morgianasanAvatar border
TS
morgianasan
[CERPEN] Nisan Bercerita - bagian 2
Spoiler for Cerita Sebelumnya::


Bagian pertama bisa dibaca di [CERPEN] Nisan Bercerita - bagian 1




Di Kota lain.....


"Di, nanti aku dijemput papaku jam 9. Jadi, aku mau langsung pulang" 

"Hmm, oke Mon"

Diana akhirnya sendiri setelah Monica satu-satunya sahabat perempuannya di kantor pamit pulang. Ia masih betah di café anonim yang letaknya tidak jauh dari kantor.

Beberapa kali ia melihat lampu perumahan dari ketinggian. Letak café yang berada di

puncak, membuat Diana dengan bebas memanjakan matanya melihat karunia Tuhan

yang Mahabesar itu.

Setelah Monica pergi, ia menghitung satu persatu bintang sambil beberapa bulir air mata terbentuk di pelupuk matanya.

Pa, kalau saja papa di sini, aku wanita beruntung yang memiliki banyak kebahagiaan dengan cara yang cuma-cuma. Aku mencintaimu, Pa. Aku sangat mencintaimu. Aku ingin seperti wanita lain yang mengajak ayahnya ke restoran kesukaan ayahnya, memesan menu istimewa, mengantar ayahnya ke gereja atau menemani ayahnya ke kolam renang setiap hari kamis. Aku ingin menikmati hari dengan cara bahagia itu. Ingin sekali, Paa.

Dian berhenti menulis ketika seorang pelayan restoran menyapanya,

"Halo, mbak"

"Iya?"

"Restorannya akan ditutup"

"Okay"

Ia berdiri. Beberapa tangga ia pijaki. Sebelum tangga terakhir, handphonenya berbunyi. Tertulis di sana *Papa*

Ia segera menemukan tombol untuk mematikan bunyi tersebut sebelum menggangu tukang parkir yang menunggunya memberikan selembar dua ribuan.

Masih saja berdering. Dian merasa terganggu dan menemukan tombol untuk menjawab siapa pun yang akan berbicara dari sana.

"Halo, selamat malam"

"Selamat malam, Dian. Ini adalah mode otomatis handphonemu. Hari ini, tanggal 5

Agustus. Peringatan 6 tahun meninggal papamu. Terima kasih"

***

Pak Tua itu, masih saja terisak di pelukan istrinya. Pintu pun terbuka. Si sulung bersama istrinya dan kedua anaknya, serta anaknya yang kedua bersama suami dan kedua anaknya membawa masing-masing 2 lilin, menyalakan di atas nisannya. Mereka berdoa untuk keselamatan kedua orang tuanya yang sudah meninggal. Pak Tua itu bergumam kepada istrinya;

"Lihatlah, putri bungsu kita tidak ada. Aku sangat ingin memeluknya, aku ingin dia di sini bersama kita. Aku ingin mendengar ceritanya di sini. Ma, ia kapan pulang” teriaknya di pelukan istrinya

"Alam kita berbedaa. Kau hanya perlu di sini dan melihatnya ke sana sesekali. Ia mencintaimu. Ia merindukanmu. Hari ini ia menangis mengenangmu. Ia memilih jalan hidupnya sendiri. Percayalah setelah aku meninggalkanmu, kau telah mewarisi teladan yang baik kepadanya. Ia tumbuh menjadi gadis mandiri. Sudah, akan tiba harinya ia pulang membersihkan nisan kita. Sampai hari itu tiba" hibur istrinya.


****

Pak Tua. Ia meninggal 5 Agustus 2012. Setelah kepergiaannya, putrinya menelan banyak pil pahit kehidupan. Ia benar-benar sendirian. Ia lari dari rumah, menepi lalu akrab dengan sepi.

Beberapa kali ia iri kepada keadaan, kadang ia menyerah dan ingin lebih cepat menemui orang tuanya. Ia percaya bahwa ia sedang melalangbuana pada semesta yang diciptakan oleh Pencipta dengan penuh cinta sedangkan orang tuanya bahagia pada nirwana-Nya.

Dian, ia memilih menikmati dunia dengan caranya. Jauh dari kegaduhan rumahnya merebut harta orang tuanya, jauh dari sikap egois kedua kakaknya, jauh dari kekuasaan keluarganya pada dirinya. Dian, ia memilih merantau agar dunia yang mengekangnya tahu, kehidupan hanyalah sebuah pementasan yang sudah di atur sutradaranya. Manusia hanya perlu melakoninya dengan bijak, tanpa perlu terlalu banyak improvisasi seolah pementasan itu masih lama.


___________________________________________________________________________________

Quote:



/Yb

----- selesai -----


0
898
3
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan