riandyogaAvatar border
TS
riandyoga
Andai Teknologi Tidak Dikembangkan, Mungkin Bumi Tidak Serusak Sekarang
Quote:


Hai GanSis semua! Kemarin itu saya buat sebuah thread tentang populasi dunia yang semakin mbludak dan sejauh mana Bumi mampu menampungnya? Nah, di thread itu ada salah satu Kaskuser yang komen seolah tidak terima keadaan dan berpikir seandainya manusia tidak menggali ilmu pengetahuan sejauh sekarang. Tentu tidak ada eksploitasi sumber daya alam, lingkungan tetap lestari dan tidak ada masalah kerusakan alam. Manusia tetap hidup apa adanya dan semua akan baik-baik saja.

Membaca demikian seolah saya terkena ilusi Mugen Tsukoyomi. Menyenangkan hidup seperti itu, santai dan santai tanpa masalah. Tidak seperti hidupnya Lary Si Lobster yang bikin jantungan.



Namun sejenak kemudian saya mulai mikir. Apa benar hidup ini akan baik-baik dengan menerapakan hidup apa adanya tanpa banyak perubahan, dalam artinya "yauda sih yang penting bisa hidup, gak usah neko-neko".

Nyatanya di dunia ini ada orang-orang yang menjalani hidup biasa-biasa saja dan apa adanya. Dan hidup mereka baik-baik saja. Tapi keliru bila kita berpikir hidup seperti demikian tak memiliki permasalahan.

Semua orang tentunya ingin kehidupan yang aman, damai dan sejahtera. Tapi jangan berpikir hidup selalu mudah seperti apa yang kita inginkan.

Kalau ditakdirkan Allah SWT, saya juga ingin hidup yang begitu. Tapi saya sadar sekarang masih di dunia, belum di Surga. Sejauh apapun kita menjauh dari masalah, tetap saja masalah selalu ada dalam hidup.



Mungkin karena mata manusia melihatnya keluar (ke arah depan) atau tidak bisa melihat ke dalam batok kepalanya sendiri. Maka itu Ia tidak bisa lihat otaknya sendiri, lupa kalau punya otak yang bisa digunakan untuk berpikir.

Salah satu fungsi otak bisa digunakan untuk memikirkan cara terbaik bertahan hidup, adaptasi dan berbagai perubahan guna menyesuaikan dengan zaman.

Mungkin karena kita terobsesi dengan mesin waktu. Maka ada kecenderungan menyalahkan masa lalu. Seperti permasalahan kejahatan lewat internet. Beberapa orang berpikir, "dulu enak gak ada internet, gak ada yang tipu-tipu online begitu". Lebih lanjut menjadi "enak jaman dulu, gak ada online-online, gak perlu beli paket, mainannya gak gadget mulu". Kemudian jadi menyalahkan orang yang mengembangkan teknologi informasi. Ingin kembali ke masa lalu, dan mengubah sejarah.

Tapi sejauh belum ada mesin waktu. Maka cara logis ialah menerima keadaan dan menghadapi masa depan.

Memang benar bahwa masalah yang ada sekarang berkaitan dengan perilaku kita maupun pendahulu kita dimasa lalu. Seperti teknologi, tentu ada andil dari para jenius dunia sejak dulu mengembangkan ilmu pengetahuan.

Lalu pemanasan global sekarang karena kerusakan alam sejak dulu. Lantas apa permasalahan selesai dengan menyalahkan para pendahulu yang telah mengeksploitasi alam secara tidak bijak?

Tentunya tidak. Segala kemajuan, perubahan dan sejenisnya yang terjadi di dunia ini memang tetap saja menimbulkan dampak negatif bagi alam. Semisal teknologi yang semakin berkembang membuat sumber daya alam semakin berkurang.

Namun fakta demikian tidak tepat untuk memvonis bahwa kemajuan teknologi membuat kerusakan alam. Jangan tutup mata bahwa teknologi juga berdampak baik untuk manusia dan alam.

Sebaiknya kita jangan suka menggeneralisasi suatu kasus. Para pendahulu hingga generasi saat ini, saya yakin lebih banyak yang bertujuan memajukan teknologi untuk kemaslahatan umat manusia dan dunia. Teknologi pada dasarnya kan agar memudahkan aktivitas manusia.

Seperti cita-cita presiden ke-3 Republik Indonesia yang memajukan teknologi dirgantara nasional agar negara kepulauan terbesar di dunia ini lebih terkoneksi antar pulaunya dengan transportasi pesawat.

Kemudian teknologi bangunan dikembangkan sehingga manusia mampu membuat rumah kokoh dan kuat di segala musim. Alhasil manusia tidak lagi menjadi gerombolan mamalia yang selalu berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya mengikuti musim. Meski cara hidup nomaden seperti itu masih ada hingga kini.

Dan kemajuan teknologi lainnya. Jika akhirnya kemajuan-kemajuan ini memberi dampak buruk bagi alam. Maka jangan salahkan teknologinya. Tapi salahkan siapa yang menyalahkan gunakan teknologi.

Sesederhana apapun teknologi yang manusia miliki, jika manusianya serakah dan egois. Maka kemungkinan kerusakan alam tetap besar. Semisal memancing ikan di Sungai. Normalnya ya pakai pancing ikan biasa dan sabar menunggu. Tapi bagi mereka yang serakah dan gak sabaran, maka obsesinya bagaimana bisa menguasai semua ikan yang ada di area sungai, rasanya ingin langsung meracuni air atau pakai bom ikan saja. Terus kalau sudah begini, apa yang salah bom ikannya? Apa kita jadi berpikir "coba saja ilmu pengetahuan tidak berkembang sejauh ini, tentu tidak ada manusianya yang bisa bikin bom dan dunia tetap aman dan damai" ? Gak gitu bos.



Pada dasarnya teknologi merupakan keniscayaan dalam peradaban manusia. Tujuan mulianya agar manusia semakin mudah menjalani hidup dan beradaptasi dengan dunia yang dinamis. Jelas saja, kita punya akal yang bisa digunakan untuk memikirkan banyak hal.

Seumpama dikemudian hari teknologi memberi dampak negatif, maka itu ulah oknum yang menyalahgunakan teknologi. Jangan salahkan bentuk kemajuan yang telah dicapai.

Dulu manusia bermasalah dengan angka harapan hidup, kekurangan pangan, tempat tinggal dan sebagainya. Orang jaman dulu kalau punya anak jumlahnya banyak, tapi yang meninggal juga banyak. Karena fasilitas kesehatan dulu belum mendukung.

Maka manusia berpikir dan mengembangkan teknologi pangan, sandang, pangan, papan, kesehatan dan sebagainya.

Hasilnya di satu abad terakhir hingga sekarang populasi dunia mencapai sekitar 7,6 miliar jiwa. Sementara di awal tahun 1800 populasi dunia baru mencapai 1 miliar jiwa. Kemudian lebih dari 1 abad berselang bertambah dua kali lipat. Dan semakin mbludak hingga sekarang.

Persoalan yang dihadapi dunia kini berubah, yaitu krisis iklim, pangan, lahan dan kesehatan, yang salah satunya ditimbulkan dari padatnya populasi. Tentu kita tidak bisa menyimpulkan ini salah orang-orang dulu yang telah membuat berbagai inovasi agar harapan hidup manusia meningkat sehingga jumlahnya meledak gini.

Dulu penduduk dunia semakin meningkat, sementara pasokan logistik tidak cukup lagi didapatkan dengan cara berburu. Yakin bahwa setiap nyawa itu berharga dan harus selalu hidup. Maka solusi saat itu ialah pertanian. Yang dikenal juga revolusi Neolitikum. Dimana manusia mulai membudidaya tanaman dan menjinakan hewan liar yang bisa diternakan.

Sekarang masalah manusia ialah wabah penyakit yang juga salah satu sebabnya karena padatnya padatnya populasi. Dimana hutan digunduli, sementara sampah di perkotaan menjadi sumber makanan baru bagi hewan liar. Manusia dan hewan hidup berdampingan tanpa memperhatikan kesehatan dan keselamatan. Akhirnya, boom!! Penyakit.

Tapi bukan alasan untuk menyalahkan masa lalu. Para pendahulu kita juga punya masalahnya sendiri. Dan relatif berhasil melewatinya dengan berbagai inovasi yang dibuat. Menggunakan akal untuk mencari peluang setelah krisis.

Sebelum memasuki era tahun 2000-an, dunia dalam krisis. Tapi lihat Apple, Microsoft, Google, dan Facebook. Perusahaan besar tersebut lahir setelah krisis. Sangat tidak sabar perubahan besar apa yang lahir pasca krisis Covid-19. Semoga kita semua termasuk bagian dari perubahan-perubahan tersebut.

Oke thread ini sudah kepanjangan, iya saya tahu. Sederhananya pesan yang ingin disampaikan ialah move on. Romantisme masa lalu memang selalu membekas. Tapi kita tidak akan kemana-mana kalau masih ada di masa lalu aja. Kehidupan di masa sebelum Covid-19 mewabah mungkin saja tidak akan kembali lagi, hingga vaksin ditemukan. Solusinya ialah menerima keadaan dan menemukan peluang baru.


Rianda Prayoga
Binjai. 15 Juli 2020
doaku.untukmuAvatar border
yusuf2210Avatar border
omniivoraAvatar border
omniivora dan 49 lainnya memberi reputasi
48
8.9K
184
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan