aniesdayAvatar border
TS
aniesday
Antara Pentol Dan Pinangan

Satu tulisan berkategori fiksi telah diposting perempuan penyuka sastra di di Kaskus kemarin. Ada sedikit kisah nyata dituangkan di dalamnya.
Banyak yang bertanya padanya. " Apakah itu nyata?"

Kaskus bagi perempuan penyuka sastra itu adalah tempatnya belajar menulis. Apa saja bisa dia tuliskan di sana. Dari ulasan Kesehatan, kuliner, esai humaniora, berita berita viral hingga yang paling sering memang kategori poetry. Atau Story From The Heart.

Dia memang sedang belajar menulis puisi, menulis prosa, menulis cerpen dan novel pula. Untuk tulisan non fiksi dia menyajikan berdasarkan pandangan mata serta data yang telah dia baca. Sedangkan untuk fiksi, seringkali dia menyaru, berperan, menjadi seseorang seperti beberapa temannya yang sering curhat pada perempuan itu.

Kaskus dan kehidupan nyata seolah telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan nyata. Kehangatan, hubungan dekat terbangun dari pergaulannya dengan beberapa penulis di Kaskus.

Quote:




Dia menulis dengan tokoh tanpa nama, supaya tak menuai prasangka, maunya meminimkan gugatan akibat penggunaan nama. Berusaha merasuki tulisan, itu yang dia lakukan. Tiap tulisannya mengalir, seolah yang ditulis adalah kisah nyata, kisahnya sendiri.

Sering kali dia harus menjelaskan bahwa itu hanya fiksi. Kalau diterima seolah nyata ya tidak apa-apa, karena bisa jadi kisah fiksi adalah nyata. Tetapi karena statusnya yang single, hidup tanpa pasangan maka sebuah karya fiksi yang menceritakan ada kisah cinta dari tokohnya bisa menjadi perbincangan menghebohkan.

Seperti karya fiksinya Pertarungan Melawan Tulisan. Tak hanya di kolom komentar, chat pribadi bertubi mendatangi, klarifikasi.

" Apa betul mbak dibegitukan?"

" Wah selamat ya, sudah ada yang mendekati. Kelanjutannya bagaimana?"

" Apa sudah ada nama lelaki lain dalam kehidupanmu?"

Tersenyum perempuan penyuka sastra membaca beberapa chat itu. Jawaban singkat selalu dia berikan mengiringi emo senyum dan tawa lebar. " Nggak ada, itu cuma fiksi saja."

Bila masih lanjut bertanya, dia paparkan dalam obrolan, dia menyangkal dengan menjelaskan tentang tokoh, tentang latar belakang dia menuliskan ceritanya.

Satu chat minta video call yang meresahkan masuk. Seorang sahabat lelakinya. Dia mengungkapan. "Ada yang marah, kau harus klarifikasi tulisanmu!"

" Ha? Apa salahku?" Tanya perempuan penyuka sastra itu.

" Dia pikir aku sudah membuat tulisan dengan kata-kata vulgar padamu."

" Waduh, segitu hebohnya. Aku kan tak menulis nama siapapun jadi tokoh pemeran utama di sana." Sanggah perempuan penyuka sastra itu sambil tergelak.

Lucu, itu yang dirasakan perempuan itu. Bagaimana bisa karya fiksi dianggap serius, sampai ditanggapi serius pula.

" Itu buatmu, tapi buatnya tidak. Tolong dong klarifikasi, jelaskan padanya, bahwa aku tidak melakukan itu padamu. Tidak ada apa apa diantara kita."

" Beneran nih? Kita tidak ada apa apa? Gak nyesel?" Goda perempuan itu pada lelaki sahabatnya yang minta klarifikasi itu.

" Ya, setidaknya, aku kan tidak bersikap kurang ajar, mengirim tulisan dengan kata-kata vulgar padamu."

" Emang dia siapanya kakak?"

" Ibuku, dia marah padaku."

" Lha kok jadi ibu yang marah? Emang dia baca tulisan aku?"

" Ya iyalah, kan dia sering mengamati kita. Termasuk yang kutulis dan yang kau tulis."

" Trus mau kakak apa?" Perempuan itu bertanya tanpa rasa bersalah.

" Ya kau jelaskanlah pada ibu, bahwa aku tak pernah berbuat kurang ajar padamu."

Sebetulnya ingin tertawa keras perempuan itu mendapati lelaki sahabat penulisnya itu sampai memohon. Namun tawanya ditahan. Dia berusaha tenang, berusaha merasakan apa yang terjadi pada lelaki itu.

" Baiklah, katakan, bagaimana aku harus buat klarifikasi?"

" Kita temui ibu ya, lalu katakan padanya, bahwa aku tidak pernah kurang ajar padamu itu cuma cerita fiksi saja."

Perempuan penyuka sastra itu terdiam, apa iya dia harus menemui ibu sahabatnya itu untuk menjelaskan sebuah cerita fiksi? Terus terang dia segan bertemu perempuan lembut nan baik padanya itu. Namun demi menyenangkan sahabatnya jawaban iya diberikan.

" Wokeeh, siapa takut? Asal kakak mau traktir aku bakso kota semangkuk penuh, isi pentol doang. Gimana?"

" Iya iya, kubelikan nanti, doyan pentol amat sih, heran aku. Ada masalah serius gini sempat sempatnya mikirin pentol."

" Hidup itu dinikmati kakaak. Enjoy your live. Aku suka becanda, kalo kakak mo serius, ya silahkan saja, jangan ajak -ajak aku, haha."

" Okeh, Deal ya kalau gitu, kujemput kau nanti sore, sesudah asar."

" Boleh, boleh, tapi seperti biasa, aku bawa motor sendiri. Gowsah bawa mobil. Kita jalan sendiri sendiri saja. Biar gak makin menguatkan gossip tentang kita."

"Loh, ya gak bisa, nanti ibu malah curiga, disangka kau marah beneran. Jadi nanti sore kau kujemput pake mobil ya, hujan ini?" Pinta lelaki sahabat perempuan itu.

" Emh, baiklah, nanti sore lepas aku sholat asar ya?"

" Iya, jangan lupa, dandan yang cantik, aku akan baik-baik izin sama ibumu nanti."

" Ish, kayak mau ke mana aja, cuma mau ketemu ibu kakak doang kan?"

" Iya, tapi kali ini lain. Sore nanti aku mau minta izin kepada ibumu untuk membawa anak perempuannya bertemu calon mertuanya." Tetiba nada suara lelaki sahabatnya yang sedang video call itu berubah lembut, dengan tatap memohon.

" Apa ini pinangan?" Setengah bergumam perempuan itu menanggapi perkataan lelaki sahabatnya itu.

" Iya, aku meminangmu." Tegas lelaki setengah baya, yang telah menjadi sahabatnya menulis dan menemaninya kopdar dengan sesama kaskuser di kotanya selama beberapa bulan terakhir ini.

Lelaki itu bekerja di kantor penerbitan. Bujang lapuk. Begitu perempuan penyuka sastra itu sering mengoloknya. Dia hanya tertawa, baginya tak ada yang lebih penting dari kebahagiaan ibunya. Di usianya yang lewat 35 tahun dia belum menikah. Sibuk kerja, itu alasan utamanya, selain alasan mencari yang cocok dengan ibunya. Satu satunya wanita yang ada di rumahnya.

Perempuan itu tak berkutik. Senyap, tak terpikirkan lagi semangkuk pentol bakso yang dimintanya pada lelaki itu. Yang ada hanya memikirkan cara bagaimana mengatasi situasi ini. Dia terdiam. Sampai akhirnya lelaki itu menutup perbincangan.

" Sudah, jangan banyak mikir. Kujemput kau sore nanti. Jangan khawatir, kan kutraktir kau semangkuk bakso di tempat favoritmu."

Lenyap. Gambar lelaki itu tetiba hilang. Tak ada lagi video call dengannya.
Lalu, perempuan penyuka sastra itu mengambil gawai lagi. Dia tulis kisah ini. Baginya tak ada yang lebih membuat nyaman ketika sedang ada sesuatu yang berloncatan di pikiran selain membuat tulisan. Meski untuk kali ini dia tidak tahu. Akan jadi apa tulisannya nanti. Tanpa kerangka, mengalir saja.



Spoiler for Bersambung:


Next, Karena keasyikan menulis cerita tetiba adzan asar telah berkumandang, perempuan itu baru sadar apa yang akan terjadi padanya. ( Ikuti kisah berikutnya dalam lanjutan thread cerita bersambung ini )
Diubah oleh aniesday 02-04-2019 05:13
Ikrom.lestariAvatar border
hvzalfAvatar border
anasabilaAvatar border
anasabila dan 20 lainnya memberi reputasi
21
7.4K
248
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan