kutilkuda1202Avatar border
TS
kutilkuda1202
[CURHAT] Sakit Hatiku Menjadi Menantu yang Dibanding-bandingkan
Note: Thread ini adalah KISAH NYATA curahan hati dari salah satu teman. Komentar akan dibalas oleh narasumber langsung maksimal 24 jam setelah thread di post.

Pernahkah kau bicara
Tapi tak didengar
Tak dianggap sama sekali

Pernahkah kau tak salah
Tapi disalahkan
Tak diberi kesempatan

........

lirik lagu dari Agnes Monica yang berjudul Teruskanlah sangatlah cocok dengan kehidupanku saat ini. Rasanya diacuhkan saat berbicara, tidak dianggap sama sekali, bahkan disalahkan meskipun tidak merasa salah dan tidak ada kesempatan sedikitpun bagiku. Sering aku merasa, semua ini apa karena salahku? atau adakah sesuatu hal yang menyebabkan semua ini terjadi. Semua nya ku tahan, ku coba untuk tetap menyimpan dalam hati dan menutup semua dalam senyum. Seperti inilah rasanya menjadi menantu yang dibanding-bandingkan.

Perkenalkan, namaku Ningrum. Aku menikah dengan suamiku pada tahu 2011 lalu. Saat ini aku sudah memilki seorang anak laki laki berumur 7 tahun. Sebenarnya apa yang aku alami ini sudah ku rasakan sejak 2014 lalu. Tepatnya setelah kakak dari suamiku menikah. Tetapi semakin tahun, rasa panas dan penat dalam hatiku semakin tidak tertahankan lagi. Aku merasa seperti menjadi menantu yang tidak dianggap. 

Ibu mertuaku memiliki dua orang anak dari suami pertamanya, yaitu suamiku dan kakak laki lakinya bernama Restu. Ia seorang janda dan menikah kembali saat anak anak nya masih SMP.  Suamiku bernama Raka. Mas Raka adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Anak terakhir dari ibu mertuaku adalah hasil dari pernikahan ibu mertua dan suami keduanya. Saat ini, ia masih kuliah dan tidak tinggal bersama dengan kami. Ia tinggal di Jakarta, dan pulang setiap libur kuliah saja. 

Suamiku menikah lebih dahulu dari kakaknya, sehingga aku adalah menantu pertama yang masuk dalam keluarga ini. Ibu mertuaku memiliki bisnis kost, kontrakan, dan juga rumah makan. Ku akui, ibu mertuaku memang memiliki harta dan keuangan yang sangat baik. Berbeda dengan aku dan suamiku. Suamiku bekerja sebagai staff di suatu perusahaan, sedangkan aku hanya sebagai guru TK swasta yang bayaran per bulan saja tidak sampai setara dengan UMK. 

Sejak 2011 sampai 2014, ibuku sangat baik kepadaku. Semua baik baik saja. Tidak ada masalah yang berarti. Aku memasak, membersihkan rumah, serta mengurus rumah tangga dengan baik. Saat aku melahirkan Dimas pun, semua nampak baik baik saja. Ibu nampak bahagia dengan kehadiranku sebagai menantu di keluarga ini. Meskipun aku tidak bisa memberikan uang, membelikan sesuatu yang mahal, mencukupi kebutuhan ibu, tetapi aku menempatkan diriku sebagai menantu yang baik. Aku menjalankan tugas sebagai istri sekaligus menantu dengan sepenuh hati. karena aku menyadari, bahwa aku dan suami belum bisa memiliki rumah sendiri, dan harus hidup tinggal bersama mertua serta kakak di sini.

Tetapi, semua mulai berubah. Di tahun 2014, Mas Restu menikahi seorang perempuan cantik. Kulit sawo matang, tinggi, langsing, cerdas. Ia dari keluarga baik baik dan memiliki status perekonomian yang baik. Ia adalah anak satu satunya dari salah satu pemiliki toko besi besar di kota. Ia lulusan S2 dari Universitas negri, dan bekerja sebagai manajer di sebuah perusahaan. Mas Restu memang memiliki kemampuan dalam hal pendidikan yang sangat baik. Itulah mengapa ia menikah tidak secepat suamiku. Ia lebih fokus pada study dan karir, begitupun istrinya juga benar benar berkualitas.

Mereka pun tidak tinggal serumah dengan kami. Mereka membeli rumah di kawasan perumahan. Setauku kredit, tetapi cukup membanggakan. Berbeda dengan aku dan suamiku. Gaji kami pas pasan untuk mengambil kredit. Selain itu, suamiku berpikir bahwa lebih baik tinggal bersama ibu. Melihat usia ibu yang sudah lanjut usia dan adik mereka tidak tinggal bersama dengan mereka. Tetapi sayangnya, keputusan suamiku ini membuat rasa pahit yang harus kunikmati setiap hari sejak 2014 itu. 

Semua mulai nampak saat lebaran 2015. Saat itu, aku disuruh ibu untuk mempersiapkan makanan kesukaan mas restu dan istrinya. Aku memasak dari pagi sampai tengah malam. Membersihkan rumah, menata area area tamu, serta membersihkan pakaian dan semua yang ada di rumah. Semua dilakukan untuk menyambut Mas Restu dan istrinya. Semua ku lakukan dengan senang hati. Tetapi setelah mereka datang, aku benar benar diperlakukan seperti pembantu. 

Disuruh membuatkan minum untuk mereka. Menata kamar mereka, dan melayani mereka. Sudah kulakukan dengan segenap hati, malah di sindir oleh ibu mertuaku. "oh jadi sekarang gajinya naik ya, wah beda sama Ningrum, Gajinya aja buat beli micin tidak cukup..", sindir mertuaku sambil tertawa. Aku diam saja dan mencoba bertahan. Lalu istri mas Restu membawakan kado buat ibu mertua. "wah ya ampun kok repot repot, nih pak lihat deh, si Sandra repot repot belikan kado.. nggak kayak si satunya".

Suatu waktu lain, saat suamiku membuat kopi sendiri. Tiba tiba ibu mertua nyeletuk dengan nada tidak enak," istrimu mana kok buat kopi sendiri? sesibuk apa sih. kayak jadi manajer aja, wong ya cuman guru tk, apa capeknya????". Aku yang di kamar mendengar ucapan pedas itu hanya bisa menangis dan tidak keluar kamar hingga esok hari. Saat ia menggosip bersama tetangga, ia juga selalu membawa namaku. Aku selalu jadi bahan gosip mereka. Ibu mertuaku sendiri yang menjelek-jelekan aku. 

Ia berkata, aku tidak bisa beli baju, aku tidak bisa beli daster yang bagus. Saat aku beli daster baru, dan ia tidak kubelikan, sudah pasti jadi bahan sindiran lagi. Rasanya selalu saja salah. Selalu saja tidak ada hal positif dalam hidupku. Sia sia sekali rasanya. Semua yang kulakukan di rumah ini. Secapek apapun aku membersihkan rumah, memasak, mencuci dan mengurus rumah. Semuanya tidak ada artinya. Sia-sia semuanya. 

Puncak sakit hatiku adalah minggu lalu. Kemarin minggu Mas Restu, istrinya dan anaknya yang masih 2 tahun datang ke rumah. Aku sudah biasa diperlakukan seperti pembantu. Aku juga sudah biasa diperlakukan seperti tak berharga. Tetapi kali ini Dimas anakku yang kena batunya. Dimas tidak sengaja menumpahkan kue bolu yang disiapkan khusus untuk istri Mas Restu. Ibu mertua marah dan membentak Dimas. Bentakan yang tidak wajar sebenarnya. 
"HEH.. anak siapa sih kamu ini? Tidak tau aturan!!!! Dasar anak orang miskin, gak tau sopan santun. Ibumu apa tidak ngajarin sopan?? Ambilin itu kuenya!!!!!!"

Seketika aku menangis dan menemani anakku. Ku hampiri dia dan disaat aku datang, omelan wanita tua itu semakin pedas saja. Sampai menyangkut paut profesiku sebagai guru TK, aku yang tidak cantik, aku yang hanya lulusan D3. Semua dia sebutkan untuk membandingkan aku dan anak menantu satunya. 

Sakit hati ini serasa tidak ada solusi. Suamiku juga tidak bisa berbuat apa-apa. 
Mungkin inilah nasib orang miskin.. 
Teruskan saja.. Teruskan..
Sampai nanti aku pergi dan tidak ada lagi di sisi kalian, atau mungkin aku kembali kepada sang pencipta


Sekian.
Ningrum, Solo
Candra310Avatar border
berodinAvatar border
tien212700Avatar border
tien212700 dan 12 lainnya memberi reputasi
11
2.5K
46
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan