Midway dipakai untuk melayani titik perhentian paling depan untuk serangan pesawat pengebom ke Kepulauan Wake.

Rencana Yamamoto


Atol Midway, beberapa bulan sebelum pertempuran. Dalam foto, sebelah depan adalah Pulau Timur (lapangan udara), di belakangnya agak ke barat adalah Pulau Sand lebih lebih besar.
Sama halnya dengan perencanaan perang angkatan laut Jepang selama Perang Dunia II, rencana pertempuran Yamamoto sangatlah rumit. Selain itu, rencana yang disusun Yamamoto didasarkan data intelijen yang optimis, dan memperhitungkan USS Enterprise dan USS Hornet (keduanya membentuk Gugus Tugas 16) sebagai kapal induk yang tersisa untuk Armada Pasifik Amerika Serikat waktu itu. Kapal induk USS Lexington sudah tenggelam, sementara USS Yorktown rusak berat (dan pihak Jepang percaya sudah tenggelam) di Pertempuran Laut Koral sebulan sebelumnya. Pihak Jepang juga tahu bahwa USS Saratoga sedang menjalani perbaikan di Pantai Barat setelah menderita kerusakan akibat tertembak torpedo dari sebuah kapal selam.
Meskipun demikian, hal yang paling penting adalah keyakinan Yamamoto bahwa Amerika Serikat sudah mengalami demoralisasi akibat kekalahan berturut-turut enam bulan sebelumnya. Yamamoto berpikir bahwa dirinya dapat memancing armada Amerika Serikat ke dalam situasi yang fatal.Ia membuat kapal-kapalnya saling berpencar (terutama kapal tempur yang dimilikinya) hingga sangat kecil kemungkinan kapal-kapalnya ditemukan kapal-kapal Amerika sebelum pertempuran berlangsung. Kapal-kapal tempur dan kapal penjelajah Yamamoto akan membuntuti kapal induk di bawah Laksamana Nagumo Chūichi dalam jarak beberapa ratus mil. Armada Jepang dimaksudkan untuk menghancurkan semua kapal dalam armada Amerika Serikat yang mendekat ke Midway, setelah mereka sudah cukup menjadi lemah akibat serangan kapal induk di bawah komando Nagumo, dan siap dihabisi dalam duel meriam di tengah hari,seperti halnya doktrin pertempuran yang umum dimiliki sebagian besar angkatan laut di dunia.
Tanpa sepengetahuan Yamamoto, Amerika Serikat telah memecahkan sandi angkatan laut Jepang (disebut JN-25 oleh Amerika Serikat). Penekanan Yamamoto pada formasi kapal yang saling terpencar juga berarti di antara formasi kapal tidak dapat saling membantu. Meskipun kapal induk diharapkan menjadi tulang punggung serangan dan harus mampu menahan serangan balasan Amerika, kapal-kapal perang yang jauh lebih besar dari kapal-kapal perusak yang melindungi armada Nagumo hanyalah dua kapal tempur dan tiga kapal penjelajah. Sebenarnya armada Yamamoto dan Kondo masih memiliki dua kapal induk ringan, lima kapal tempur, dan enam kapal penjelajah, namun tidak ada satu pun di antaranya yang dikirim ke Midway.Jauhnya jarak antara kapal-kapal pengawal dan kapal induk juga berdampak serius terhadap pertempuran. Kapal-kapal perang berukuran besar dalam armada Yamamoto dan Kondo membawa pesawat pengintai yang tidak bisa dipakai oleh Nagumo.

Persiapan pertempuran

Pembangunan kekuatan Amerika Serikat


USS Yorktown di Pearl Harbor, beberapa hari sebelum pertempuran berlangsung.
Dalam usaha menyiapkan diri melawan kekuatan musuh yang dapat mengerahkan empat hingga lima kapal induk sekaligus, Laksamana Chester W. Nimitz (Panglima Tertinggi, Kawasan Samudra Pasifik) membutuhkan semua kapal induk yang dimiliki Amerika Serikat. Ia telah menyiapkan gugus tugas dua kapal induk (Enterprise and Hornet) di bawah komando Laksamana Madya William Halsey. Namun Halsey menderita psoriasis dan digantikan oleh Laksamana Muda Raymond A. Spruance (komandan kapal pengawal Halsey).Nimitz juga secara tergesa-gesa memanggil kembali gugus tugas yang dipimpin Laksamana Muda Frank Jack Fletcher dari Kawasan Pasifik Barat Daya. Fletcher sampai di Pearl Harbor tepat waktu untuk mengisi perbekalan dan diberangkatkan kembali.
Kapal induk Yorktown sudah rusak parah akibat Pertempuran Laut Koral. Meskipun kapal ini menurut perkiraan butuh beberapa bulan untuk perbaikan di Galangan Kapal Angkatan Laut Selat Puget, lift-lift pesawat yang dimilikinya masih utuh dan sebagian besar dek pesawat dalam kondisi baik.Galangan Kapal Angkatan Laut Pearl Harbor bekerja nonstop, dan dalam 72 jam, Yorktown sudah kembali dalam keadaan siap tempur,dan dianggap cukup layak untuk dua hingga tiga minggu di laut, seperti yang dibutuhkan Nimitz.[28] Dek landas pacu ditambal, dan seluruh bagian rangka dalam dipotong dan diganti, serta beberapa skuadron baru dikerahkan dari Saratoga, namun mereka tidak memiliki waktu untuk berlatih.Nimitz mengabaikan prosedur yang sudah ada dalam usahanya mempersiapkan kapal induk ketiga sekaligus terakhir yang tersedia agar siap tempur. Bahkan setelah Yorktown diberangkatkan, pekerjaan perbaikan masih terus berlangsung. Perbaikan dilakukan oleh awak kapal reparasi USS Vestal (kapal ini juga rusak akibat Serangan Pearl Harbor enam bulan sebelumnya) yang ikut dibawa oleh Yorktown. Setelah tiga hari masuk dok kering di Pearl Harbor, Yorktown sudah kembali bertugas lagi.
Di Kepulauan Midway, USAAF menempatkan empat skuadron B-17 Flying Fortress bersama beberapa B-26 Marauder. Korps Marinir memiliki sembilan belas pesawat pengebom tukik SBD Dauntless, tujuh F4F-3 Wildcats, tujuh belas Vought SBU-3 Vindicators, dua puluh satu F2A-3 Brewster Buffalo, dan enam pesawat pengebom torpedo Grumman TBF-1 Avenger yang diambil dari Skuadron Torpedo 8 (VT-8) yang berpangkalan di USS Hornet.

Kelemahan Jepang


Akagi, foto bulan April 1942 sebelum pertempuran. Sebagai kapal bendera, kapal induk ini memimpin Pengeboman Pearl Harbor, Darwin, Rabaul, and Colombo.
Sementara itu, Zuikaku yang selesai bertugas di Pertempuran Laut Koral, sedang berada di Kure sambil menanti datangnya awak pesawat pengganti. Awak pesawat yang tidak dapat dikumpulkan dengan segera merupakan kegagalan program pelatihan awak Angkatan Laut Jepang yang sudah menunjukkan tanda-tanda tidak bisa mengganti awak yang tewas atau luka. Instruktur dari Korps Udara Yokosuka ikut dikerahkan untuk mengisi kekosongan.Shōkaku rusak berat akibat kejatuhan bom di Laut Koral dan perlu waktu berbulan-bulan untuk memperbaikinya di dok kering. Walaupun ada kemungkinan pesawat-pesawat terbang dari kapal induk yang rusak bisa dikerahkan untuk Zuikaku, pihak Jepang tidak berusaha serius untuk menyiapkan kapal induknya untuk bertempur. Sebagai akibatnya, Laksamana Nagumo hanya bisa mengerahkan empat kapal induk: Kaga dan Akagi sebagai Divisi Kapal Induk 1 sementara Hiryū dan Sōryū sebagai Carrier Division 2. Kapal-kapal induk Jepang telah terus-menerus beroperasi sejak 7 Desember 1941, termasuk di antara Darwin dan penyerangan ke Colombo.
Pesawat penyerang Jepang dikerahkan adalah pesawat pengebom tukik Aichi D3A1 dan Nakajima B5N2 yang dapat berfungsi sebagai pesawat pengebom torpedo atau sebagai pesawat pengebom biasa. Pesawat tempur utama yang dikerahkan adalah Mitsubishi A6M2 Zero yang bisa terbang cepat dan berkemampuan manuver yang tinggi. Kapal-kapal induk Kido Butai memang sedang menderita kekurangan pesawat andalan. Berdasarkan berbagai alasan, produksi pesawat D3A telah dikurang drastis, sementara produksi pesawat B5N sudah dihentikan secara total. Sebagai akibatnya tidak ada pengganti untuk pesawat yang rusak atau hancur. Hal ini juga berarti sebagian besar pesawat yang digunakan sepanjang operasi-operasi bulan Juni 1942 adalah pesawat lama yang mulai digunakan sejak November 1941. Walaupun dipelihara dengan baik, pesawat-pesawat tersebut hampir usang dan makin tidak dapat diandalkan. Sebagai akibatnya, kapal-kapal induk Jepang dikerahkan dengan total pesawat yang kurang dari seharusnya dan hanya sedikit pesawat cadangan.
Persiapan intelijen strategis Jepang sebelum pertempuran juga dalam keadaan kacau. Kapal-kapal selam Jepang yang membentuk garis penjagaan terlambat tiba (sebagian di antaranya disebabkan ketergesa-gesaan Yamamoto). Akibatnya, kapal-kapal Amerika Serikat sampai di titik pertemuan mereka di timur laut Midway (disebut Point Luck), dan luput dari deteksi Jepang. Usaha kedua untuk pengintaian dilakukan dengan kapal amfibi bermesin empat Kawanishi H8K juga dibatalkan. Menurut rencana yang merupakan bagian dari Operasi K, Kawanishi H8K ditugaskan mengamat-amati Pearl Harbor sebelum pertempuran dimulai (dan mendeteksi ada atau tidak adanya kapal induk Amerika Serikat di sana). Namun, kapal-kapal selam Jepang yang dikirim untuk mengisi bahan bakar pesawat pengintai mengetahui bahwa di lokasi yang direncanakan sebagai titik pengisian ulang bahan bakar (teluk di Gosong Fregat Perancis yang sebelumnya selalu sepi) sudah disatroni kapal-kapal perang Amerika Serikat (karena Jepang pernah melakukan misi serupa pada bulan Maret).Oleh karena itu, sebelum pertempuran berlangsung, Jepang tidak punya informasi tentang pergerakan kapal-kapal induk Amerika Serikat.
Walaupun demikian, intersepsi gelombang radio yang dilakukan Jepang mencatat peningkatan aktivitas dan lalu lintas pesan kapal selam Amerika Serikat. Informasi ini disampaikan ke Yamamoto sebelum pertempuran berlangsung. Namun rencana Jepang tetap tidak diubah. Yamamoto yang berada di atas Yamato tidak memberitahukan Nagumo tentang peningkatan aktivitas kapal selam Amerika Serikat karena tidak ingin mengungkap lokasi dirinya, dan mengasumsikan Nagumo sudah diberi tahu Tokyo tentang hal itu.Namun antena radio Nagumo tidak dapat menerima transmisi gelombang panjang, dan ia sama sekali tidak tahu tentang pergerakan kapal-kapal Amerika Serikat.

Pertempuran Midway

Serangan udara pertama

Sembilan B-17 yang berpangkalan di Midway diberangkatkan pukul 12.30 tanggal 3 Juni. Empat jam kemudian mereka menemukan kelompok kapal-kapal angkut Jepang, 570 mil di sebelah barat. Di bawah hujanan tembakan antipesawat, mereka menjatuhkan bom-bom. Walaupun ada yang terkena, keseluruhan bom tidak ada yang mengenai sasaran, dan tidak ada kerusakan serius yang ditimbulkannya. Selepas tengah malam, Akebono Maru menjadi korban pertama setelah dihantam sebuah torpedo dari pesawat amfibi PBY sekitar pukul 01.00..

Pukul 04.30, 4 Juni, Laksamana Madya Nagumo melancarkan serangan pertama ke Midway, diberangkatkannya 36 pesawat pengebom tukik Aichi D3A dan 36 pesawat pengebom torpedo Nakajima B5N di bawah pengawalan 36 pesawat tempur Zero. Pada saat yang sama, Nagumo meluncurkan patroli udara bersenjata (CAP) beserta delapan pesawat pengintai (satu pesawat dari kapal penjelajah berat Tone terlambat berangkat 30 menit akibat masalah teknis).

Misi pengintaian Jepang disusun dengan ceroboh, terlalu sedikit pesawat yang dikerahkan untuk meliput wilayah pencarian. Di bawah cuaca buruk, mereka masing-masing terbang ke arah timur dan timur laut dari gugus tugas Jepang. Disposisi salah Yamamoto telah menjadi penyebab masalah yang serius.

Radar Amerika Serikat mendeteksi musuh pada jarak beberapa mil dan beberapa pesawat pengadang segera diberangkatkan. Pesawat pengembom Amerika Serikat berangkat tanpa dikawal. Pesawat tempur yang mengawal mereka ditinggal untuk mempertahankan Midway. Pukul 06.20, pesawat terbang Jepang mengebom pangkalan Amerika Serikat di Midway hingga rusak berat. Pilot-pilot tempur Marinir yang berpangkalan di Midway menerbangkan pesawat-pesawat model lama yang terdiri dari Grumman F4F-3 Wildcats dan Brewster F2A-3s Buffalo. Mereka mengadang pesawat-pesawat Jepang dan menderita kerugian besar, walaupun sempat menghancurkan empat pesawat pengebom Jepang dan paling sedikit tiga pesawat Zero. Sebagian besar pesawat-pesawat Amerika Serikat ditembak jatuh dalam beberapa menit pertama, beberapa pesawat rusak, dan hanya dua pesawat yang masih bisa terbang. Total tiga pesawat Wildcat dan 13 pesawat Buffalo ditembak jatuh. Tembakan senjata antipesawat Amerika Serikat begitu akurat dan intensif, banyak pesawat Jepang yang rusak dan sepertiga dari pesawat-pesawat Jepang hancur. Satu kali lagi serangan udara diperlukan untuk melumpuhkan pertahanan Midway sebelum pasukan dapat didaratkan pada 7 Juni. Pesawat pengebom Amerika Serikat masih dapat menggunakan pangkalan udara di Midway untuk mengisi bahan bakar dan menyerang kekuatan invasi Jepang.

Pesawat pengebom Amerika Serikat yang diberangkatkan dari Midway sebelum lapangan udara diserang Jepang, melakukan beberapa kali serangan terhadap armada kapal induk Jepang. Mereka terdiri dari enam TBF Avenger yang awaknya baru pertama kali terjun dalam perang (dari VT-8 kapal induk Hornet) dan empat USAAC B-26 Marauder yang dipersenjatai dengan torpedo. Armada Jepang dapat mengatasi serbuan mereka tanpa masalah. Semua pesawat penyerang hancur, hanya tersisa satu TBF Avenger dan dua B-26. Hanya dua pesawat tempur Jepang yang tertembak jatuh. Satu pesawat B-26 yang menjadi korban tembakan antipesawat dari Akagi tidak berusaha menaikkan moncong pesawat, dan hampir menerjang anjungan Akagi. Serangan tersebut membuat Nagumo memutuskan untuk mengirim sebuah serangan lagi ke Midway. Keputusan Nagumo menyalahi perintah Yamamoto yang menetapkan kekuatan udara harus disiapkan untuk dikerahkan sewaktu-waktu dalam operasi antikapal.

Laksamana Nagumo mematuhi doktrin kapal induk Jepang waktu itu, setengah dari pesawat-pesawatnya tetap siap sedia. Pesawat cadangan Nagumo terdiri dari dua skuadron pesawat pengebom tukik dan dua skuadron pesawat pengebom torpedo yang disiapkan untuk menyerang kapal-kapal perang Amerika Serikat bila ditemukan. Pesawat pengebom torpedo sudah dipersenjatai dengan torpedo, sementara pesawat pengebom tukik belum dipersenjatai. Setelah mengetahui hasil serangan ke Midway, serta rekomendasi dari pemimpin penerbangan pagi itu, pada pukul 07.15, Nagumo memerintahkan pesawat-pesawat cadangan dipersenjatai dengan bom darat. Beberapa sumber menulis bahwa pekerjaan memuat bom darat ke dalam pesawat sudah berlangsung selama 30 menit, ketika pada pukul 07.40, pesawat pengintai dari kapal penjelajah Tone memberi isyarat ditemukannya sebuah armada angkatan laut Amerika yang cukup besar di sebelah timur. Namun, bukti-bukti baru menunjukkan laporan tersebut tidak sampai ke tangan Nagumo hingga pukul 08.00 sehingga pekerjaan mempersenjatai pesawat-pesawat dengan bom darat sudah berlangsung selama 45 menit. Nagumo segera membatalkan perintahnya, dan meminta pesawat pengintai untuk memastikan rincian kekuatan Amerika Serikat. Empat puluh menit berlalu sebelum pesawat pengintai dari Tone membuka komunikasi radio tentang adanya sebuah kapal induk dari Gugus Tugas 16 (keberadaan satu kapal induk lainnya tidak diketahui kapal pengintai).


Kapal Induk Hiryu diserang pesawat pengebom sekutu

0
27.9K
15
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan