- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
all about bpjs : made in kaskus
TS
bambanghartomo
all about bpjs : made in kaskus
berikut ini adalah kumpulan trit seputar bpjs yang beredar di kaskus..ane kumpulin biar pada bisa baca apa dan bagaimana sih bpjs itu dalam menerapkan pola kerjanya di era JKN...let's go...
sumber :agan civiclove
source :LOUNGE
sumber :agan Heries84
source:the lounge
sumber:agan super.broker
source:berita dan politik
sumber:agan embolisasi
source:berita dan politik
source:agan uchis
sumber:the lounge
Spoiler for BPJS VS ASURANSI KESEHATAN:
BPJS vs Asuransi swasta
05-01-2014 09:54
Sebagai salah satu pelaku di bidang medis, BPJS vs ASuransi swasta ibarat penjualan Mobil, Dengan menjamurnya ANGKOT, transjakarta dll, apakah penjualan Mobil menurun atau tidak
laku?
harap diingat 230 juta jiwa di cover asuransi, berarti beban RS negri dan swasta kerjasama BPJS akan meningkat 5-10 kali lipat kapasitas sekarang, Ketika anak anda sakit demam atau diare mampukah anda mengantri selama 6-7 jam hanya untuk berkonsultasi dokter dan tambahan 2-3 jam lagi untuk mengambil obat.
baca kesaksian pasien yang mendaftar di RS tarakan dari jam 02.00 pagi ngantri sampai loket dibuka jam 07.00 dan bertemu dokter jam 14.00 siang...
penduduk Indonesia terkenal TIDAK sabar antri, beda dengan penduduk Singapore atau luar yang tertib antri,,, dengan moral seperti itu, akan kah BPJS mampu mengancam penjualan Asuaransi swasta?.??
menurut newbie BPJS Hanya akan menjadi Ancaman serius sejak 5-10tahun dari sekarang..
ketika infrastruktur sudah lebih siap dan pasien sudah dewasa dalam bersikap dan memilih,
Sekedar renungan: BAyaran dokter umum praktek pribadi ataupun klinik yang kerjasama dengan BPJS adalah 8,000-10,000 perbulan perkepala( bukan perkunjungan) Termasuk obat dasar...
Jika pasien yang sama berobat di dokter yang sama sebanyak 3x dalam sebulan untuk penyakit yang sama atau berbeda, sang Dokter hanya di bayar 8.000-10,000 untuk pasien ini perbulan...
pertanyaan: 1. MAMPUKAH sang dokter berprofesi Maksimal dengan bayaran BPJS sebesar itu???
2. maukah sang dokter bekerjasama dengan BPJS?
3. jika dokter yang mau bekerjasama, Obat apakah yang diberikan dengan budget 8,000 rupiah perkepala perbulan?
4. mampukah dokter berpraktek dengan pasien membludak 5-10 kali lipat dari kapasitas sekarang? ( est pasien sekarang 200 pasien perhari di puskesmas menjadi 1,000 pasien -2,000 pasien sehari dengan jam kerja 8 jam?)
5. mampukan dokter melayani dan membatasi pemeriksaan pasien hanya dengan kurang dari 1 menit?
8jam x 60 menit = 480 menit.. pasien 500 perhari berarti 1 pasien kurang dari 1 menit
silakan direnungkan
ps: penambahan dokter puskesmas dangan cara PTT atauapun perekutan baru memerlukan waktu dan dengan System BPJS, adakah dokter yang mau kerja rodi dengan bayaran kecil yang cukup waras u tuk bergabung dengan program BPJS sekarang...??
05-01-2014 09:54
Sebagai salah satu pelaku di bidang medis, BPJS vs ASuransi swasta ibarat penjualan Mobil, Dengan menjamurnya ANGKOT, transjakarta dll, apakah penjualan Mobil menurun atau tidak
laku?
harap diingat 230 juta jiwa di cover asuransi, berarti beban RS negri dan swasta kerjasama BPJS akan meningkat 5-10 kali lipat kapasitas sekarang, Ketika anak anda sakit demam atau diare mampukah anda mengantri selama 6-7 jam hanya untuk berkonsultasi dokter dan tambahan 2-3 jam lagi untuk mengambil obat.
baca kesaksian pasien yang mendaftar di RS tarakan dari jam 02.00 pagi ngantri sampai loket dibuka jam 07.00 dan bertemu dokter jam 14.00 siang...
penduduk Indonesia terkenal TIDAK sabar antri, beda dengan penduduk Singapore atau luar yang tertib antri,,, dengan moral seperti itu, akan kah BPJS mampu mengancam penjualan Asuaransi swasta?.??
menurut newbie BPJS Hanya akan menjadi Ancaman serius sejak 5-10tahun dari sekarang..
ketika infrastruktur sudah lebih siap dan pasien sudah dewasa dalam bersikap dan memilih,
Sekedar renungan: BAyaran dokter umum praktek pribadi ataupun klinik yang kerjasama dengan BPJS adalah 8,000-10,000 perbulan perkepala( bukan perkunjungan) Termasuk obat dasar...
Jika pasien yang sama berobat di dokter yang sama sebanyak 3x dalam sebulan untuk penyakit yang sama atau berbeda, sang Dokter hanya di bayar 8.000-10,000 untuk pasien ini perbulan...
pertanyaan: 1. MAMPUKAH sang dokter berprofesi Maksimal dengan bayaran BPJS sebesar itu???
2. maukah sang dokter bekerjasama dengan BPJS?
3. jika dokter yang mau bekerjasama, Obat apakah yang diberikan dengan budget 8,000 rupiah perkepala perbulan?
4. mampukah dokter berpraktek dengan pasien membludak 5-10 kali lipat dari kapasitas sekarang? ( est pasien sekarang 200 pasien perhari di puskesmas menjadi 1,000 pasien -2,000 pasien sehari dengan jam kerja 8 jam?)
5. mampukan dokter melayani dan membatasi pemeriksaan pasien hanya dengan kurang dari 1 menit?
8jam x 60 menit = 480 menit.. pasien 500 perhari berarti 1 pasien kurang dari 1 menit
silakan direnungkan
ps: penambahan dokter puskesmas dangan cara PTT atauapun perekutan baru memerlukan waktu dan dengan System BPJS, adakah dokter yang mau kerja rodi dengan bayaran kecil yang cukup waras u tuk bergabung dengan program BPJS sekarang...??
sumber :agan civiclove
source :LOUNGE
Spoiler for INFO IURAN:
BPJS
02-01-2014 08:38
agan2 sekalian
sekedar share info aja.. BPJS dah mulai beroperasi per tanggal 01 Januari 2014.. iurannya juga murah :
Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Jaminan Kesehatan serta penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah adalah sebesar Rp 19.225. Adapun Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang terdiri atas PNS, Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara, dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri sebesar 5 persen dari Gaji atau Upah per bulan, dengan ketentuan 3 persen dibayar oleh pemberi kerja, dan 2 persen dibayar oleh peserta.
Adapun Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah selain di atas yang dibayarkan mulai 1 Januari 2014 30 Juni 2015 adalah 4 persen dari Gaji atau Upah per bulan, dengan ketentuan 4 persen dibayar oleh pemberi kerja dan 0,5 persen dibayar oleh peserta.
Namun, mulai 1 Juli 2015, pembayaran iuran 5 persen dari Gaji atau Upah per bulan itu menjadi 4 persen dibayar oleh pemberi kerja, dan 1 persen oleh peserta. "Iuran sebagaimana dimaksud dibayarkan secara langsung oleh Pemberi Kerja kepada BPJS Kesehatan," bunyi Pasal 16C Ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 itu dalam situs resmi Setkab.
"Adapun Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja terdiri atas Rp 25.500 per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di Kelas III, Rp 42.5000 untuk ruang perawatan Kelas II dan Rp 59.500 untuk ruang perawatan Kelas I.
terus nasib perusahaan Asuransi gimana ya??
ga mau mikir ah, yang penting pemerintah bener2 jalani tuh program.. masyarakat ga lagi dibikin ribet klo mau berobat..
02-01-2014 08:38
agan2 sekalian
sekedar share info aja.. BPJS dah mulai beroperasi per tanggal 01 Januari 2014.. iurannya juga murah :
Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Jaminan Kesehatan serta penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah adalah sebesar Rp 19.225. Adapun Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang terdiri atas PNS, Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara, dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri sebesar 5 persen dari Gaji atau Upah per bulan, dengan ketentuan 3 persen dibayar oleh pemberi kerja, dan 2 persen dibayar oleh peserta.
Adapun Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah selain di atas yang dibayarkan mulai 1 Januari 2014 30 Juni 2015 adalah 4 persen dari Gaji atau Upah per bulan, dengan ketentuan 4 persen dibayar oleh pemberi kerja dan 0,5 persen dibayar oleh peserta.
Namun, mulai 1 Juli 2015, pembayaran iuran 5 persen dari Gaji atau Upah per bulan itu menjadi 4 persen dibayar oleh pemberi kerja, dan 1 persen oleh peserta. "Iuran sebagaimana dimaksud dibayarkan secara langsung oleh Pemberi Kerja kepada BPJS Kesehatan," bunyi Pasal 16C Ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 itu dalam situs resmi Setkab.
"Adapun Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja terdiri atas Rp 25.500 per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di Kelas III, Rp 42.5000 untuk ruang perawatan Kelas II dan Rp 59.500 untuk ruang perawatan Kelas I.
terus nasib perusahaan Asuransi gimana ya??
ga mau mikir ah, yang penting pemerintah bener2 jalani tuh program.. masyarakat ga lagi dibikin ribet klo mau berobat..
sumber :agan Heries84
source:the lounge
Spoiler for program asuransi terbesar:
BPJS, Program Asuransi Kesehatan Terbesar di Dunia
JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah baru saja meluncurkan sistem perlindungan kesehatan yang dilaksanakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Berbagai pihak menyatakan program ini adalah jaminan kesehatan terbesar di dunia.
Sebagaimana yang dilansir Bloomberg, Kamis (2/1/2013), BPJS kesehatan adalah program asuransk kesehatan terbesar di dunia. Karena itu, banyak negara yang menunggu keberhasilannya, setelah implementasi program serupa yang dilakukan di Amerika Serikat atau Obamacare dinilai bermasalah.
Pada tahap pertama, program BPJS kesehatan ini ditargetkan bisa men-cover sekitar 116 juta-140 juta peserta di seluruh Indonesia. Jumlah tersebut diharapkan bisa naik seiring perjalanan waktu.
Pemerintah juga akan menyediakan dana hingga sekitar Rp 35 triliun untuk menopang agar program tersebut berjalan pada tahun-tahun pertamanya.
Namun, besarnya jumlah peserta yang di-cover BPJS kesehatan, membuat program ini dipertanyakan kemampuannya. Bloomberg mencatat beberapa hal yang menjadi "taruhan" pemerintah untuk program ini antara lain adalah jumlah dokter yang terbatas untuk menangani jumlah pasien yang cukup banyak. Selain itu, kesadaran publik terhadap program ini masih rendah.
Memang tak dimungkiri, saat peluncuran BPJS kesehatan beberapa hari lalu, tidak ada antrean masyarakat di lokasi yang ditunjuk sebagai tempat pendaftaran. Dengan menilik itu, sebenarnya terlihat betapa program BPJS kesehatan ini tidak tersosialisasikan dengan baik kepada masyarakat dalam skala yang luas.
Hal ini berbeda dengan Obamacare saat program tersebut diluncurkan. Masifnya sosialisasi membuat masyarakat AS mengetahui adanya program jaminan kesehatan oleh pemerintah. Jutaan warga AS lantas mendaftar secara online saat program tersebut diluncurkan, sehingga membuat website pendaftaran langsung ngedrop.
Kendala lainnya untuk implementasi BPJS kesehatan adalah terbatasnya pasokan obat-obatan, data pasien yang tidak akurat, serta praktik kesehatan yang masih berstandard lokal.
Menanggapi berbagai kendala itu, Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi berkilah, untuk tahun-tahun pertama, pasti banyak kekurangan. "Kami menyadari banyak kekurangan dan belum sempurna pada tahap awal pelaksanaan," ujarnya.
JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah baru saja meluncurkan sistem perlindungan kesehatan yang dilaksanakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Berbagai pihak menyatakan program ini adalah jaminan kesehatan terbesar di dunia.
Sebagaimana yang dilansir Bloomberg, Kamis (2/1/2013), BPJS kesehatan adalah program asuransk kesehatan terbesar di dunia. Karena itu, banyak negara yang menunggu keberhasilannya, setelah implementasi program serupa yang dilakukan di Amerika Serikat atau Obamacare dinilai bermasalah.
Pada tahap pertama, program BPJS kesehatan ini ditargetkan bisa men-cover sekitar 116 juta-140 juta peserta di seluruh Indonesia. Jumlah tersebut diharapkan bisa naik seiring perjalanan waktu.
Pemerintah juga akan menyediakan dana hingga sekitar Rp 35 triliun untuk menopang agar program tersebut berjalan pada tahun-tahun pertamanya.
Namun, besarnya jumlah peserta yang di-cover BPJS kesehatan, membuat program ini dipertanyakan kemampuannya. Bloomberg mencatat beberapa hal yang menjadi "taruhan" pemerintah untuk program ini antara lain adalah jumlah dokter yang terbatas untuk menangani jumlah pasien yang cukup banyak. Selain itu, kesadaran publik terhadap program ini masih rendah.
Memang tak dimungkiri, saat peluncuran BPJS kesehatan beberapa hari lalu, tidak ada antrean masyarakat di lokasi yang ditunjuk sebagai tempat pendaftaran. Dengan menilik itu, sebenarnya terlihat betapa program BPJS kesehatan ini tidak tersosialisasikan dengan baik kepada masyarakat dalam skala yang luas.
Hal ini berbeda dengan Obamacare saat program tersebut diluncurkan. Masifnya sosialisasi membuat masyarakat AS mengetahui adanya program jaminan kesehatan oleh pemerintah. Jutaan warga AS lantas mendaftar secara online saat program tersebut diluncurkan, sehingga membuat website pendaftaran langsung ngedrop.
Kendala lainnya untuk implementasi BPJS kesehatan adalah terbatasnya pasokan obat-obatan, data pasien yang tidak akurat, serta praktik kesehatan yang masih berstandard lokal.
Menanggapi berbagai kendala itu, Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi berkilah, untuk tahun-tahun pertama, pasti banyak kekurangan. "Kami menyadari banyak kekurangan dan belum sempurna pada tahap awal pelaksanaan," ujarnya.
sumber:agan super.broker
source:berita dan politik
Spoiler for tidak sinkron antara bpjs dan jasa medis:
[ Kasihan ] Dokter keluhkan pendapatan dari pasien BPJS Kesehatan]Merdeka.com - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mulai beroperasi pada 1 Januari 2014. Hal ini sesuai dengan amanat UU No 24/2011 tentang BPJS, Askes dan Jamsostek akan beralih dari badan usaha milik negara menjadi badan hukum publik BPJS Kesehatan pada 1 Januari 2014 dan BPJS Ketenagakerjaan pada 1 Juli 2015.
Pembentukan lembaga tersebut merupakan langkah yang dilakukan pemerintah dalam menyelenggarakan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sesuai amanat Undang-Undang No 40/2004.
Meski demikian, pembentukan BPJS Kesehatan dinilai merugikan para dokter yang menjadi ujung tombak pelaksanaan sistem tersebut. Dokter Puskesmas Tangerang Rini Dian Anggraini menilai, sistem tersebut tidak berpihak pada para dokter yang mengabdi di Puskesmas.
"Itu cuma menguntungkan PT Askes. Kita yang kerja di lapangan cuma dapat Rp 3.000 per pasien. Parkir saja sudah Rp 2.000. Dulu tuh sempet dapat info per pasien Rp 25.000, gak tahu kenapa berubah," kata Rini kepada merdeka.com, Rabu (1/1).
Menurut Rini, beban berat profesinya sebagai Dokter tidak diimbangi dengan besaran upah yang diperolehnya melalui sistem BPJS Kesehatan tersebut. "Mungkin buat yang struktural enak, tapi yang fungsional itu pontang panting kerjanya. Yang ribet itu kalau pasien minta dirujuk ke Rumah Sakit, padahal masih bisa ditangani di Puskesmas, atau pasien yang tidak mau ke Rumah Sakit walau kondisinya sudah tidak bisa ditangani di Puskesmas," jelas Rini.
Adapun ketentuan iuran yang diberlakukan pemerintah untuk Jaminan Kesehatan bagi Peserta Jaminan Kesehatan serta penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah adalah sebesar Rp 19.225. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang terdiri atas PNS, Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara, dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri sebesar 5 persen dari Gaji atau Upah per bulan, dengan ketentuan 3 persen dibayar oleh pemberi kerja, dan 2 persen dibayar oleh peserta.
Untuk Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah selain di atas yang dibayarkan mulai 1 Januari 2014 30 Juni 2015 adalah 4 persen dari Gaji atau Upah per bulan, dengan ketentuan 4 persen dibayar oleh Pemberi Kerja dan 0,5 persen dibayar oleh Peserta. Namun mulai 1 Juli 2015, pembayaran iuran 5 persen dari Gaji atau Upah per bulan itu menjadi 4 persen dibayar oleh Pemberi Kerja, dan 1 persen oleh Peserta.
Adapun Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja terdiri atas Rp 25.500 per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di Kelas III, Rp 42.5000 untuk ruang perawatan Kelas II dan Rp 59.500 untuk ruang perawatan Kelas I.
Pada awal pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 1 Januari 2014, setidaknya ada 121,6 juta peserta yang terdiri dari peserta asuransi kesehatan sosial PT Askes, peserta jaminan kesehatan dari Jamsostek serta penduduk miskin yang tercakup dalam Jamkesmas yang kemudian menjadi penerima bantuan iuran (PBI). Selain itu, semua BUMN telah mendaftarkan pegawainya untuk menjadi peserta JKN.
Secara bertahap, semua penduduk Indonesia akan tercakup dalam program JKN pada tahun 2019. Ada aturan yang mengharuskan semua perusahaan swasta mendaftarkan karyawannya menjadi peserta JKN. Perusahaan yang menolak bisa dikenai sanksi administratif.
Informasi pendaftaran juga bisa diperoleh di bank yang bekerja sama dengan Askes yaitu PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau PT Bank Mandiri (Persero) Tbk atau mendaftar melalui website terkait.sumber
Dokter juga butuh hidup!
Merdeka.com - Jadi dokter mungkin menjadi cita-cita sebagian besar anak-anak. Pekerjaan mulia yang memungkinkan seseorang dianggap dewa ini memang sangat diminati banyak orang. Pasalnya, menurut rumor yang beredar, menjadi dokter adalah jalan meraih kesejahteraan hidup dunia akhirat pemangku sebutan itu.
Untuk mendapatkannya, banyak orang mencoba untuk diterima menjadi mahasiswa kedokteran bahkan dengan rela membayar harga pendidikan yang sangat mahal. Padahal, percaya atau tidak, seorang dokter bernama Reza Ariandes Sahputra ini justru merasakan sebaliknya. "Mungkin kesan dokter di mata masyarakat itu orang kaya, namun sepertinya lumrah saja buat saya karena banyak dokter-dokter apalagi yang spesialis memang tinggi honornya dibayar oleh pihak swasta , tapi tidak berlaku untuk dokter yang bekerja negeri", ucap lelaki asal Riau ini.
Pria yang baru menjadi dokter selama 2 tahun ini juga memaparkan bahwa dokter adalah panggilan jiwanya untuk membantu banyak orang sehingga untuk tetap hidup, Reza perlu melakukan bisnis lain. "Bagi saya pribadi, profesi dokter ini akan saya jadikan sebagai sarana membantu orang. Sedangkan untuk kebutuhan ekonomi, saya coba untuk berwiraswasta", jelasnya.
Tidak sedikit dokter yang berpikiran sama seperti Reza yang mengakomodir toko-toko online dalam situs belanja Toko Serba Ada ini. "Sebenarnya tidak cuma saya aja yang bisnis online shop seperti ini, banyak rekan rekan saya dokter yang menggeluti online shop tapi mereka sebagai penjual, bukan membentuk management seperti saya", lanjut pria kelahiran 12 Desember 1986.
Selain bisa 'menyambung nyawa' orang untuk penuhi kebutuhan nurani, dokter juga manusia yang butuh menyambung hidupnya sendiri. Kalau Pak Dokter Reza saja memutuskan untuk berwirausaha untuk terus hidup, mengapa Anda tidak?sumber
Dokter bukan lagi pilihan profesi terbaik, krn saat ini pengabdian merupakan tema utama sistem kesehatan di Indonesia, tidak berkorelasi dengan kompensasi kesejahteraan. Bahkan banyak dokter yang berbisnis diluar bidangnya utk memenuhi kebutuhan, boleh saja, asal tdk berbisnis kesehatan pasien saja
Pembentukan lembaga tersebut merupakan langkah yang dilakukan pemerintah dalam menyelenggarakan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sesuai amanat Undang-Undang No 40/2004.
Meski demikian, pembentukan BPJS Kesehatan dinilai merugikan para dokter yang menjadi ujung tombak pelaksanaan sistem tersebut. Dokter Puskesmas Tangerang Rini Dian Anggraini menilai, sistem tersebut tidak berpihak pada para dokter yang mengabdi di Puskesmas.
"Itu cuma menguntungkan PT Askes. Kita yang kerja di lapangan cuma dapat Rp 3.000 per pasien. Parkir saja sudah Rp 2.000. Dulu tuh sempet dapat info per pasien Rp 25.000, gak tahu kenapa berubah," kata Rini kepada merdeka.com, Rabu (1/1).
Menurut Rini, beban berat profesinya sebagai Dokter tidak diimbangi dengan besaran upah yang diperolehnya melalui sistem BPJS Kesehatan tersebut. "Mungkin buat yang struktural enak, tapi yang fungsional itu pontang panting kerjanya. Yang ribet itu kalau pasien minta dirujuk ke Rumah Sakit, padahal masih bisa ditangani di Puskesmas, atau pasien yang tidak mau ke Rumah Sakit walau kondisinya sudah tidak bisa ditangani di Puskesmas," jelas Rini.
Adapun ketentuan iuran yang diberlakukan pemerintah untuk Jaminan Kesehatan bagi Peserta Jaminan Kesehatan serta penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah adalah sebesar Rp 19.225. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang terdiri atas PNS, Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara, dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri sebesar 5 persen dari Gaji atau Upah per bulan, dengan ketentuan 3 persen dibayar oleh pemberi kerja, dan 2 persen dibayar oleh peserta.
Untuk Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah selain di atas yang dibayarkan mulai 1 Januari 2014 30 Juni 2015 adalah 4 persen dari Gaji atau Upah per bulan, dengan ketentuan 4 persen dibayar oleh Pemberi Kerja dan 0,5 persen dibayar oleh Peserta. Namun mulai 1 Juli 2015, pembayaran iuran 5 persen dari Gaji atau Upah per bulan itu menjadi 4 persen dibayar oleh Pemberi Kerja, dan 1 persen oleh Peserta.
Adapun Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja terdiri atas Rp 25.500 per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di Kelas III, Rp 42.5000 untuk ruang perawatan Kelas II dan Rp 59.500 untuk ruang perawatan Kelas I.
Pada awal pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 1 Januari 2014, setidaknya ada 121,6 juta peserta yang terdiri dari peserta asuransi kesehatan sosial PT Askes, peserta jaminan kesehatan dari Jamsostek serta penduduk miskin yang tercakup dalam Jamkesmas yang kemudian menjadi penerima bantuan iuran (PBI). Selain itu, semua BUMN telah mendaftarkan pegawainya untuk menjadi peserta JKN.
Secara bertahap, semua penduduk Indonesia akan tercakup dalam program JKN pada tahun 2019. Ada aturan yang mengharuskan semua perusahaan swasta mendaftarkan karyawannya menjadi peserta JKN. Perusahaan yang menolak bisa dikenai sanksi administratif.
Informasi pendaftaran juga bisa diperoleh di bank yang bekerja sama dengan Askes yaitu PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau PT Bank Mandiri (Persero) Tbk atau mendaftar melalui website terkait.sumber
Dokter juga butuh hidup!
Merdeka.com - Jadi dokter mungkin menjadi cita-cita sebagian besar anak-anak. Pekerjaan mulia yang memungkinkan seseorang dianggap dewa ini memang sangat diminati banyak orang. Pasalnya, menurut rumor yang beredar, menjadi dokter adalah jalan meraih kesejahteraan hidup dunia akhirat pemangku sebutan itu.
Untuk mendapatkannya, banyak orang mencoba untuk diterima menjadi mahasiswa kedokteran bahkan dengan rela membayar harga pendidikan yang sangat mahal. Padahal, percaya atau tidak, seorang dokter bernama Reza Ariandes Sahputra ini justru merasakan sebaliknya. "Mungkin kesan dokter di mata masyarakat itu orang kaya, namun sepertinya lumrah saja buat saya karena banyak dokter-dokter apalagi yang spesialis memang tinggi honornya dibayar oleh pihak swasta , tapi tidak berlaku untuk dokter yang bekerja negeri", ucap lelaki asal Riau ini.
Pria yang baru menjadi dokter selama 2 tahun ini juga memaparkan bahwa dokter adalah panggilan jiwanya untuk membantu banyak orang sehingga untuk tetap hidup, Reza perlu melakukan bisnis lain. "Bagi saya pribadi, profesi dokter ini akan saya jadikan sebagai sarana membantu orang. Sedangkan untuk kebutuhan ekonomi, saya coba untuk berwiraswasta", jelasnya.
Tidak sedikit dokter yang berpikiran sama seperti Reza yang mengakomodir toko-toko online dalam situs belanja Toko Serba Ada ini. "Sebenarnya tidak cuma saya aja yang bisnis online shop seperti ini, banyak rekan rekan saya dokter yang menggeluti online shop tapi mereka sebagai penjual, bukan membentuk management seperti saya", lanjut pria kelahiran 12 Desember 1986.
Selain bisa 'menyambung nyawa' orang untuk penuhi kebutuhan nurani, dokter juga manusia yang butuh menyambung hidupnya sendiri. Kalau Pak Dokter Reza saja memutuskan untuk berwirausaha untuk terus hidup, mengapa Anda tidak?sumber
Dokter bukan lagi pilihan profesi terbaik, krn saat ini pengabdian merupakan tema utama sistem kesehatan di Indonesia, tidak berkorelasi dengan kompensasi kesejahteraan. Bahkan banyak dokter yang berbisnis diluar bidangnya utk memenuhi kebutuhan, boleh saja, asal tdk berbisnis kesehatan pasien saja
sumber:agan embolisasi
source:berita dan politik
Spoiler for BPJS Beroperasi, Produsen Farmasi Berlomba Tingkatkan Kapasitas Produksi:
Duniaindustri.com (Januari 2014) — Seiring dengan beroperasinya sistem jaminan kesehatan nasional yang berlaku per 1 Januari 2014, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 27 Desember 2013 lalu telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Para produsen farmasi pun saling berlomba untuk mendapatkan peluang emas tersebut dengan meningkatkan kapasitas produksinya.
Dalam situs resmi Sekretariat Kabinet dijelaskan, Perpres yang baru ini menegaskan bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan merupakan badan hukum publik yang bertanggung jawab kepada Presiden.
Perpres ini menekankan, Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta PBI Jaminan Kesehatan dibayar oleh pemerintah, Iuran Jaminan Kesehatan bagi penduduk yang didaftarkan oleh pemerintah daerah dibayar oleh pemerintah daerah, Iuran Jaminan Kesehatan bagi peserta Pekerja Penerima Upah dibayar oleh pemberi kerja dan pekerja, sedangkan Iuran Jaminan Kesehatan bagi Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja dibayar oleh peserta yang bersangkutan.
Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Jaminan Kesehatan serta penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah adalah sebesar Rp 19.225. Adapun Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang terdiri atas PNS, Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara, dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri sebesar 5 persen dari Gaji atau Upah per bulan, dengan ketentuan 3 persen dibayar oleh pemberi kerja, dan 2 persen dibayar oleh peserta.
Adapun Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah selain di atas yang dibayarkan mulai 1 Januari 2014 30 Juni 2015 adalah 4 persen dari Gaji atau Upah per bulan, dengan ketentuan 4 persen dibayar oleh pemberi kerja dan 0,5 persen dibayar oleh peserta.
Namun, mulai 1 Juli 2015, pembayaran iuran 5 persen dari Gaji atau Upah per bulan itu menjadi 4 persen dibayar oleh pemberi kerja, dan 1 persen oleh peserta. “Iuran sebagaimana dimaksud dibayarkan secara langsung oleh Pemberi Kerja kepada BPJS Kesehatan,” bunyi Pasal 16C Ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 itu dalam situs resmi Setkab.
Adapun Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja terdiri atas Rp 25.500 per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di Kelas III, Rp 42.5000 untuk ruang perawatan Kelas II dan Rp 59.500 untuk ruang perawatan Kelas I.
Pembayaran Iuran dilakukan paling lambat tanggal 10 setiap bulan, dan apabila ada keterlambatan dikenakan denda administratif sebesar 2 persen dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 3 (tiga) bulan.
“Besaran Iuran Jaminan Kesehatan ditinjau paling lama 2 (dua) tahun sekali yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden,” tegas Pasal 16I Perpres ini.
Saling Berlomba
Kementerian Kesehatan telah menyiapkan roadmap kebijakan obat nasional, guna menjamin ketersediaan obat, menjelang beroperasinya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada tahun 2014. Saat PBJS berjalan, kebutuhan obat diperkirakan naik hingga 2,5 sampai 3 kali lipat. Kemenkes optimis kapasitas produksi perusahaan farmasi Indonesia masih bisa memenuhi peningkatan permintaan hingga 3 kali lipat. Cakupan obat publik yang dibeli pemerintah saat ini baru menjangkau 95 juta orang, sisanya masyarakat membayar sendiri. Dengan berlakunya BPJS kesehatan di 2014, kebutuhannya bisa untuk memenuhi sekitar 240 juta orang.
Saat ini, industri farmasi saling berlomba untuk membuat obat generik dan memasukan produk mereka dalam Daftar dan Plafon Harga Obat (DPHO).
Potensi pertumbuhan pasar obat generik dan alkes diperkirakan mencapai Rp 9,2 triliun seiring peningkatan permintaan dengan adanya program SJSN. Berdasarkan data International Marketing Services (IMS) Health, Indofarma memimpin pasar obat generik nasional dengan pangsa 17,59% dengan nilai penjualan sebesar Rp 521,5 miliar di 2011. PT Kimia Farma Tbk (KAEF), emiten farmasi milik negara, menguasai 14% pasar obat generik nasional dengan penjualan sebesar Rp 416,7 miliar, kemudian PT Hexpharm Jaya dengan pangsa pasar 14%. Nilai pasar obat generik nasional di 2011 mencapai Rp 2,96 triliun, atau 11,8% dari total pasar obat resep nasional sebesar Rp 25 triliun.
PT Kimia Farma Tbk (KAEF) dan PT Indofarma Tbk (INAF), dua emiten farmasi milik negara, berencana memproduksi obat baru untuk mengantisipasi penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Produksi obat baru untuk memenuhi peningkatan permintaan seiring penerapan SJSN di 2014. Kimia Farma akan memproduksi dan memasarkan 11 item obat kanker. Sedangkan Indofarma akan memproduksi 15 item obat baru. PT Indofarma Tbk juga akan meningkatkan kapasitas produksi obat generik hingga mencapai 6,9 miliar tablet pertahun pada akhir 2013, naik 200% dibanding kapasitas produksi saat ini 2,3 miliar tablet pertahun.
PT Dexa Medica akan meningkatkan kapasitas produksi dari 1,5 miliar tablet obat generik menjadi 2 miliar tablet untuk memnuhi pertumbahan di 2014. Saat ini, Dexa Medica menguasai 19% pasar obat generik nasional.
PT Kalbe Farma Tbk memproyeksikan pertumbuhan penjualan obat generik perusahaan tumbuh di atas 20-25% seiring penerapan SJSN di 2014. Kalbe Farma telah menyelesaikan pembangunan pabrik baru obat generik yang menelan investasi sebesar Rp 150 miliar. Meskipun kontribusi penjualan obat generik dari Kalbe Farma hanya memberi kontribusi 2-3% terhadap penjualan Kalbe Farma, tetapi Kalbe Farma akan serius untuk membidik pasar obat generik.
Ternyata, banyak Pemilik Modal Asing (PMA) juga melirik peluang SJSN ini, salah satunya adalah PT Pfizer Indonesia. Pfizer Indonesia, produsen farmasi asing asal Amerika Serikat, membangun pabrik baru untuk memproduksi obat generik dengan menelan investasi senilai US$ 3 juta di Bogor, Jawa Barat. Dengan pabrik baru itu, kapasitas produksi perusahaan akan meningkat 50% menjadi 300 juta tablet per tahun dari sebelumnya 200 juta tablet per tahun.(*/berbagai sumber)
Dalam situs resmi Sekretariat Kabinet dijelaskan, Perpres yang baru ini menegaskan bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan merupakan badan hukum publik yang bertanggung jawab kepada Presiden.
Perpres ini menekankan, Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta PBI Jaminan Kesehatan dibayar oleh pemerintah, Iuran Jaminan Kesehatan bagi penduduk yang didaftarkan oleh pemerintah daerah dibayar oleh pemerintah daerah, Iuran Jaminan Kesehatan bagi peserta Pekerja Penerima Upah dibayar oleh pemberi kerja dan pekerja, sedangkan Iuran Jaminan Kesehatan bagi Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja dibayar oleh peserta yang bersangkutan.
Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Jaminan Kesehatan serta penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah adalah sebesar Rp 19.225. Adapun Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang terdiri atas PNS, Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara, dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri sebesar 5 persen dari Gaji atau Upah per bulan, dengan ketentuan 3 persen dibayar oleh pemberi kerja, dan 2 persen dibayar oleh peserta.
Adapun Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah selain di atas yang dibayarkan mulai 1 Januari 2014 30 Juni 2015 adalah 4 persen dari Gaji atau Upah per bulan, dengan ketentuan 4 persen dibayar oleh pemberi kerja dan 0,5 persen dibayar oleh peserta.
Namun, mulai 1 Juli 2015, pembayaran iuran 5 persen dari Gaji atau Upah per bulan itu menjadi 4 persen dibayar oleh pemberi kerja, dan 1 persen oleh peserta. “Iuran sebagaimana dimaksud dibayarkan secara langsung oleh Pemberi Kerja kepada BPJS Kesehatan,” bunyi Pasal 16C Ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 itu dalam situs resmi Setkab.
Adapun Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja terdiri atas Rp 25.500 per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di Kelas III, Rp 42.5000 untuk ruang perawatan Kelas II dan Rp 59.500 untuk ruang perawatan Kelas I.
Pembayaran Iuran dilakukan paling lambat tanggal 10 setiap bulan, dan apabila ada keterlambatan dikenakan denda administratif sebesar 2 persen dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 3 (tiga) bulan.
“Besaran Iuran Jaminan Kesehatan ditinjau paling lama 2 (dua) tahun sekali yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden,” tegas Pasal 16I Perpres ini.
Saling Berlomba
Kementerian Kesehatan telah menyiapkan roadmap kebijakan obat nasional, guna menjamin ketersediaan obat, menjelang beroperasinya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada tahun 2014. Saat PBJS berjalan, kebutuhan obat diperkirakan naik hingga 2,5 sampai 3 kali lipat. Kemenkes optimis kapasitas produksi perusahaan farmasi Indonesia masih bisa memenuhi peningkatan permintaan hingga 3 kali lipat. Cakupan obat publik yang dibeli pemerintah saat ini baru menjangkau 95 juta orang, sisanya masyarakat membayar sendiri. Dengan berlakunya BPJS kesehatan di 2014, kebutuhannya bisa untuk memenuhi sekitar 240 juta orang.
Saat ini, industri farmasi saling berlomba untuk membuat obat generik dan memasukan produk mereka dalam Daftar dan Plafon Harga Obat (DPHO).
Potensi pertumbuhan pasar obat generik dan alkes diperkirakan mencapai Rp 9,2 triliun seiring peningkatan permintaan dengan adanya program SJSN. Berdasarkan data International Marketing Services (IMS) Health, Indofarma memimpin pasar obat generik nasional dengan pangsa 17,59% dengan nilai penjualan sebesar Rp 521,5 miliar di 2011. PT Kimia Farma Tbk (KAEF), emiten farmasi milik negara, menguasai 14% pasar obat generik nasional dengan penjualan sebesar Rp 416,7 miliar, kemudian PT Hexpharm Jaya dengan pangsa pasar 14%. Nilai pasar obat generik nasional di 2011 mencapai Rp 2,96 triliun, atau 11,8% dari total pasar obat resep nasional sebesar Rp 25 triliun.
PT Kimia Farma Tbk (KAEF) dan PT Indofarma Tbk (INAF), dua emiten farmasi milik negara, berencana memproduksi obat baru untuk mengantisipasi penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Produksi obat baru untuk memenuhi peningkatan permintaan seiring penerapan SJSN di 2014. Kimia Farma akan memproduksi dan memasarkan 11 item obat kanker. Sedangkan Indofarma akan memproduksi 15 item obat baru. PT Indofarma Tbk juga akan meningkatkan kapasitas produksi obat generik hingga mencapai 6,9 miliar tablet pertahun pada akhir 2013, naik 200% dibanding kapasitas produksi saat ini 2,3 miliar tablet pertahun.
PT Dexa Medica akan meningkatkan kapasitas produksi dari 1,5 miliar tablet obat generik menjadi 2 miliar tablet untuk memnuhi pertumbahan di 2014. Saat ini, Dexa Medica menguasai 19% pasar obat generik nasional.
PT Kalbe Farma Tbk memproyeksikan pertumbuhan penjualan obat generik perusahaan tumbuh di atas 20-25% seiring penerapan SJSN di 2014. Kalbe Farma telah menyelesaikan pembangunan pabrik baru obat generik yang menelan investasi sebesar Rp 150 miliar. Meskipun kontribusi penjualan obat generik dari Kalbe Farma hanya memberi kontribusi 2-3% terhadap penjualan Kalbe Farma, tetapi Kalbe Farma akan serius untuk membidik pasar obat generik.
Ternyata, banyak Pemilik Modal Asing (PMA) juga melirik peluang SJSN ini, salah satunya adalah PT Pfizer Indonesia. Pfizer Indonesia, produsen farmasi asing asal Amerika Serikat, membangun pabrik baru untuk memproduksi obat generik dengan menelan investasi senilai US$ 3 juta di Bogor, Jawa Barat. Dengan pabrik baru itu, kapasitas produksi perusahaan akan meningkat 50% menjadi 300 juta tablet per tahun dari sebelumnya 200 juta tablet per tahun.(*/berbagai sumber)
source:agan uchis
sumber:the lounge
Diubah oleh bambanghartomo 09-01-2014 03:50
0
10.5K
Kutip
54
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan