Kita tentu sudah tahu bahwa Indonesia sedang memiliki problema didalam bidang olahraga. Problema yang pertama adalah tentang kerusuhan yang terjadi di Stadion Utama Gelora Bung Karno oleh suporter Timnas Indonesia ketika melawan Timnas Malaysia. Dan problema yang kedua adalah tentang pemberhentian audisi atlet badminton oleh PB Djarum. Dan pada kesempatan kali ini saya akan membahas tentang kedua problema tersebut.

Sepak bola dan suporter adalah dua unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam perjalanan sebuah bola Indonesia. Saat club mereka berlaga, secara alamiah sepak bola akan menjadi sia-sia jika penonton sepi dan tidak ada suporter di stadion. Oleh karena itu, secara alamiah pula suporter itu menautkan emosinya kepada club kesayangannya. Ketika sedang bertanding, suporter seperti menjadi sebuah kekuatan sebagai pemain ke-12. Namun ketika tidak sedang bertanding, suporter seperti menjadi objek industri. Suporter rentan terjebak dalam fanatisme dan mudah mencurahkan luapan emosi ketika club yang mereka sayangi menang atau pun kalah. Dan terkadang berakhir dengan tindakan anarkis. Dan memang terkadang suporter diperlukan untuk menunjang industri rivalitas. Namun bagaimana jika rivalitas suporter menjadi tidak terkontrol, sehingga menimbulkan permusuhan yang membawa banyak dampak kerugian bahkan sampai merenggut nyawa.

Sama seperti yang dialami oleh Indonesia pada hari kamis lalu tepatnya pada tanggal 5 September 2019. Dimana ketika Indonesia melawan Malaysia, suporter dari Indonesia memicu kerusuhan yang menyebabkan adanya tindakan anarkis seperti yang dilansir oleh tribunnews.com. Kejadian ini terjadi di Stadion Utama Gelora Bung Karno ketika berlangsungnya ajang kualifikasi Piala Dunia Qatar 2022. Yang sedikit membuat hal atau kejadian ini saya merasa sedikit malu adalah karena saat itu Timnas Indonesia sudah kalah terus suporternya rusuh lagi. Dimana saat itu hasil pertandingan menunjukkan score 2-3. Dimana Timnas Indonesia memperoleh score sebanyak 2 dan Timnas dari Malaysia memperoleh score sebanyak 3. Dan FAM (Asosiasi Sepak Bola Malaysia) akan melaporkan hal tersebut ke pihak FIFA seperti yang dilansir oleh CNN Indonesia.

Dan satu hal yang menimbulkan pertanyaan terbesar di dalam hati saya adalah tentang kenapa suporter Indonesia rusuh dengan Malaysia, sedangkan lima hari sesudah kejadian itu Indonesia bertanding lagi dengan Thailand namun tidak ada kerusuhan yang terjadi. Dan yang membuat aku sedikit heran adalah ketika melihat suporter Indonesia sedang asyik foto bersama suporter dari Thailand seperti yang dilansir oleh detik.com. Terlihat dengan jelas bahwa suporter Indonesia sedang berbaur dengan suporter Thailand. Ini juga terjadi di Stadion Utama Gelora Bung Karno pada tanggal 10 September 2019 yang lalu. Bukan bermaksud menyudutkan antar negara, hanya saja saya sedikit heran saja. Apa yang menyebabkan sehingga ketika Malaysia dengan Indonesia bertanding bisa menimbulkan kerusuhan. Menurut agan sista sendiri bagaimana?
Tolong berbagi dikolom komentar ya.

Dan kalau menurut saya seharusnya hal itu tidak patut untuk dilakukan. Karena kita sebagai warga Indonesia wajib untuk memiliki etika saling menghargai antar negara dan memiliki moral yang baik. Dan yang perlu diketahui juga bahwa setiap pertandingan itu selalu pasti ada yang namanya kemenangan dan kekalahan. Ya walaupun saat ini kita kalah, masih ada kesempatan dilain hari untuk kita bisa meraih kemenangan lagi. Semuanya tidak perlu diakhiri dengan tindakan yang mengakibatkan kerusuhan.

Kita tentu semua pasti tahu dengan sebuah tempat yang bernama Gor Bulutangkis Djarum jalan Kudus Jawa Tengah. Ya itu adalah milik dari PB Djarum sendiri. Dan kalian pasti tahu Gor Bulutangkis Djarum adalah sebuah tempat untuk :

Semua pemain-pemain baru akan selalu berlatih dan bertanding di tempat tersebut. Banyak hal yang dilakukan disana agar bisa dinyatan lulus dari audisi final tersebut.

Tidak mungkin bisa dipungkiri lagi bahwa tempat tersebut adalah sebuah tempat dimana kita bisa menemui banyak harapan disana. Walaupun pada kenyataannya terkadang harapan tidak sesuai keinginan, namun itu harus kita terima apa adanya. Ada yang berharap untuk bisa menonton audisi final. Ada yang berharap untuk bisa menang. Ada yang berharap anaknya bisa mengikuti final dan sebagainya.

Selain sebagai tempat sejuta harapan dan mimpi, tempat tersebut juga sebagai sebuah wadah tampungan air mata. Banyak sekali air mata yang tercurah disana. Baik itu air mata bahagia karena bisa meraih kemenangan. Dan ada juga air mata kegagalan karena dinyatakan tidak lulus dalam pertandingan. Ada juga air mata orang tua yang sedih ketika melihat anaknya tidak bisa mencapai apa yang mereka impikan.

Walaupun banyak hal yang bisa didapatkan di dalam Gor Bulutangkis Djarum milik dari PB Djarum untuk setiap tahunnya, namun itu tidak serta merta bisa didapatkan selamanya. Karena beberapa hari yang lalu, PB Djarum ingin mengakhiri aduisi atlet badminton ini pada tahun ini juga. Dia mengatakan bahwa audisi yang dilakukan saat ini adalah audisi terakhir dari PB Djarum tahun ini. Hal ini mereka lakukan dan tidak mau membuka audisi atlet badminton lagi tahun 2020, karena adanya tudingan dari KPAI atau Komisi Perlindungan Anak Indonesia tentang baju club yang anak-anak gunakan dalam bermain badminton adalah bertuliskan Djarum seperti yang dilansir oleh kompas.com. Dimana KPAI menganggap bahwa PB Djarum memanfaatkan anak-anak untuk mempromosikan merek Djarum yang identik dengan rokok. Dan hal ini bukan berarti juga KPAI tidak mendukung bakat anak-anak dalam bermain badminton. Hanya saja KPAI meminta agar mengurangi beberapa penggunaan brand Djarum dalam audisi. Oleh karena itu audisi diberhentikan untuk sementara waktu. Dan semoga saja untuk tahun berikutnya PB Djarum bisa membuka kembali audisi atlet badminton dengan konsep yang berbeda tanpa harus banyak mempergunakan brand lagi.