Saat #DiRumahAja, Pandemi Corona Mengajarkan Saya 7 Pelajaran Hidup Ini
TS
Rinziero
Saat #DiRumahAja, Pandemi Corona Mengajarkan Saya 7 Pelajaran Hidup Ini
WELCOME TO RINZIERO'S OFFICIAL THREAD
Happy Monday, Kaskuser! Ane harap ente semua sehat dan tetap patuh pada anjuran untuk mengurangi segala bentuk aktifitas diluar rumah, kecuali benar-benar mendesak. Menghadapi kenyataan seperti saat ini, mungkin banyak orang termasuk ane sempat merasa cemas. Baru hitungan 3 bulan menatap tahun 2020, seolah belum cukup rentetan cobaan dan bencana di Indonesia dan dunia, munculah virus bernama COVID-19 yang menjadi pandemi dan memaksa setiap orang untuk membatasi mobilitas demi memutus rantai penyebarannya.
Quote:
Selalu ada hikmah dibalik bencana.
Percayalah, walaupun tidak ada hikmah yang tersirat, bukan berarti tidak ada pelajaran yang bisa kita petik.
Ane mulai menulis thread ini di hari ke-10 #DiRumahAjasetelah menyelesaikan tugas yang entah kenapa sejak Work From Home menjadi lebih menyiksa batin. Biasanya, ane refreshing dengan menulis sendirian di sudut café, yang biasanya outdoor, sambil memerhatikan lingkungan sekitar dan orang berlalu lalang. #DasarJomblo. Tapi, ternyata inspirasi bisa datang darimana saja dan kapan saja bak air bah bahkan saat #DiRumahAja.
Setelah sebulan lebih pandemi COVID-19 melanda Indonesia, ane putuskan berbagi pelajaran berharga yang ane dapat selama masa physical distancing #DiRumahAja.
Cekidot!
Quote:
1. Kita perlu mengatur ekspektasi karena apa yang diharapkan belum tentu seindah kenyataan
Bagi ane pribadi, #DiRumahAjaternyata jauh lebih gak enak daripada hari-hari biasa disaat ane harus bangun pagi dan berangkat ke kantor. Cuma 3 hari saja ane merasakan girang-girangnya #DiRumahAja. That’s why, ane menyebut diri ane sebagai introvert yang doyan hangout karena tidak bisa betah berlama-lama terkurung di suatu tempat tertutup.
Lucunya, ane juga sering menghayal, “Enak ya kalau tiap hari bisa #DiRumahAja gak usah bangun pagi, macet, terus ngantor. Kerja juga enak ya kalau #DiRumahAja sambil rebahan.”
Hidup kaum Rebahan!
Saat khayalan ane benar menjadi kenyataan, realitanya ternyata tidak seindah ekspektasi, Ferguso! Work from home ternyata lebih ‘menantang’ daripada bekerja 8 hours seperti biasa. Lepas 7 hari #DiRumahAja, badan ane yang dulu susah diajak untuk bangun pagi perlahan mulai meminta bangun pagi sendiri karena rindu menghirup udara segar dan merasakan sinar matahari pagi disaat belum banyak orang beraktifitas diluar rumah. Belum lagi sakit punggung dan lemas juga mulai muncul karena sudah lama gak berolahraga dan jarang bergerak. Niat olahraga di rumah lebih sering berakhir mager alias males gerak karena tidak ada suasana seru seperti di kelas-kelas gym yang ane biasa ikuti. #DiRumahAja yang selama ini kau idam-idamkan ternyata tidak seindah itu.
Quote:
2. Selalu temukan cara untuk bersyukur, walaupun tampaknya tidak ada alasan untuk melakukannya
Saat pikiran semrawut, ane cenderung hanya fokus pada masalah yang dihadapi yakni hilangnya kebebasan untuk nongkrong diluar rumah. Padahal, mendapat kesempatan untuk #DiRumahAjayang kurang ane syukuri ini bisa jadi merupakan suatu keuntungan dan berkah bagi orang lain. Ada para petugas kesehatan di garda terdepan yang menangani pasien COVID-19, apoteker, polisi, ojek online, petugas delivery, petugas layanan masyarakat, dan mereka yang tetap harus bekerja diluar rumah demi kita bisa aman #DiRumahAja. Banyak dari mereka yang sebenarnya juga takut tertular dan merasa was-was turut menularkan virus ke orang-orang terkasih. Namun karena kebutuhan hidup dan demi tanggungjawab, mereka harus rela tidak bisa #DiRumahAja. Segala rasa hormat dan terimakasih ane sampaikan kepada saudara-saudara kita yang telah dengan ikhlas dan tulus tetap melayani kebutuhan masyarakat ditengah mewabahnya virus Corona.
Bagi kalian yang masih terus mengeluh karena bosan #DiRumahAja, sudah saatnya bersama-sama belajar bersyukur. Berdoalah juga bagi kesehatan seluruh masyarakat Indonesia dan kesembuhan bagi semua pasien positif COVID-19. Bila kita masih diberi nafas hidup dan kesehatan sampai detik ini, maka akan selalu ada alasan untuk mengucap syukur.
Quote:
3. Manusia bisa berencana, namun Tuhanlah yang menentukan
Berlibur sudah masuk dalam budget planning ane selama tahun 2020. Sebagai pemanasan, ane dan beberapa teman sudah mengatur trip pendakian ke gunung Papandayan di akhir Maret ini. Selain rencana pendakian, di bulan Maret pun ada agenda karaoke, meet up, dan makan-makan bersama teman. Semua rencana itu dibuat di sekitar bulan Februari dimana COVID-19 belum mewabah di Indonesia, terutama di Jakarta.
Sejak virus yang pertama kali outbreak di China ini mulai masuk ke Jakarta di awal Maret, ane dan teman-teman pun sepakat untuk menunda semua acara yang sudah direncanakan. Acara kumpul digantikan dengan conference video call via aplikasi Zoom. Status siaga COVID-19 juga berbarengan dengan satu agenda penting (banget) di pekerjaan ane yang pada akhirnya kembali ditunda sampai waktu yang belum ditentukan. *Sight*
Kenyataan bahwa rentetan rencana ane harus ditunda atau mungkin akan dibatalkan, mulanya membuat ane sedih sekaligus kaget karena semuanya terasa beruntun dan mendadak. Sempat ada prediksi bahwa COVID-19 sebenarnya sudah menjangkiti Indonesia jauh sebelum 2 pasien positif terdeteksi di bulan Maret. Ditambah lagi, kasus positif COVID-19 bertambah sangat cepat dari hanya 2 kasus menjadi ratusan hingga ribuan kasus. Seandainya rencana liburan ane terjadi lebih cepat, mungkin saja itu bisa membahayakan kesehatan ane dan teman-teman. Bahkan, mungkin kami bisa membahayakan orang-orang sekitar yang lebih rentan dan keluarga kami sendiri.
Ditengah media sosial yang penuh dengan berita corona, ane membaca post salah satu teman yang menyadarkan ane bahwa rencana Tuhan itu yang terbaik.
Quote:
Berawal dari visa untuk ke London yang ditolak, teman ane sadar ternyata waktu berliburnya ini berdekatan dengan mewabahnya COVID-19 diseluruh dunia. Tidak sampai disitu saja, Tuhan tunjukan kebaikan lainnya. Dengan batal berlibur ke London, teman ane bisa merawat ibunya yang sakit bertepatan dengan rencana liburannya. Teman ane bersyukur rencananya tak terlaksana karena dia tentu tidak akan tenang selama berlibur karena jauh dari ibunya yang sedang sakit.
Bagi ente yang kecewa karena batal berlibur atau kecewa karena apapun itu, percayalah bahwa tidak ada yang terjadi karena kebetulan. Ada rancangan lain yang lebih indah bagi hidup ente. Oh ya, ane dan family juga sudah DP ke pihak travel untuk liburan saat Lebaran nanti. Tapi, ane sudah mendapatkan perspektif baru saat rencana ini pun batal terlaksana. Tuhan punya rencana yang jauh lebih indah di waktu yang tepat.
Quote:
4. Uangmu (tidak selalu) bisa menyelamatkanmu
Pandemi ini menyadarkan kita bahwa kekuasaan, jabatan, ketenaran, bahkan uang melimpah tak selalu menjamin manusia luput dari bencana (dalam hal ini, wabah penyakit)
Being healthy is priceless.
Kita sudah mendengar sederet nama terkenal yang terjangkit COVID-19, dari pejabat, pimpinan Negara, artis dan publik figure, bahkan keturunan ningrat.
Bukan bermaksud saling menyalahkan, karena di masa ini semua pihak seharusnya saling bekerjasama. Tapi, fakta Indonesia sebagai salah satu Negara yang terakhir terpapar COVID-19, tidak menjadikan kita lebih siap dari segi antisipasi dan penanggulangan wabah. Sebelum masa awal pandemi, paramedis belum terlalu ‘aware’ akan gejala virus ini dan swab test belum menjadi standar umum saat ada orang datang ke Rumah Sakit dengan gejala mirip pasien positif COVID-19 baik skala ringan hingga berat.
Cerita yang ane dengar ini menjadi salah satu dari beberapa cerita pasien suspect COVID-19 yang wafat tanpa sempat dites atau hasil test tak kunjung keluar hingga hari meninggalnya pasien. Berita duka datang dari kantor dimana ane pertama kali memulai karir. Seorang professional muda dikabarkan meninggal dunia di masa awal pandemi COVID-19 terjadi di Indonesia. Dilihat dari latar belakangnya, almarhum tentunya bukanlah seseorang yang tidak mau apalagi tidak mampu secara finansial untuk memeriksakan diri ke Rumah Sakit saat merasakan gejala sakit. Dari cerita perjalanannya mencari pertolongan medis, almarhum sempat beberapa kali dipindahkan dari Rumah Sakit satu ke Rumah Sakit lain. Sampai di hari wafatnya pun, walau almarhum menunjukan gejala pneumonia berat, belum bisa dipastikan apakah beliau meninggal karena COVID-19.
Disaat itu ane pun berpikir, mungkin banyak orang diluar sana dengan uang melimpah atau kedudukan tinggi pun tidak bisa menolak saat kematian sudah datang menjemputnya melalui virus Corona.
Quote:
5. Menggunakan akal sehat dan bersikap bijaksana adalah tanda beriman kepada Yang Kuasa
Sehubungan dengan poin sebelumnya, tidak bisa dipungkiri juga bahwa sumber daya berlebih, terutama uang bisa lebih menjamin kehidupan kita. Setidaknya di Negara tercinta ini, dimana penanganan kesehatan masih belum merata. Pada kondisi normal, akses menuju fasilitas kesehatan yang memadahi mungkin masih sulit diraih oleh sebagian masyarakat. Bila Jakarta sebagai epicentrum virus dengan infrastruktur medis lengkap saja masih kewalahan menangani pasien positif corona, lalu bagaimanakah kondisi saudara sebangsa kita yang ada di ujung timur Indonesia atau desa-desa kecil bila terindikasi positif COVID-19?
Tak perlu berdebat kusir atau mendadak menjadi ahli strategi kesehatan, ane dan ente sebagai masyarakat bisa berkontribusi nyata dengan cara mendukung dan taat pada himbauan pemerintah. Langkah kecil dari kita seperti #TundaMudik, bisa berdampak besar memutus mata rantai penyebaran virus. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), self-quarantine, menjaga kebersihan diri, dan himbauan lainnya dibuat pemerintah untuk kebaikan seluruh rakyat Indonesia. Satu perbuatan benar ente bisa berdampak baik bagi diri sendiri sekaligus orang banyak. Sebaliknya, satu perbuatan egois ente bisa berdampak buruk bagi diri sendiri dan orang banyak. Contohnya, bila masih ada oknum yang memainkan harga masker, hand sanitizer, dan barang kebutuhan pokok lain. Selain merugikan orang lain, oknum tersebut telah menjadi orang egois yang tentunya semua perbuatannya akan diminta pertanggungjawaban suatu saat nanti.
Memang, perlindungan Tuhan pada umatNya itu sempurna. Jumlah helai rambut kita pun Ia tahu. Sang Khalik yang pegang rahasia hidup-mati manusia. Tapi, Tuhan pun menaruh akal sehat dalam diri setiap manusia sebagai makhluk ciptaanNya yang paling sempurna. Bukankah akal sehat ini yang membedakan kita dari ciptaanNya yang lain, misalnya hewan yang hanya mengandalkan insting?
Saat kita masih ngeyel walau dalam hal kecil seperti keluyuran tanpa alasan jelas ditengah wabah Corona, berapa banyak nyawa yang bisa terdampak keegoisan kita? Ada resiko ente tertular COVID-19, menjadi carrier dan terus menularkannya ke banyak orang.
Membatasi mobilitas, khususnya #TundaMudikke kampung halaman pada masa-masa seperti ini menjadi opsi paling bijaksana yang bisa kita ambil. Begitupun menunda kegiatan berkumpul bersama banyak orang, termasuk dalam konteks beribadah dan menggantinya menjadi beribadah di rumah ataupun secara online. Semua tindakan ini menandakan manusia telah menggunakan akal sehat pemberian sang Pencipta karena membatasi interaksi fisik berarti menurunkan resiko penyebaran virus ke daerah-daerah yang masih bersih dari virus. Bukankah menggunakan pemberian Tuhan untuk tujuan kebaikan lebih besar bagi orang banyak telah menjadikan kita sebagai orang yang beriman kepadaNya?
Quote:
Beriman bukan berarti menolak kenyataan. Beriman adalah menghadapi kenyataan tanpa kehilangan harapan dan menjadi takut.
Quote:
6. Our step back will become our come back. So, hold on!
Bumi kita seolah sedang dalam tahap istirahat, ditarik mundur oleh sekelompok makhluk mikroskopis bernama COVID-19 dari segala hingar bingar polusi dan semua keegoisan manusia pada alam. Seperti musisi yang sedang dalam masa hiatus dan akan kembali dengan karya baru yang lebih segar. Mungkin beberapa dari kita sudah menyaksikan sendiri bahwa kualitas udara Jakarta menjadi jauh lebih baik. Banyak influencer yang mencuitkan hal senada bahwa alam tanpa manusia baik-baik saja, ia bisa menyembuhkan dirinya sendiri. Manusia telah merusak alam dan virus ini yang menyadarkan manusia.
Mungkin dunia sedang mengalami kehilangan besar dari segala aspek bukan hanya nyawa manusia, tapi juga perekonomian, kestabilan sosial, dan sebagainya. Apa yang kita lihat sebagai kemunduran ini, dalam perspektif lain bisa dilihat sebagai titik balik bagi ‘kemajuan’ umat manusia. Standar kebersihan masyarakat di seluruh dunia mendadak meningkat drastis, negara-negara dipaksa berkolaborasi dan bekerjasama demi solusi penaggulangan wabah, kepedulian antar sesama manusia meningkat, lebih banyak lapisan masyarakat yang terdorong menjadi melek teknologi, dan pastinya umat manusia menjadi sadar akan pentingnya menjaga satu-satunya planet bumi tempat tinggal kita ini. Bila ada hal terbaik tentang virus COVID-19, terlepas dari banyaknya korban jiwa yang telah jatuh, mungkin hal itu adalah kesempatan untuk memperlambat pemanasan global yang sudah tak terhindarkan lagi selama beberapa dekade terakhir. So yeah, our step back will become our comeback if we look at this hardship from different perspective.
Quote:
7. Right perspective is important. This COVID-19 too shall pass
Begitupula dengan kehidupan pribadi kita. Secara fisik memang ane terjebak di dalam rumah. Namun, jiwa ane tetap bisa bebas berkembang. Walau di tengah pergumulan work from home, ane mencoba upgrade diri dengan cara tetap menulis dan belajar dari beberapa kursus online yang digratiskan salah satu provider aplikasi sebagai bentuk dukungan pada dunia pendidikan Indonesia di tengah wabah COVID-19. Bagi ente yang masih harus keluar rumah atau tidak bisa work from home, kami akan tetap #DiRumahAjauntuk mendukung perjuangan ente semua! Ane doakan, kalian selalu dalam lindungan Tuhan. Jaga kesehatan dan tetap semangat, ya
Ditengah kecemasan saat pandemi ini, kita semua bisa belajar mengubah perspektif atau cara pandang kita akan suatu hal. Saat kita merubah cara pandang dalam melihat suatu hal, maka hal yang kita lihat itu akan berubah. Saat kita tidak melulu fokus pada kesulitan dan krisis yang saat ini terjadi, bisa saja ide-ide kreatif, solusi, atau terobosan yang tak disangka-sangka akan muncul dan mengubahkan hidup kita. Jadi, melihat masalah dari perspektif yang benar itu amatlah penting.
Dari kondisi pandemi ini ane belajar untuk tidak terlalu fokus pada badai dalam kehidupan. Badai kehidupan datang dan pergi. Namun, hal yang perlu ane fokuskan adalah, “Akan jadi orang seperti apakah saya saat badai ini sudah berlalu?” Apakah ane akan menjadi orang yang sama saja, semakin mengalami kemunduran, atau ane bisa keluar sebagai pemenang dan berhasil menjadi versi diri yang lebih baik dari sebelumnya?
Pandemi ini pun pasti akan berlalu. Pertanyaanya adalah, “Hal apa yang sudah kita lakukan atau berusaha untuk lakukan dimasa-masa sulit seperti ini? Apakah hal itu bersifat membangun dan bermanfaat atau malah sebaliknya?”
***
Ane menulis ini diawali oleh penerimaan akan realita, lalu berserah, dan diakhiri oleh rasa syukur. Semuanya bermuara pada pemahaman akan kebesaran dan kebaikan sang Pencipta. Pelajaran yang ane dapat ditengah pandemi COVID-19 ini juga akan ane terapkan untuk menghadapi realita dan masalah kehidupan ane yang lain.
Ane berharap semua yang membaca thread ini bisa mendapatkan pesan positif dan bisa turut menyebarkan kebaikan lewat kata-kata yang menguatkan bagi orang-orang sekitar. Semoga setiap dari kita bisa tetap sehat, yang sakit diberi kesembuhan, tetap semangat, saling menguatkan, dan saling mendukung. Semoga wabah COVID-19 ini juga bisa segera berlalu.