Dear Corona di Wuhan, China

Aku baru mengenalmu.
Tak tahu, dirimu apa dan seperti apa.
Hanya saja dari kemarin dan kemarinnya lagi, bahkan sampai saat ini, Dunia terus menyebut akan namamu.


Katanya kamu itu berbahaya, lebih bahaya dari gejala-gejala cinta.
Menyebar melalui udara, sentuhan tangan dan lembutnya raba.
Gejala batuk, flu dan demam menerpa badan si penderita.
Tak habis di situ, karena ganasmu nyawanya juga sirna!


250 orang telah pergi dari Dunia, itu karena dirimu.
21 Negara, tempatmu bermain dan bermanja.
Apa yang kamu cari sebenarnya?
Dirimu bangga disebut oleh alam dan semesta?
Sungguh kejam wahai cinta, tak berhati tak punya rasa.


Kukira dirimu secantik dan seindah nama Novel Corona, namun ternyata lebih kejam dari sang durjana.
Tadinya ingin kutawarkan selaut cinta, segunung sayang. Sebentar, biar aku berpikir ulang!


Dengan secarik surat ini, ingin kusadarkan dirimu.
Ingin kusentuh hatimu, itu pun jika 'kau punya hati!
Tegakah engkau sakiti saudara kami?
Coba bayangkan, mereka yang tak bersalah ikut kehabisan darah.
Mati bergelimpang, telentang tak bisa pulang.

Lihat lah salah satu korbanmu ini!

Katanya kamu dari pasar di Wuhan, China.
Tapi kenapa harus menyapa manusia?
Jika sapamu tak membuat kami merana dan sengsara, silakan saja.
Tapi jika sapamu menebar duka, lebih baik dirimu pergi tanpa sua.


Aku ada satu puisi untukmu, nanti kalau sudah baca tolong pergi ya!