arganovAvatar border
TS
arganov
Ibu, Aku Ingin pulang
2. Ibu Tak Mau Anak Nakal

Panjang sekali antrian di depan konter pembayaran. Kakiku benar-benar sudah lelah berdiri seharian di tempat kerja dan sekarang di sini. Mentang-mentang dua hari lagi puasa datang, semua orang berbondong-bondong menyetok keperluan untuk bulan puasa. Seolah-olah tidak akan ada lagi hari esok untuk melakukannya. Menyebalkan.

"Jangan ambil itu." Suara seorang wanita di sampingku membuatku menoleh.

Aku tersenyum melihat anak yang wajahnya seperti akan menangis di depan wanita di samping. Berapa kira-kira usianya? Lima tahun? Ah mungkin enam? rambutnya dikepang dua, manis sekali.

"Tapi, aku mau ini, Bu." Anak perempuan mungkin enam tahun merengek. air mata telah timbul di sudut matanya.

"Kamu jangan bandel, kalau bandel Ibu nggak mau punya anak kayak kamu."

Baca juga : Ibu, Aku Ingin Pulang 3

Aku terpana. Ingatanku tersentak pada waktu itu di masa kecil. Saat Melati kecil berusia lima tahun, ah ... bukan tapi enam tahun.

***

"Mel!" Tanganku direngut dengan keras. Rasanya sedikit nyeri dan sakit.



Aku menarik kembali tanganku dan menatap berang. Kulihat anak perempuan yang lebih tua memakai seragam yang sama. "Apa Kak?" tanyaku tak mengerti kenapa tiba-tiba menghampiri.

"Hari ini main samaku, ya?" pintanya.

Aku semakin tak paham. Dia adalah anak di tempat Ibu bekerja. Sebuah kebun coklat yang luas. Orang tua dari anak ini yang memilikinya. Ibu bekerja di sana sudah lama. Kata Ibu sudah sejak gadis. "Tapi, Kak?" Aku ragu untuk menyetujui ajakkannya. Sebab menurutku anak majikan Ibu ini sombong.

"Ayolah. Aku punya mainan baru." Ia masih berusaha membujukku.

Akhirnya aku mengangguk juga. mungkin hari ini tidak apa-apa bermain dengannya. Setelah sampai rumah lekas kuganti pakaian dan makan singkong rebus yang selalu ada di atas meja di bawah tudung, lumayan untuk menganjal perut hingga Ibu pulang sore hari.

Nama anak majikan Ibu itu Tania, wajahnya cantik, mirip orang arab. Hanya saja sedikit sombong dan jahil. Aku belum lupa saat senin lalu dia mendorongku hingga terjerembab ke sawah. Ia menjadikanku bahan lelucon untuk penghibur hatinya dan teman-temannya.

"Kak, kita kenapa ke sini?" Aku mulai takut ia melakukan sesuatu yang jahil lagi. Aku merasakan kerugian dua kali lipat sakit hati dan juga dimarahi.

"Tenang aja. Yuk kita main masak-masak." Ia menggeluarkan sebuah pisau.

"Kak, itu pisau apa? Besar sekali? Jangan main pakai itu Kak, nanti luka," ingatku.

Ia tak mau mendengarkan dan malahan merengut dedaunan yang ada di sekitar dan mulai memotong. Aku ngeri sendiri melihat caranya memegang pisau.

Apa yang aku takutkan kejadian juga. Ia melukai tangan dengan pisau besar itu. Pekikannya menggema dan aku pasrah dengan apa yang terjadi.

"Kenapa kamu suruh Tania bermain pisau. Pisau yang dipakai juga tajam sekali. Kamu keterlaluan Melati."

"Melati tidak lakukan itu, Bu. Kak Tania yang bawa pisau sendiri." Aku berusaha membela diri sambil menangis.

"JANGAN BOHONG!" Ibu berteriak padaku.

"Aku tidak bohong." Tangisanku semakin keras kini.

"Ibu tidak suka kalau kamu jadi anak nakal. Ibu tidak mau memiliki anak seperti kamu!" tegas Ibu. Ada kemarahan yang jelas terpancar di matanya.

***

"Mbak, semua Rp. 45.750,-."

Perkataan kasir kembali menyentakku ke dunia nyata. Aku menyerahkan uang lima puluh ribu dan melihat ke arah anak perempuan yang kini ada di gendongan ibunya. Dalam hati aku bertanya apa semua Ibu selalu mengatakan itu pada anaknya. Lalu menepis semua pikiran buruk yang datang.
Diubah oleh arganov 17-06-2020 03:30
nona212Avatar border
PupilsxoneAvatar border
jiyanqAvatar border
jiyanq dan 2 lainnya memberi reputasi
3
841
4
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan