londo.046Avatar border
TS
londo.046
Cinta Harus Memiliki! Pergi! #SaatnyaMoveOn
Quote:

Nama ku Yusuf, panggilan ku Ucup. Remaja, yang baru saja menyelesaikan strata sarjana di sebuah universitas di Yogyakarta. Aku kembali ke kota kelahiran ku, Kudus untuk membangun imperiumbisnis yang sudah aku dambakan dan bangun sejak sekolah menengah dulu. Kuliner, itulah usaha yang aku pilih.

Aku sudah mempunyai dua warung, satu di Kudus dan satu di Yogya. Di Kudus, aku membuat warung dengan konsep anak muda banget. Mulai dari menunya yang kebarat-baratan, sampai adanya fasilitas penghantaran makanan. Sudah mirip dengan warung waralaba modern, bukan?

Di Yogya, aku mengembangkan angkringan. Angkringan modern lebih tepatnya. Orang tidak cuma bisa ngangkring, tapi juga bisa menikmati aneka fasilitas yang memang aku sediakan. Mulai dari televisi layar lebar, hingga Playstation. Khusus untuk PS, harus bayar tentu saja. Kalau gratisan, dari mana aku bisa dapat untung?

Aku punya pacar, kekasih, atau apalah sebutannya. Ajeng namanya. Kita sudah dekat dari SMA kelas 1. Dari teman, menjadi sahabat, naik pangkat jadi cinta. Mainstream banget ya? Tapi itulah kenyataannya. Tapi jangan salah, hubungan kami tak se-mainstream yang remaja lain alami. Entah sudah berapa kali kami putus, lalu nyambung lagi. Entah berapa kali, aku galau karena Ajeng.

Anehnya, meskipun Kita sering putus-nyambung, hubungan kita awet sampai aku dan Ajeng lulus kuliah. Kita sama-sama kuliah di Yogya. Aku di Bulaksumur, dia di Karangmalang. Saat kuliah, kebiasaan putus nyambung masih berlanjut. Hanya saja, di semester tujuh, delapan, dan sembilan, ketika kita sama-sama sibuk KKN, KP (aku), PPL (Ajeng), dan skripsi kita tidak lagi melakukan kebiasaan putus-sambung itu.

Nampaknya kita mulai sadar, putus-nyambung hanya akan membebani pikiran kita yang sudah ruwet. Tahu sendiri kan betapa ruwetnya KKN? Betapa ribetnya ngurus KP, dan yang paling fenomenal, pusing, pening, keselnya bikin skripsi. Tiap malam begadang untuk mengajukan judul, itu pun harus revisi berkali-kali. Bikin proposal, sama saja, banyak revisinya. Belum masuk ke pembahasan inti, ah rasanya malas meski hanya untuk mengingatnya.

Setelah lulus, kami sama-sama pulang kampung. Aku, dengan sejuta ide baru untuk membangun bisnis kuliner idaman ku. Sementara Ajeng menjadi guru honorer di salah satu SMP di Kudus. Katanya sementara saja, sambil menunggu seleksi pengangkatan PNS. Aku tidak masalah soal itu. Buat ku, wanita itu tidak wajib bekerja. Kalau mereka bisa kerja, aku anggap wanita itu istimewa.

Sebulan ke belakang, aku mulai merasakan sesuatu yang aneh pada Ajeng. Dia nampak cuek kepada ku. Sms, hanya untuk mebalas pesan masuk dari ku. Menelpon? Nyaris tak pernah. Apalagi missed call. Dulu, dalam satu jam, minimal ada lima kali missed call dari dia, tapi sekarang tidak. Ada apa? Aku belum berani bertanya langsung kepada dia. Aku hanya berspekulasi, bahwa dia sedang larut dengan kesibukannya mengajar.

Siang itu aku baru saja membuat sirloin steak untuk pelanggan. Aku sedang sela hari itu, makanya aku putuskan turun ke dapur untuk membuang jenuh. Baru saja aku duduk di sudut warung, saat teman ku datang. Sebagai teman yang baik, aku pun menyapanya.

Quote:

Dia sudah berbohong! Bukan Arief, tapi Ajeng! Arief itu kalau bicara blak-blakan. Dia sangat anti dengan kebohongan. Diajak untuk berbohong demi "kebaikan"  saja dia tidak mau, apalagi sengaja menciptakan kebohongan yang tidak jelas tujuannya. Sesuatu yang tidak akan dia lakukan.

Mengapa aku bilang Ajeng bohong? Hari itu (sabtu), sebenarnya aku ingin mengajaknya ke toko emas. Sebagai laki-laki yang sudah memasuki usia 20-an tahun, mulai memikirkan pernikahan adalah hal biasa. Dan mengajaknya ke toko emas, adalah bagian dari rencana panjang ku untuk masa depan. Kebetulan aku sedang memegang uang, hasil dari omzet usaha ku yang mulai meningkat belakangan. Aku ingin membelikan dia perhiasan, untuk mahar dan untuk dia.

Yang untuk dia, mungkin bisa dia jual untuk keperluan menjelang pernikahan. Tahu sendiri, biaya pernikahan itu tidak murah. Tapi, Ajeng mengelak saat itu. Dia bilang, ada acara dengan Guru-Guru lain yang tidak bisa dia tinggalkan. Dia menjanjikan aku sabtu depan. Namun, setelah mendengar informasi dari Arief aku ragu. Apakah sabtu depan dia bisa melegakan waktu untuk ku?

Aku lanjutkan ngobrol dengan Arief. Sebisa mungkin, aku menjauhkan topik bahasan dari Ajeng. Biarlah keraguan ini aku simpan sendiri dalam hati. Aku ingin melihat, ada apa sabtu depan. Jika memang dia kembali menolak, apapun alasannya. Bisa aku simpulkan, memang ada apa-apa dengan dia.

Hari berjalan, dan perbedaan itu semakin nyata aku rasakan. Ajeng tidak sehangat dulu lagi. Aku tetap mencoba untuk berfikir positif, dia sedang sibuk dengan urusannya. Sampai hari sabtu pun tiba. Pagi-pagi, aku sudah siapkan dana, untuk berbelanja bersamanya, sesuai dengan rencana semula. Tapi, sebuah pesan singkat, memupuskan itu semua.

Quote:

Sengaja aku membalas smsnya pendek-pendek berharap dia peka. Iya, peka kalau aku kecewa. Paling tidak, dia menelpon atau sekedar memberi penjelasan gitu lah, tapi hal itu tidak aku dapatkan. Di sini, aku mulai berfikir ada yang tidak beres dengan dia. Aku harus mencari tahu ada apa dibalik ini semua.

Quote:

Tidak ada balasan lagi. Permintaan maaf? Tidak ada! Aku jadi semakin yakin, ada apa-apa antara Ajeng dengan laki-laki yang Arief lihat bersama dia minggu lalu. Sebuah fakta dan kenyataan yang sangat menyakitkan untuk ku. Mengapa dia tega seperti itu? Setelah sekian lama terukir banyak cerita antara aku dan dia. Lupakah dia dengan hari-hari yang sudah dia lewati bersama? Aku mulai mikir jelek tentang dia.

Ini bukan cinta! Cintanya sudah pergi! Jika masih ada cinta, dia tidak akan menyakiti! Sakit yang semakin diperparah dengan kemunafikan yang dia buat. Sempat terlintas untuk mencari tahu dan menghajar laki-laki yang sudah merebut Ajeng dari pelukan ku. Namun aku sadar, jangan-jangan dia tidak bersalah. Jangan-jangan Ajeng-lah penjahatnya. Laki-laki kalau tidak diizinkan masuk ke dalam hati, aku kira tidak akan berani bermain hati.

Malam itu aku bebas. Agenda dengan anak-anak? Itu hanya omong kosong ku saja tadi. Aku bulatkan langkah ku untuk menuju rumahnya Ajeng. Baik, atau buruk akan aku selesaikan malam ini juga. Aku sudah tidak bisa main-main di usia ku saat ini. Jika dia mau diajak bekerja sama membangun rumah tangga, mari lanjutkan. Tapi jika tidak, bicaralah agar semua tidak menjadi abu-abu. Laki-laki harus tegas!

Aku menuju rumah Ajeng dengan perasaan yang tidak menentu. Sangat berbeda dengan malam-malam minggu terdahulu. Biasanya, aku ke sini dengan hati gembira, senyum lebar, dan perasaan adem. Ketika aku sampai di depan rumahnya, ada sebuah SUV sejuta umat yang tidak aku kenal terparkir di depan sana. Dengan sangat terpaksa, aku parkirkan Civic item doff ku, di depan rumah tetangganya.

Jantung ku berdegup kencang, emosi ku pun memuncak saat melihat Ajeng tengah bercengkrama dengan seorang laki-laki. Itu bukan cara bercakap-cakap seorang wanita dengan teman laki-lakinya. Apakah wajar, wanita menggenggam tangan laki-laki saat sedang berbicara? Sedangkan laki-laki itu bukan siapa-siapanya?

Perlahan aku mengendap masuk ke halaman rumah nya. Aku terbantu dengan Jeep milik Bapak nya yang terparkir di carport. Kehadiran ku, seolah tidak diketahui oleh mereka yang bercakap-cakap di kursi teras. Seolah-olah, aku tiba-tiba muncul di hadapan mereka. Bisa aku lihat raut wajah kaget yang Ajeng nampakkan.

Quote:

Aku berjalan menuju mobil yang aku parkirkan di depan rumah tetangganya. Aku tertegun sejenak mengenang peristiwa yang baru saja aku alami. Aku mencoba meyakinkan diri ku, inilah yang terbaik. Life must go on.Saat aku menyalakan mobil ku, Bapaknya berdiri di depan mobil, dan menghalangi ku. Tabrak? Jelas tidak. Aku matikan mesinnya. Dulu aku datang ke sini baik-baik, sekarang pun aku akan pergi dengan baik-baik juga.

Quote:

Sakit hati? Sangat. Aku bahkan limbung tidak tahu harus bagaimana dalam beberapa hari. Tapi setelah akal sehat ku kembali, aku pun sadar jika Tuhan sangat sayang kepada ku. Aku dijauhkan dari wanita yang sangat pandai bermain drama. Apa yang aku dengar dari Bapaknya, dan apa yang aku alami, semuanya saling bertolak belakang. Apa yang bisa aku harapkan dari wanita yang suka memutar balikkan cerita seperti itu?

Tapi sudahlah, apapun yang menimpa ku tak lepas dari perbuatan ku sendiri. Aku percaya hukum sebab-akibat, tanam-tuai dan memberi-menerima. Aku mencoba untuk berdamai dengan hati ku. Aku mencoba untuk memaafkannya, meskipun itu sulit. Aku menghindar, saat dia dan calon suaminya mengantarkan undangan pernikahan mereka ke rumah.

Puncaknya, aku tidak datang di pesta pernikahan mereka. Tujuh tahun bukan waktu yang singkat. Selama itulah hari-hari ku terisi dengan senyum, tawa, ceria, bahkan juga air mata. Susah-senang sudah kita lewat bersama-sama, meski berujung nestapa. Aku tidak cukup kuat untuk menghadiri penikahan mantan ku. Tapi aku sanggup, memaafkan dan mendoakan yang terbaik untuk hidup Ajeng bersama suaminya.

Quote:

Aku membuang semua yang berhubungan dengan dia. Aku serahkan semua pemberian dia kepada yang lebih membutuhkan. HP, CD music, sampai dengan baju dan jaket, aku hibahkan kepada orang lain. Kejam kah aku? Silahkan menilai sesuka hati, aku hanya ingin membuang kenangan tentang dia yang memilih pergi. Akan aku lanjutkan hidup ku dengan orang yang mau menerima ku.

Quote:

Ehm, aku masih muda, aku masih bisa meraih segalanya. Bahkan, sedikit gombalan ku pun bisa menaklukkan wanita. Jadi apa alasan ku larut dalam nestapa karena kepergiannya?
RideatInFinemAvatar border
someshitnessAvatar border
Gimi96Avatar border
Gimi96 dan 44 lainnya memberi reputasi
45
26.1K
159
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan