Foto : beritajatim
Jakarta - Anggara, pelaku tabrak massal di Sidoarjo mendapatkan sejumlah keistimewaaan dalam proses hukum yang dijalaninya. Kompolnas meminta polisi berhenti bersikap diskriminatif.
Komisioner Kompolnas Hamidah Abdurahman mencatat sejumlah perilaku diskriminatif kepolisian yang menangani kasus tabrak masal ini. Pertama, adalah soal lambatnya penanganan kasus. Insiden terjadi pada Kamis pekan lalu dan pelaku baru ditangkap Selasa kemarin.
"Lalu soal penahanan, mengapa dia ditahan di tempat penahanan lakalantas," kata Hamidah dalam perbincangan dengan detikcom, Rabu (6/10/2013).
Selain itu, Hamidah juga menyoroti pasal KUHP yang digunakan kepolisian untuk menjerat Anggara. "Kan ada pasal UU 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas Pasal 310 mengenai lakalantas. Mengapa mereka pakai KUHP, apa karena ini ancamannya lebih ringan," kata Hamidah.
Menurut Hamidah polisi seharusnya tidak boleh diskriminatif. Proses hukum, sambungnya, harus dilakukan setara untuk setiap warga masyarakat.
"Ini juga untuk kebaikan polisi itu sendiri. Polisi tidak boleh diskriminatif. Tersangka ini kan sudah berumur 22 tahun, seharusnya tidak perlu ada perlakuan khusus," kata Hamidah.
Seperti diketahui, Anggara Putra Trisula pengendara mobil Honda Jazz yang datang ke SMA Hang Tuah 2 Gedangan, Sidoarjo bermaksud ingin mengirimkan bekal pada Natasha. Tidak lain pacarnya yang masih tercatat pendidikan di SMA Hang Tuah 2 Gedangan.
Justru saat berada di dalam area sekolah Anggara menabrak sejumlah siswa dan guru, yang akhirnya melarikan diri dan sempat terekam cctv saat keluar dari pintu utama sekolah.
[URL="http://news.detik..com/read/2013/11/06/131124/2404945/10/kompolnas-soroti-3-diskriminasi-polisi-di-kasus-tabrak-massal-sidoarjo"]Sumber[/URL]