AboeyyAvatar border
TS
Aboeyy
[Love Letter 4] Buat Anakku yang Tak Dapat Kupeluk Dengan Raga


Rumahhufazh.or.id

Quote:


Desty, Anakku!

Salam dan doa ayah selalu menginginkan yang terbaik buat diri dan kehidupanmu. Sebagai seorang ayah, tiada kebahagiaan selain melihat atau mengetahui anak-anaknya hidup dalam kedamaian dan kesejahteraan.

Meski ayah tahu, bahwa andai Tuhan memberikan dunia ini dengan segala isinya kepadamu, pasti kau masih merasa ada yang kurang. Ya, masih ada yang kurang, yaitu kau hanya bisa merasakan kehangatan pelukan seorang ayah sampai kau berusia sekitar 2 tahun saja. Setelah itu, ayah pergi meninggalkanmu di Pulau Sumatra, karena harus kembali ke Kalimantan hingga saat ini.

Barangkali itulah yang membuatmu begitu marah kepada ayah, karena menganggap ayah tidak pernah menyayangimu, bahkan membuangmu di negeri orang.

Karena itulah, ketika kita dipertemukan oleh takdir melalui media sosial sekitar sebulan yang lalu, setelah kurang lebih 40 tahun terpisah, kau bukannya memeluk ayah dengan penuh kerinduan, sebagaimana keinginan ayah untuk mendekapmu dengan penuh penyesalan, kau justru mengamuk begitu melihat wajah ayah. Kau langsung berontak dan ingin pulang ke Jambi saat itu juga.

Keinginanmu tak dapat dicegah, sehingga hanya beberapa saat ayah sempat menatap wajahmu, dan tak ada satu kata pun yang sempat ayah sampaikan. Maka melalui surat inilah ingin ayah jelaskan semuanya. Mengapa ayah dan ibumu waktu itu tega meninggalkanmu di negeri seberang.
***
Banjarmasin pertengahan tahun 1978.

Saat itu, ayah dan ibumu, kakakmu dan kamu yang baru berusia 1 tahun, berangkat ke Pulau Sumatra, tepatnya di Kuala Tungkal, Jambi, untuk mencari penghidupan, mengingat betapa susahnya tinggal di Kalimantan sebagai buruh tani yang tak punya lahan persawahan sendiri. Di sana ada warga Banjarmasin yang katanya sudah sukses menjadi pedagang. Kepada dialah ayah datang dan berharap mendapat pekerjaan.

Memang, pada awalnya ayah dan ibumu bisa bekerja dengannya dan mendapat upah yang cukup, yah setidaknya terjamin untuk kita makan berempat sehari-hari. Ibumu bekerja menjaga kios di rumahnya sambil menjagamu dan kakakmu. Sedangkan ayah ditugaskan menjaga toko yang berada di pasar. Saat itu, ayah sangat berharap bisa mengumpulkan uang, sebagai modal usaha jika suatu saat nanti pulang ke Kalimantan.

Hampir satu tahun bekerja di sana, ternyata usaha majikan itu mulai merosot dan akhirnya bangkrut. Lalu ayah bekerja di sebuah toko kelontongan milik seorang warga setempat. Dan hanya beberapa bulan bekerja di sana, ayah mendapat kabar melalui sebuah surat bahwa nenekmu (ibu dari ayahmu) sakit, dan meminta ayah segera pulang ke Kalimantan.
***
Jambi, menjelang akhir tahun 1979.

Ayah memutuskan kita semua segera pulang. Namun ketika itu suhu badanmu agak panas dan mungkin terkena demam. Dengan alasan kesehatanmu, khawatir bertambah parah selama perjalanan hampir 4 hari di kapal, kami memutuskan untuk meninggalkanmu di sana. Majikan berjanji akan memelihara dan merawatmu selama kami pulang. Dan kami juga berjanji akan kembali lagi ke sana.

Karena itu, dengan berat hati, ketika kamu tertidur, kami berangkat pulang melalui Pelabuhan Jambi. Saat tiba di dermaga, tiba-tiba kakakmu berkata: “Bagaimana kalau adik bangun, lalu mencari abah dan mama?”


Pelabuhan Jambi (wartaekonomi.co.id)

Saat itu, ayah dan ibumu tak bisa berkata apa-apa. Bahkan ibumu terlihat seperti sedang menahan airmata. Dan ayah sendiri menghentakkan kaki dengan kuat di lantai dermaga, sebagai isyarat bahwa ayah harus menginjakkan kaki kembali di dermaga ini.

Sekuat-kuatnya ibumu menahan tangis, akhirnya pecah juga saat kapal perlahan meninggalkan pelabuhan. Bahkan airmatanya seolah tak bisa berhenti sampai kapal bersandar di Pelabuhan Trisakti Banjarmasin. Setiap tetes airmatanya itu adalah gumpalan awan kasih sayangnya terhadapmu.

Tiba di Banjarmasin, ayah langsung mengirim surat menanyakan kabarmu. Dan bersamaan dengan datangnya surat balasan yang mengabarkan bahwa kau baik-baik saja, nenekmu meninggal dunia.

Mengurus wafatnya nenekmu dan segala tetek bengeknya hingga 40 hari, membuat uang simpanan ayah semakin menipis, sampai akhirnya habis sama sekali, sehingga ayah dan ibumu tak bisa kembali ke Jambi dalam waktu dekat. Berharap dapat ke sana setelah 100 hari sambil mengumpulkan biaya, ternyata ibumu mulai sakit-sakitan. Dan beliau wafat tepat 10 hari setelah peringatan 100 hari wafatnya nenekmu.

Tentu ini menjadi pukulan yang teramat hebat bagi ayah, karena harus mengurus kakakmu seorang diri, di samping harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dan kata-kata terakhir ibumu yang diucapkannya adalah, “Desty, Desty!” “Iya, Mah! Aku berjanji akan menjemputnya suatu saat nanti!” sahut ayah menenangkannya.

Saat itu, ayah mengirim surat memberitahu keluarga yang merawatmu bahwa ibumu meninggal dunia, dan beberapa kali setelahnya. Tapi sampai saat ini tak ada satu pun yang mendapat balasan. Ayah tidak tahu sebabnya. Entah mereka pindah alamat, atau bagaimana. Sedangkan kehidupan ayah, jangankan untuk berangkat ke Jambi, untuk pergi dari rumah ke Pelabuhan saja tak punya cukup biaya.

Karena itu, ayah fokus untuk bekerja, dengan niat suatu saat bisa menjemputmu. Namun hingga kini, ayah belum bisa, hingga kita dipertemukan melalui akun Medsos tetangga. Dari dia, ayah tahu bahwa kini kamu sudah menikah dan punya anak, serta diangkat sebagai PNS di Kota Jambi. Ayah sangat senang mendengarnya. Namun kamu tak mau berbicara dengan ayah, dan berjanji akan terbang dan bertemu langsung dengan ayah di Banjarmasin.

Tak henti-hentinya ayah mengucap syukur. Namun begitu ketemu, kau justru mengamuk dan langsung pulang. Padahal andai saja saat itu kau bisa melihat ayah dengan pandangan batin, niscaya kau lihat sekujur tubuh ayah adalah gumpalan airmata.

Ayah memahami gejolak emosi yang ada di hatimu saat itu. Karena itu, ayah tidak marah atas sikapmu itu. Cukuplah bagi ayah bisa melihatmu masih hidup sehat dan berbahagia sebagai kebahagiaan ayah dalam menjalani sisa usia. Ayah tak berharap kau mau mengunjungi dan memeluk ayah, tapi cukuplah ayah yang memelukmu dengan doa.

Hanya saja, ayah berharap agar kiranya kau punya waktu untuk mengunjungi pusara ibumu, minimal setahun sekali. Sebab dia wafat dalam mengandung kerinduan yang teramat besar terhadapmu.

Doa ayah, semoga suatu ketika kita bisa berkumpul kembali, merajut ikatan keluarga yang pernah tercerai. Paling tidak, moga kita dapat bersatu lagi dalam keluasan surga-Nya nanti.

Salam,
Dari ayah yang tak bisa memelukmu dengan raga.(*)
Diubah oleh Aboeyy 06-02-2020 09:32
tata604Avatar border
aldysadiAvatar border
tien212700Avatar border
tien212700 dan 14 lainnya memberi reputasi
15
1.3K
13
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan