opabani
TS
opabani
Prosa


Sumber gambar : Pinterez


Denganmu

Aku ingin menggugurkan rindu, sebab, bukan daun saja yang patut jatuh demi rindunya memeluk bumi. Aku jua, ingin engkau jatuh dalam pelukku yang paling rumah.

Layar telah terkembang. Perahu rasa tengah berada di geloranya lautan cinta, debur ombak layaknya puisi, mengiringi perjalanan menuju titik temu.

Tunggu saja aku datang, hingga pada akhirnya lebur dalam temu tak berbingkai.

14-04-2020 ☕👈 Dbanik


Sumber gambar : Pinterez

Pelan-Pelan

Pelan-pelan, sayang. Jika engkau memutuskan pergi. Layaknya pagi ke malam, butuh siang, senja, untuk kembali kepada permulaan pagi--dan itu tidak serta merta.

"Apa yang ingin engkau bawa, selain tawa kemenangan?"

Itu desahku kepada lamunan, di bawah terangnya pijar rembulan, di antara bermilyar gemintang yang kutatap malam tadi.

Sekarang bayang itu menjelma rupa, keindahan yang dulu engkau agungkan, kini telah sirna di telan ego. Hei ...! Apa ini tak terlalu dini, sayang?

"Aku mencintaimu dengan tulus, tanpa mau tahu siapa dan bagaimana engkau, pada masa tak denganku."

Kata itu pernah sakral di setiap aku menjemput pagi, kata yang pernah lesat lalui bibir indahmu.

Ah, fatamorgana, kini ia serupa syair puisi yang engkau tulis, tanpa ruh;mati!

Kuntum di ladang jiwa
Semerbaknya masih sama
Meski sepi jamahmu, sayang
Ia tetap bertahan tak pernah lekang

13-04-2020 ☕👈 Dbanik





Lalu

Lalu, aku beranjak pergi meninggalkanmu di sini. Kubiarkan ruangan itu dipenuhi tanda tanya, tentang sekeping hati, di antara kesepian panjang yang melelahkan.

Hari bergegas menuntaskan malamnya, sedang aku berjalan ke arah di mana ia akan menjemput pagi. Tak ada yang kubawa, selain penyesalan mendalam, menemani setiap langkah mengenang permulaanku denganmu.

Seperti apa pintu hati ini dulu terbuka, padahal ada rasa luka yang sedang terpelihara. Aku sudah kehilangan sebagian ingatan tentangmu, saat segalanya berbaur merebutkan tempat yang paling sakral, ialah hatiku.

Apa harus kukembalikan semuanya seperti awal, sebelum saling tahu arti sebenarnya rasa. Lalu, apa benar aku harus membiarkan engkau datang dan singgah, sebagai warna yang berbeda?

Tak ada jawaban yang bisa kubawa pulang, apalagi untuk persembahan kepada pagi, di saat aku duduk berdiskusi, bersama secangkir kopi dan membicarakan perihal rasa.

11-04-2020 ☕👈 Dbanik



Sumber gambar : Pinterez

Biru

Pagi ini aku bersama biru langit, menyusuri lengangnya jalan yang pernah kita lalui dengan cinta. Sejenak kusambangi rindangnya beringin tempat kita kerap melepaskan lelah. Terlihat begitu jelas gurat pohon atas namamu, yang pernah kupahat di masa silam. Hanya sekarang, nama itu nyaris punah dimakan kambiumnya.

Entah, sudah berapa musim aku tak lagi duduk bersandar di batangnya, menikmati belai angin dan wajahmu. Menatap bola matamu yang kerap engkau kerlingkan untuk menahan malu, aku suka dan ingin rasanya menghadirkanmu kembali, menyulam cerita lagi--meskipun, bagiku itu adalah sebuah kemustahilan. Sebab, engkau adalah ratu yang telah bertahta di dada dan itu bukan dadaku.

Ada yang harus engkau tahu!

Aku pernah duduk dan menangis begitu hebatnya, di tempat ini. Kehilangan peluk yang paling peluk, seluruhku nyaris tak memiliki arti lagi, saat engkau memutuskan berlalu dari hadapanku.

Aku memaki namamu yang kupahat sendiri di batang beringin itu. Meludahinya berulang kali--hingga pecah tangisku pada pelukan beringin, adalah caraku meluapkan kesedihan yang paling dalam.

Dada ini membiru dan aku kembali terluka. Engkau hadir menyinggahi rasa. Lalu, menjadi kisah sedih dengan alur cerita yang berbeda.

07-04-2020 ☕👈 Dbanik




Sumber Gambar : Pinterez

Ngarai

Lihat, Puan. Ngarai di hadapanku. Selaksa rindu yang kuhamparkan! Ia rela menanti jamah embun di tengah kemarau, berebut bersama terik mentari pagi, yang kerap melumat habis tetesnya.

Aku lukiskan begitu sunyinya rindu yang engkau ciptakan, dari ribuan waktu, hingga malam tempatku bersandar nyaris terlupakan, apakah ia datang dan pergi bersama anggunnya cahaya rembulan.

Gugusan hari terkikis air mata, tak karuan rasa memikirkanmu. Serupa singa, aku kehilangan aum. Hingga tak sanggup lagi kumenatap hamparan hidup yang mesti kujalani.

Seperti inikah rindu?

Melipat angan, menyembunyikan kesedihan, menggenggam asa selaksa bara yang siap menghanguskan.

06-04-2020 ☕👈 Dbanik
Diubah oleh opabani 23-04-2020 03:57
ukhtyfit81NadarNadzInaSendry
InaSendry dan 26 lainnya memberi reputasi
27
870
6
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan