Tahun lalu adalah masa yang berat bagi maskapai plat merah ini. Namun tahun itu juga harga sahamnya terbang kesana kemari.

Garuda Indonesia merupakan salah satu maskapai ternama di dunia yang berdomisili di Indonesia. Bahkan perusahaan ini pernah sponsori Steven Gerard dan kawan-kawan beberapa tahun sebelum kedatangan Mohamed Salah. Tapi pada tahun 2019 kemarin sang garuda besi dirundung berbagai masalah. Mulai LK manipulatif, penyelundupan moge, sampai skandal yang menimpa Flight Attendant nya.

Namun tahukah teman-teman kalau selama tahun 2019 harga saham Garuda Indonesia naik lebih dari setengahnya . Penasaran kenapa harga sahamnya bisa naik padahal sedang bermasalah?? Bagaimana penjelasannya?? Simak setelah pesan-pesan berikut ini.



Sebelum saya jelaskan, saya akan tampilkan grafik kenaikan saham Garuda Indonesia yang berkode GIAA selama tahun 2019 dibawah ini.



Dari grafik tersebut dapat dikatakan kalau kita beli saham GIAA pada Bulan Januari terus didiamkan sampai akhir tahun maka kita akan mendapatkan potensi cuan sebesar 70%. Bahkan pada periode tertentu persentasenya bisa naik diatas 70%. Padahal seperti yang diketahui, banyak permasalahan yang terkuak pada perusahaan ini tapi kok harga sahamnya bisa naik 70% di tahun 2019.



Mungkin itu jawaban yang akan saya terima kalau pertanyaannya saya lempar ke grup-grup komunitas pegiat saham. Yah, mungkin ada benarnya juga pendapat itu walaupun saya lebih suka menyebutnya market maker daripada bandar. Well, apapun sebutannya saya tak menyalahkan jawaban tersebut. Tapi karena saya dididik dari cabang disiplin ilmu akademik, akan saya coba jelaskan dari kacamata itu. Hal ini bisa dipahami karena pasar saham bersifat tidak efisien.



Pada tahun 1970, Eugene Fama seorang ekonom asal Amerika merumuskan formula hipotesis pasar efisien. Dalam formula tersebut dijelaskan bahwa efisiensi tercapai jika harga benar-benar merefleksikan seluruh informasi yang tersedia pada sebuah saham atau pasar pada periode tertentu. Menurut hipotesis ini, tak ada seorang pun yang memiliki kemampuan untuk menggulung kerugian orang lain karena harga merespon hanya pada informasi yang ada di pasar, dan karena semua pelaku pasar memiliki akses yang sama atas informasi tersebut. Seorang insider information pun tidak akan dapat mengungguli kinerja investor dalam hal ini.



Namun pada kenyataanya, tidak ada satupun pasar saham yang mutlak bersifat efisien. Bahkan di era keterbukaan informasi seperti sekarang ini. Dan cara pandang yang dianggap sesuai adalah melihat pasar saham bersifat efisien dan tidak efisien dalam periode tertentu. Itulah yang dilakukan Warren Buffet sehingga bisa menghasilkan milyaran dollar hanya dari investasi saham. Strateginya berfokus pada saham undervalued kemudian dijual saat overvalued. Terbukti beliau berkali-kali dapat mengalahkan pasar dengan strategi tersebut.



Kembali ke Garuda Indonesia, jika kita mempunyai pandangan bahwa pasar tidak efisien maka kenaikan saham selama tahun 2019 tidak sulit untuk dipahami. Mungkin kenaikan pada tahun itu akan melawan rasionalitas kita yang berkata bahwa harga saham merefleksikan kinerja perusahaan. Tapi perlu diketahui juga bahwa terkadang pelaku pasar bertindak irasional. Harga suatu saham bisa naik gila-gilaan sehingga menciptakan euforia sementara perusahaan sedang bermasalah. Namun di sisi lain harga saham bisa turun jauh melampaui nilai wajarnya padahal fundamental perusahaan sangat kuat.



Kenaikan harga saham GIAA merupakan salah satu contoh terjadinya ketidakefisienan pasar. Bahkan persentase kenaikannya bisa lebih dari 70%. Memang kenaikan yang besar tapi perlu diingat bahwa kita harus periksa fundamental perusahaan agar kita mengetahui seluk beluk perusahaan. Jangan hanya tergiur dengan kenaikan angka-angka di layar laptop/smartphone semata.

Jangan lupa guyur saya dengan cendol seger ijo, rate, dan share bila thread ini menarik. Jika tidak batain aja bray, ikhlas saya.

Tolong koreksi saya bila ada bagian thread yang kurang benar, dengan cara yang baik tentunya. SALAM