blanccasseAvatar border
TS
blanccasse
Menarik Pelajaran dari Cara Anies Baswedan Menanggapi Gugatan
Halo kaskuser sekalian, jumpa lagi dengan blanccasse. Kali ini blanccasse akan menulis tentang menarik pelajaran cara Anies Baswedan menanggapi tuntutan.


 

Beberapa waktu lalu sejumlah pihak menggugat, salah satunya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, akibat polusi asap di ibukota. Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) mendaftarkan gugatan intervensi terhadap Gubernur DKI Anies Baswedan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena dianggap tidak berupaya keras untuk mengatasi polusi udara di ibu kota.

Bukan si penggugat, isi gugatan, dan ancamannya jika tidak dikabulkan, namun blanccasse menyoroti sikap Anies. Anies menerbitkan Instruksi Gubernur DKI Jakarta No. 66 tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara.Ia meminta Dinas Perhubungan DKI Jakarta untuk membatasi angkutan umum di tahun 2019 dan kendaraan pribadi yang berusia lebih dari 10 tahun di tahun 2025.

 

BUKAN HUTAN YANG TERBAKAR

 

Menarik untuk disimpulkan bahwa polusi udara di Jakarta bukan disebabkan oleh kabut asap dari kebakaran hutan. Jumlah hutan, atau setidaknya kumpulan pohon atau semak, yang terbakar di Jakarta bisa dianggap tidak ada. Tidak ada di sini maksudnya tidak signifikan untuk menimbulkan asap kebakaran yang mengganggu. Lagipula, kabut asap yang selama ini menimpa saudara kita di Sumatera dan Kalimantan dipengaruhi faktor geografis berupa tanah gambut yang memudahkan muncul asap. Di Jakarta, hal itu tidak ada. Balai Besar

Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian dan Balai Penelitian Tanah pada tahun 2011 memperkirakan ada sekitar 14,9 juta hektar lahan gambut. Dari 14,9 juta hektar, 6,4 juta hektar (43%) terletak di Pulau Sumatera, 4,8 juta (32%) terletak di Pulau Kalimantan, dan 3,7 juta hektar (25%) di Pulau Papua.

Polusi asap rumah tanggapun sulit untuk dikambinghitamkan. Bisa dikatakan hampir semua rumah tangga di Jakarta menggunakan elpiji sebagai bahan bakar memasak. Hampir sudah tidak ada lagi minyak tanah, arang, dan kayu bakar. Jumlah pohon di setiap halaman rumah penduduk Jakartapun tidak sebanyak di desa. Ini membuat tidak banyak sampah dedaunan yang dibakar penduduk Jakarta.

 

ASAP KENDARAAN

 

Anies Baswedan sudah menjawabnya, asap kendaraan. Spesifiknya, menurutnya, asap kendaraan yang sudah berumur. Entah usia kendaraan yang menurunkan kinerja mesin sehingga meningkatkan polusi, atau kendaraan produksi yang ketika itu kurang canggih sehingga asapnya banyak. Yang jelas, jawaban Anies bahwa asap kendaraan berkontribusi terhadap polusi udara Jakarta memang tidak bisa dibantah.  Selain akan memperluas wilayah ganjil-genap, Anies menanggapi gugatan dengan akan membatasi usia kendaraan di Jakarta 10 tahun. Kendaraan pribadi dan umum.

 

KITA BELUM SIAP

 

Wacana bahwa usia kendaraan di Jakarta maksimal 10 tahun memberi dampak. Pertama, harga mobil bekas anjlok. Dulu, jika mobil usia 9 tahun dijual, pembelinya dapat menggunakannya seumur hidup. Kini hanya setahun. Tentu calon pembeli memilih beli mobil baru atau tidak membeli mobil sama sekali. Jika membeli mobil bekas, ia tidak mau mengeluarkan banyak uang sehingga harga mobil bekas anjlok. Pemilik mobilpun disusahkan dengan mobilnya yang sebentar lagi menjadi bangkai. Upaya dijual pun sulit laku. Jika dijual ke luar Jakarta yang tidak memiliki aturan ini, harga tetap turun karena daya tawar melemah. Pengelola angkutan umum (swasta dan BUMN) pun memiliki daya tawar lebih kuat untuk menaikkan tarif angkutan umum.

 

Kedua, tanpa daya tawar menguatpun, tarif angkutan umum tetap akan naik. Kendaraan umum juga terdampak peraturan ini. Misalnya, sebuah kendaraan umum bisa dipakai untuk mendapat keuntungan sebesar x rupiah selama umur ekonomisnya (hingga 35 tahun) lalu dijual murah. Kini, kendaraan itu harus bisa menghasilkan x rupiah hanya dalam 10 tahun, lalu berharap bisa dijual bekas. Caranya tentu dengan menaikkan tarif penumpang.

 

Tentu masih ada dampak lain. Di media, sejumlah warga Jakarta pun menolak dengan berbagai alasan. Namun 2 hal itulah yang menjadi pembahasan blanccasse selanjutnya.

 

Intinya, ada gugatan tentang polusi udara di Jakarta. Bukan disebabkan kebakaran hutan/gambut seperti di Sumatera dan Kalimantan. Penyebab signifikannya adalah asap kendaraan. Maka wajar jika solusinya adalah pengendalian volume kendaraan di Jakarta.

 

MENOLERANSI, BUKANNYA SOK

 

Orang kaya makan daging, orang kurang kaya makan tempe tahu. Orang kaya makan 3 kali sehari, orang kurang kaya makan 2 kali sehari. Orang kaya mengendarai mobil, orang kurang kaya mengendarai sepedamotor. Orang kaya membeli pertamax plus, orang kurang kaya membeli premium. Orang kaya menumpangi pesawat, orang kurang kaya menumpangi bus ekonomi. Ada batas toleransi yang diubah. Memang ada konsekuensi dari semua itu, seperti kenyamanan, waktu, kesehatan. Namun keadaan ekonomi membuat semuanya dimungkinkan terjadi. Toh orang yang makan 2 kali sehari tetap mampu berkarya secara wajar (tidak sampai sakit). Lebih dari 10 tahun lalu, tak jarang seorang fresh graduate makan sekali sehari.

 

Melihat protes terhadap kebijakan Anies, blanccasse menyimpulkan kita masih tergolong belum mampu. Maka ubahlah juga batas toleransi kita terhadap berbagai hal. Memang, tidak semua dapat ditoleransi, namun tentu ada hal-hal yang bisa, seperti di paragraf sebelumnya. Mungkin ada yang bertanya, apakah asap kendaraan bisa ditoleransi? Ada banyak orang menghabiskan waktu di terminal yang penuh asap kendaraan berat seperti supir, kondektur, petugas terminal, pedagang, dan penumpang. Ada jutaan orang tinggal di tepi jalan raya seperti pantura yang mungkin populasi kendaraan beratnya lebih besar dari kendaraan kecil. Bisa dikatakan mereka sehat dan kebanyakan tidak mengenakan masker.

 

Mungkin ada yang berkata, polusi itu tetap saja mengganggu. Betul, nyatanya pemilik rumah di pinggir pantura menyapu lantai lebih sering dan mungkin tidak menjemur pakaian di depan rumah. Tetapi mereka juga tidak menggugat atau pindah rumah. Barangkali mereka juga memiliki kendaraan tua yang asapnya mulai tebal. Barangkali mereka hanya mampu membeli premium.

 

Mungkin ada yang membantah, orang dewasa sanggup menoleransi, tetapi anak kecil tidak. Orang yang kurang mampu mudik beserta anak balitanya juga menggunakan bus di terminal yang penuh polusi. Atau bahkan mereka mudik dengan sepedamotor menerjang polusi sepanjang jalan. Mereka tidak meninggalkan balitanya di kota tetapi membawa si kecil sembari mengenakannya masker. Mereka menoleransinya.

 

Mungkin ada yang mengatakan, jika bertoleransi, kita tidak akan maju. Bukan bertoleransi selamanya, tapi tunggulah kita semua telah mapan. Banyaknya protes, juga contoh yang telah blanccasse sampaikan sebelumnya, mengindikasikan kebanyakan dari kita belum cukup kaya untuk memiliki mobil selama 10 tahun. Setelah mapan, pemudik akan menggunakan pesawat sehingga terbebas dari polusi asap kendaraan. Ketika masyarakat dan negara sudah mapan, kalaupun mudik menggunakan bus, semua angkutan darat sudah cukup bersih dari polusi asap.

 

Mungkin ada yang mengatakan, asap pabriklah penyebabnya. Betul, asap pabrik perlu diawasi, namun asap kendaraan juga. Mungkin ada yang mengatakan, kualitas bensin dan bukan kendaraannya yang menjadi masalah. Betul, namun protes yang sama akan terjadi saat Anies mewajibkan semua kendaraan diisi BBM pertamax.

 

Jadi, dalam keterbatasan, banyak hal seyogianya ditoleransi. Barulah setelah mapan, silakan standard hidup ditingkatkan.

 

Demikianlah tulisan singkat dari blanccasse, silakan kirim komentar, kritik, dan sarannya. Semoga Kaskus semakin jaya dan kaskuser sehat selalu.

 

Spoiler for sumber:

Diubah oleh blanccasse 08-10-2019 22:04
legion1989Avatar border
legion1989 memberi reputasi
1
1.5K
27
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan