Foto. Liputan6.com



Assalamualaikum Wr. Wb


Hai Nina ... apa kabar? Aku kangen banget lho! Sudah lama kita tidak bertemu.

Saat kangen, sering aku bayangkan duduk depan rumahmu. Memetik mangga gadung sambil buat rujak bikinan Ibumu. Atau pergi ke kebun ambil jambu biji, yang menurutku jambu terenak yang aku pernah makan. Kadangkala, aku kangen masakan Ibumu. Apalagi sambal buatannya, mantab banget.

Aku masih ingat, saat bermain ke rumahmu, ibumu terlihat begitu sibuk menyiapkan aneka makanan kesukaanku. Dan yang selalu membuatku terharu, beliau hapal apa saja makanan favoritku. Ya, aku merasa diperlakukan seperti anak sendiri. Jadi pingin nangis, nih!

Mungkin aku terlalu sering datang ke rumahmu. Entahlah, nyatanya bujuk rayumu mampu membuat aku luluh. Aku mengerti, sebagai anak tunggal kamu pasti kesepian. Hingga aku sering bermain bahkan menginap di rumahmu.

Setelah tujuh tahun kita tidak bertemu. Bukan aku tidak rindu, beneran aku sangat rindu. Ahhh... aku sahabat yang payah, ya? Meluangkan waktu sehari saja tidak bisa. Kamu tahu kan rumah kita berjauhan? Jangan bilang ini cuma alasanku. Beneran lho, hidupku juga jungkir balik belakangan ini.

Ada banyak hal yang kulalui. Alhamdulillah, Allah masih sayang. Diberinya banyak kemudahan dalam setiap cobaan yang datang. Aku tak akan menceritakan masalahku, udah kukubur semua kenangan buruk. Aku sekarang akan maju terus ke depan.

Kemarin, aku baru sempat ke rumahmu pada hari kelahiranmu. Ada banyak rencana dalam pikiranku. Karena aku benar-benar ingin memberi surprise. Sudah kusiapkan kue ulang tahun dan sebuah hadiah kecil. Rencananya aku mau mengajak sahabat kita yang lain, ternyata Dina dan Lisa tinggal di luar kota. Jadi hanya dengan keluarga kecilku aku datang.

Namun, aku yang dibuat terkejut. Rumahmu kosong. Tempat yang menyimpan banyak kenangan denganmu penuh dengan rumput liar. Bahkan, ada beberapa bagian yang rusak. Kenapa begini? Kenapa kamu selalu terlihat baik-baik saja setiap kali kita saling memberi kabar. Bahkan kamu selalu terdengar ceria menceritakan semua kegiatanmu. Apa kamu sudah melupakan aku? Begitu kuatnya kamu simpan sendiri lara itu.

Kenapa kamu tidak datang padaku? Aku masih sama. Akan selalu siap menjadi tumpahan ceritamu bahkan aku siap menampung setiap tetes air matamu.

Nina, aku sungguh menyesal. Jika aku tidak mengenalkan kamu pada suamimu—Robi, mungkin hidupmu tidak akan sesakit sekarang. Aku benar-benar minta maaf Nina.

Aku sampai menangis, saat seorang tetanggamu yang menceritakan semua. Tentang suami jahanammu itu. Bahkan kamu sampai diusir dari rumahmu sendiri. Berkali-kali aku tidak habis pikir, kenapa kamu selalu diam? Aku merasa jadi sahabat paling jahat. Membiarkanmu seorang diri melalui semua. Ternyata aku kurang bersyukur, diberi cobaan sedikit saja sudah bingung, bagaimana denganmu?

Namun, dari tetanggamu aku dengar kabar baik. Hidupmu jauh lebih baik. Bahkan mereka bilang kamu tambah cantik. Mungkin semua karena kamu sudah berbahagia. Aku turut berbahagia, kamu menikah lagi. Lega itu yang pertama kurasa. Semoga, suamimu menyayangi dan menjagamu dengan penuh cinta. Segera diberikan momongan yang sholeh sholehah. Aku dengar dalam waktu dekat, kamu mau mengadakan pesta di kampung. Aku tak sabar ingin bertemu. Jangan luoa, aku tunggu undangan pestanya.

Aku punya seorang putri yang lucu, lho! Jangan lupa main ke rumah. Pasti gadis kecilku akan suka dengan kamu yang lemah lembut. Kamu dulu selalu bilang, penasaran jika aku punya anak cewek. Katamu, aku yang tomboy tak pantas punya anak cewek. Tak sabar aku nunggu waktu bisa bertemu denganmu, agar kamu tahu anak gadisku sungguh centil kayak kamu.

Sudah dulu, ya. Jangan pernah lupakan aku. Karena persahabatan kita, tidak akan pernah tergerus waktu.

Salam sayang,
Sahabat tomboymu.


Ningka.