dionlanang
TS
dionlanang
Sejarah Propaganda PKI (Part 7)

Kampanye PKI saat itu (tirto.id)

Awal Januari 1950, Pemerintah RI dengan disaksikan puluhan ribu masyarakat yang datang dari berbagai daerah seperti Magetan, Madiun, Ngawi, Ponorogo dan Trenggalek, melakukan Pembongkaran 7 (Tujuh) Sumur Neraka yang dijadikan PKI sebagai kuburan masal para korban mereka. dan mengidentifikasi Para Korban. Di Sumur Neraka Soco I ditemukan 108 Kerangka Mayat yg 68 dikenali dan 40 tidak dikenali, sedang di Sumur Neraka Soco II ditemukan 21 Kerangka Mayat yang semuanya berhasil diidentifikasi. Para Korban berasal dari berbagai Kalangan Ulama dan Umara serta Tokoh Masyarakat.

MESIN PKI KEMBALI HIDUP

Meski PKI gagal kudeta di 1948 dan para tokohnya seperti Muso & Amir Sjarifoedin akhirnya di eksekusi mati oleh tentara (Baca: Part 5), namun PKI tidak dibubarkan oleh pemerintah pada saat itu. PKI pun terus mengumpulkan kembali kekuatan-kekuatan mereka yang sempat porak poranda untuk menyongsong Pemilu 1955. Demi keselamatan mereka, maka banyak bekas aktivis dan juga pimpinan PKI-Pesindo yang kembali bergabung dengan TNI dan menyatu dengan masyarakat. Pada tahun 1950 Dalam suasana yang sudah kondusif para tokoh dan kader PKI yang sempat bersemunyi baik di dalam maupaun di luar negeri mulai berani menampakkan diri. Alimin seorang kader senior PKI segera mengambil kepemimpinan PKI, Peluang itu ia gunakan sebaik-baiknya untuk memperbaiki citra partai yang dianggap buruk dan kejam. Dedengkot PKI ini segera mengubah strategi PKI dari Partai masa menjadi partai kader yang seolah membawa citra partai sebagai partai yang membawa perdamaian dan kesejahteraan.
Spoiler for spoiler:

Namun strategi Alimin ini kurang disetujui oleh golongan muda PKI yang lebih radikal yang saat itu di pimpin DN Aidit. Kelompok muda PKI ini pun akhirnya berusaha menyingkirkan Alimin dari kursi ketua PKI yang sebelumnya dijabat Musso. Akhirnya pada Sidang Pleno CC PKI pada 7 Januari 1951, DN Aidit bersama kliknya yaitu Lukman, Nyoto dan Sudisman berhasil mendepak Alimin dari kursi ketua PKI dan DN Aidit mengambil alih kepemimpinan PKI. Dari tangan Aidit inilah kemudian mesin PKI kembali hidup, Aidit berusaha mengembalikan agenda besar PKI yaitu sebagai partai kader dan sekaligus partai massa yang progresif.
Kepemimpina Aidit yang progresif itu berhasil menyatukan kekuatan PKI yang porak poranda. Maka dalam waktu singkat beberapa organisasi kiri seperti Barisan Tani Indonesia (BTI), Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) dan juga Pemuda Rakyat bisa dirangkul menjadi organ resmi PKI, selain itu berbagai organisasi profesi dan kekaryaan dibentuk untuk menunjang perjuangan PKI. Dengan menyatunya kekuatan kiri itu maka agresivitas PKI tidak terbendung lagi. Aksi kekerasan memang telah menjadi sikap dan ideologi PKI, karena itu watak dasar ini sangat sulit untuk disembunyikan.

Sekitar tahun 1951 berbagai perusahaan strategis baik di sektor industri mapun perkebunan serta transportasi masih di tangan Belanda, maka SOBSI dan BTI melakuakan serangkaian pemogokan. Langkah itu tidsak hanya mengganggu perusahaan tetapi juga mengganggu kehidupan masyarakat. Bahkan kemudian pada 5 Agustus 1951 sekitar pukul 19.00 WIB para anggota bersenjata PKI yang kala itu dikenal dengan nama ETEH melakukan serangan terhadap Markas Brimob Tanjung Priok Jakarta. Dengan berpura-pura ingin menjenguk temannya di markas Brimob, Anggota PKI yang memakai ikat kepala palu arit tiba-tiba menyerang pos jaga, gerombolan PKI yang memegang senjata api ini kemudian masuk markas Brimob dan melukai para anggota yang ada di dalamnya, mereka juga melakukan pencurian senjata milik Brimob.

Spoiler for spoiler:


Akhirnya Aparat keamanan pemerintah pun melakukan penangkapan terhadap pelaku penyerbuan terhadap aparat negara itu. Terbukti beberapa CC PKI terlibat. Dengan tegas aparat kemanan menangkap beberapa tokoh penting PKI seperti DN. Aidit, Karim DP maupun Supranoto dan lain sebagainya. Selain itu beberapa Anggota DPR PKI juga ditangkap aparat seperti Ir. Sukirman, Peris Pardede, Hutomo Supardan dan lain sebagainya sebanyak 15 orang. Selain itu beberapa pimpinan PKI daerah juga ditangkap aparat keamanan. Ini menunjukkan PKI tidak serius dalam menempuh jalan bar u, ma sih menggunakan jalan lama dan tradisi lama yaitu melakukan sabotase. Tetapi sekali lagi dengan kelihaiannya sendiri maka PKI bisa melepaskan diri dari jeratan hukum, sehingga mereka bebas kembali bahkan kemudian menuduh DI/TII yang melakukan perampokan dan penyerbuan.
NU KELUAR DARI MASYUMI & BENTUK PARTAI SENDIRI

Mulanya partai ber-ideologi Islam hanya Masyumi (Dibentuk pada Kongres Umat Islam di Gedung Madrasah Mu’alimin Muhammadiyah Yogyakarta, pada 7/11/1945). Banyak faktor yang mendasari keluarnya NU dari Mayumi, salah satunya adalah ketidakadilan dalam pembagian posisi baik di Partai maupun Pemerintahan. Dalam Partai walaupun sebagai kelompok besar namun NU hanya ditempatkan sebagai Penasehat sedangkan nasehatnya tidak pernah di dengarkan. Demikian juga pembagian posisi dalam Parlemen maupun dalam Kabinet pihak NU tidak diberi jabatan yang penting, padahal NU banyak memiliki tokoh besar dan kontribusi NU pada Masyumi juga sangat besar. 

Spoiler for spoiler:

Selain itu banyak sekali kebijakan politik Masyumi yang jauh menyimpang dengan kebijakan politik NU, baik soal dalam negeri seperti ketidaktegasannya dalam menghadapi DI/TII, dan juga politik luar negarinya yang menyimpang saat Perdana Menteri Soekiman (Masyumi) dan menteri luar negeri A. Subadjo (Masyumi) menandatangani perjanjian Pakta Keamanan Bersama dengan Amerika (MSA) 1952 yang berarti menempatkan Indonesia ke dalam blok Amerika, yang ini menodai politik netral atau bebas aktif yang ditempuh negara Indonesia. 

Terlebih setelah Kongres Masyumi 1949 saat M. Natsir terpilih jadi ketua Masyumi, peran Majelis Syuro yang di isi oleh para Ulama Sepuh NU mulai dikurangi perannya dan cuma menjadi badan konsultatif yang tidak punya peran mempengaruhi kebijakan Partai. Suara-suara NU dalam tubuh Masyumi pun jarang di dengar dan saran-saran dari NU selalu diabaikan. Salah satu usulan NU  adalah ketika NU meminta agar Masyumi menjadi Federasi namun saran itu diabaikan. Padahal ketika Masyumi pertama berdiri para Kyai-kyai NU meminta agar anggota-anggota NU untuk membanjiri Masyumi karena sebagai wadah suara umat Islam. Faktor lain yang menyebabkan NU menarik diri dari Masyumi adalah ketika Jatah Menteri Agama yang biasanya menjadi Jatah NU justru diberikan ke pihak lain.

Dalam Kongres Masyumi di Yogyakarta pada Desember 1949, M Saleh yang tak lain Walikota Yogyakarta menyindir para kiai, ia mengatakan: “Politik adalah luas. Politik ini saudara-saudara, tidak bisa dibicarakan sambil memegang tasbih, jangan dikira scope-nya politik ini hanya di sekeliling pondok dan pesantren saja. Dia luas menyebar ke seluruh dunia,” kata Saleh.

Spoiler for spoiler:


Para kader NU yang saat itu hadir di kongres pun meminta saleh mencabut ucapanya namun ia tetap bergeming, Sekitar 30 kader NU pun langsung keluar rungan kongres. Dalam Kongres pun, ada di antara peserta yang tak memperlihatkan rasa hormat kepada ulama. Peserta-peserta ini menganggap lulusan sekolah Belanda lebih superior ketimbang lulusan sekolah agama.

KH. Wahab Chasbullah yang kala itu ketua PBNU pun akhirnya angkat suara, dalam Muktamar NU ke-18 di Jakarta, Mei 1950, KH. Wahab Chasbullah mendesak penarikan diri NU dari Masyumi. dalam pidatonya KH. Wahab berujar:

“Banyak pemimpin NU di daerah-daerah maupun di pusat yang tidak yakin akan kekuatan NU.  Mereka  lebih menyakini kekuatan golongan lain. Orang-orang ini terpengaruh oleh bisikan orang yang menghembuskan propaganda agar tidak yakin akan kekuatan yang dimilikinya. Kekuatan NU itu ibarat senjata adalah meriam, betul-betul meriam. Tetapi digoncangkan hati mereka oleh propaganda luar yang menghasut seolah-olah senjata itu bukan meriam tetapi hanya gelugu alias batang pohon kelapa sebagai meriam tiruan. Pemimpin NU yang tolol itu tidak sadar siasat lawan dalam menjatuhkan NU melalui cara membuat pemimpin NU ragu-ragu akan kekuatannya sendiri.” Ujar KH.Wahab Casbullah dalam Muhtamar NU 18 Jakarta.


Spoiler for spoiler:


Dalam Muktamar NU ke-19 di Palembang, 26-30 April 1952, Para Ulama NU memberikan restu kepada KH. Wahab Chasbullah untuk menarik NU dari Masyumi dan mendirikan Partai sendiri. NU pun secara resmi keluar dari Masyumi pada 31 Juli 1952, dan pada 1954 NU akhirnya memproklamirkan berdirinya Partai NU.

“Kalau tuan-tuan ragu kepada kebenaran sikap yang kita ambil, nah silakan saja tuan-tuan tetap duduk dalam Masyumi. Biarlah saya sendiri pimpin NU sebagai partai politik yang memisahkan diri dari Masyumi. Saya cuma minta ditemani satu orang pemuda, cukup satu orang, sebagai sekretaris saya. Tuan-tuan boleh lihat nanti,” Ujar KH.Wahab Casbullah dalam Muhtamar NU 19 Palembang.


Spoiler for spoiler:


Meski baru resmi menjadi partai dalam waktu setahun menjelang Pemilu, Namun suara Partai NU begitu signifikan. NU Berhasil menduduki posisi ketiga secara Nasional dibawah PNI dan Masyumi, dan PKI di posisi ke-4 dibawah Partai NU. Jika sebelumnya NU melawan PKI hanya dengan kekuatan Organisasi Keagamaan. Kini NU pun akhirnya mempunyai kendaraan sendiri untuk menghadapi PKI secara Politik yakni melalui Partai NU. PKI pun akhirnya mempunyai lawan baru yang tangguh, setelah sebelumnya hanya berhadapan dengan Masyumi dan kini harus berhadapan pula dengan Partai NU.

TREAD SEBELUMNYA KLIK: (Part 1)(Part 2),(Part 3)(Tread 4)(Part 5), (Part 6)



Quote:



emoticon-Cendol Ganemoticon-Cendol Gan


Diubah oleh dionlanang 09-06-2020 10:41
nona212Pupilsxonefachri15
fachri15 dan 2 lainnya memberi reputasi
3
3.3K
5
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan