MRT Jakarta yang sudah mulai beroperasi efektif sejak 1 April 2019 membawa angin segar bagi para pengguna transportasi umum di Jakarta. Rata-rata pengguna MRT Jakarta mencapai 82.000 penumpang per hari. Tahap 1 proyek pembangunan MRT Jakarta ini baru melayani rute Lebak Bulus - Bundaran HI dengan tarif awal Rp3.000 dan bertambah Rp1.000 di setiap stasiunnya. Sehingga jika ditotal, untuk mencapai Stasiun Bundaran HI dari Lebak Bulus, agan harus membayar sebesar Rp14.000.

Sedangkan untuk waktu tempuh yang dibutuhkan adalah sekitar 30 menit dengan pemberhentian tiap stasiunnya hanya 1 menit! Jarak antar kereta pun hanya 10 menit untuk jam normal, dan 5 menit untuk jam sibuk. Proyek ini pun belum akan berhenti begitu saja karena tahap 2 pun saat ini sedang dikerjakan untuk rute Bundaran HI - Kota dan jika berjalan lancar, diharapkan selesai pada tahun 2024

Dengan segala kemudahan dan kelebihan yang ditawarkan, maka wajar rasanya jika daerah lain pun tergiur untuk mengikuti jejak MRT Jakarta, salah satunya Tangerang Selatan. Sebenarnya rencana ini sudah ada bahkan sebelum MRT Jakarta diresmikan dan beroperasi, dan didukung penuh oleh Wali Kota Tangerang Selatan, Airin Rachmi Diany.

Saat ini rencana pembangunan MRT jalur Tangsel sudah mencapai tahap studi kelayakan dan hasilnya akan kita ketahui paling lambat pada akhir tahun ini. Jalur yang rencananya akan dilewati adalah dari Lebak Bulus - UMJ - UIN - Pasar Ciputat - Pustekkom - Pondok Cabe - Pamulang Barat -  Pondok Benda - Babakan - Puspitek - Rawa Buntu.



Jika melihat dari jalur yang akan dilewati, maka warga Tangsel khususnya Ciputat dan Pamulang patut bersyukur karena itu artinya memudahkan dan memangkas waktu tempuh yang dibutuhkan untuk mencapai Jakarta.

Namun yang menjadi pertanyaan besar adalah, apakah efektif?

Data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta tahun 2014 menunjukkan, 1,3 juta orang lebih datang ke Jakarta tiap harinya untuk bekerja Mereka berasal dari kota-kota satelit Jakarta seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Predikat kota pinggiran dengan buruh terbanyak ke ibu kota tiap harinya dipegang Bekasi sebesar 14,80 persen, Depok 11,69 persen, dan Tangerang Selatan sebesar 8,68 persen.

Dengan persentase yang tidak begitu besar, dikhawatirkan MRT Tangsel akan merugi. Apalagi angka tersebut belum dikurangi oleh warga Bintaro yang tidak dilewati oleh MRT, maka persentasenya bisa lebih kecil lagi. Tetapi angka tersebut adalah untuk 5 tahun lalu, dan ane belum menemukan data terbaru.

Masalah selanjutnya adalah soal tarif. Relakah agan rela mengeluarkan uang besar hanya untuk ongkos? Dengan hitungan, jika untuk mencapai Bundaran HI dari Lebak Bulus membutuhkan uang sebesar Rp14.000, dan bolak balik mencapai Rp28.000. Maka berapakah ongkos yang harus dikeluarkan jika agan menaiki MRT dari Rawabuntu hingga Bundaran HI? Mungkin bisa Rp20.000 atau lebih. Belum lagi ongkos menuju stasiun terdekat menggunakan ojek online atau angkot. Atau ongkos parkir jika menggunakan motor atau mobil pribadi.

Sebagai pengguna motor harian dengan jalur Pamulang - Kuningan, ane harus mengeluarkan uang sebesar Rp35.000 untuk 3 hari dan menggunakan bensin Shell Super. Berarti per hari ane kurang lebih mengeluarkan Rp11.500 untuk ongkos. Jika nantinya MRT jadi melewati Tangsel, rasanya ane akan tetap menggunakan motor untuk transportasi harian, dan mungkin agan sista lain juga berpikiran sama seperti ane.

Tetapi hal di atas mungkin tidak berlaku untuk para pengguna mobil yang bisa jadi MRT akan lebih murah dibanding harga yang harus dibayar untuk bensin, tol, dan kesehatan mental karena menghadapi macet tiap harinya.



Dengan semua kekhawatiran ane di atas, rasanya ane masih ragu jika nantinya MRT Tangsel akan efektif. Tetapi semoga saja hasil studi kelayakan, dan nantinya keadaan aktual di lapangan akan mematahkan rasa skeptis ane.

Menurut agan sista yang tinggal di Tangsel apakah akan efektif MRT ini?

sumber: dirangkum dari berbagai sumber