ulungrinjaniAvatar border
TS
ulungrinjani
Menabuh Bedug, Tradisi Bulan Ramadan Di Kampung Halaman Yang Mulai Terlupakan!

Annyeong Agan dan Sista! Selamat pagi, siang, sore dan malam bagi Gansis di seluruh dunia! Kali ini, ane bakal bahas seputar menabuh bedug, tradisi Ramadan di kampung halaman yang mulai terlupakan.


Tentunya, bulan Ramadan adalah bulan suci yang penuh ampunan dan keberkahan bagi umat Islam semuanya. Di bulan ini pintu neraka ditutup, setan dibelenggu dan pahala dilipatgandakan. #RamadanBerkah, itu hashtag yang biasa diketik saat bulan suci Ramadan.

Di bulan Ramadan pula, umat Islam diwajibkan untuk berpuasa. Puasa adalah menahan nafsu, haus, dan lapar yang dimulai dari adzan Subuh hingga adzan Magrib. Saat puasa, umat Islam juga sangat disarankan untuk menahan amarah, bersabar, tak mencaci maki, dan lain sebagainya.


Pada tahun 80an di kampung halaman ane yaitu Jakarta, setiap Magrib dan Subuh terdengar bunyi bedug sebagai pembangun sahur dan adzan Magrib sebagai pertanda untuk berbuka puasa. Bunyinya khas sekali, trak-trak-trak dug-dug-dug-dug dengan irama tertentu yang makin lama makin cepat.

Di awal bulan puasa pula, bedug dipukul. Bedug dipukul secara nyaring untuk pengingat bahwa bulan puasa telah dimulai, diawali dengan shalat Ashar berjamaah di Langgar Agung bersama Sultan Sepuh, abdi dalam, dan warga-warga sekitar, lalu Sultan Sepuh dan abdi dalam mulai memukul bedug secara bertalu-talu. Lalu, di sepanjang bulan Ramadan, bedug dipukul setiap sahur dan adzan Magrib (CMIIW).


Tentunya, bedug tersebut cukup berguna untuk mengingatkan warga sekitar. Sebelum ada TOA, bedug yang dipakai untuk mengingatkan warga Gansis, untuk membangunkan sahur, menandakan adzan Magrib, dan lain sebagainya.

Tradisi memukul bedug sudah ada sejak abad ke 16, pada tahun 1529 Masehi ketika Keraton Pangkuwati memulai tradisi memukul beduk yang sering juga disebut "drugdag" satu ini. Tetapi, belum bisa dipastikan benar atau tidaknya, sebab sangat sulit untuk menemukan sejarah pasti tentang tradisi pukul bedug.


Pukul bedug dijalankan secara turun temurun, mulai dari para Wali Songo di Indonesia, lalu generasi-generasi berikutnya, hingga sekarang walau memang sudah mulai ditinggalkan.

Sebenarnya, tradisi ini bertahan sangat lama. Sampai pada tahun 1990-2000an ketika TOA mulai menggantikan bedug ini (dahulu azan tak pakai TOA, muadzin biasa naik ke menara untuk azan), tradisi "drugdag" mulai ditinggalkan dan digantikan oleh TOA (CMIIW).


Tetapi, di beberapa daerah, tradisi ini masih bisa ditemukan. Seperti di kampung-kampung, tradisi ini masih bisa ditemukan, beberapa tempat di kota besar seperti Jakarta juga masih melestarikan tradisi ini.

 Tradisi "drugdag" atau pukul bedug ini bermakna akan kebahagiaan umat Islam dengan datangnya bulan Ramadan, dan menjalin silaturahmi antara Sultan Sepuh, para abdi dalam, para warga, serta mendapat hikmah silaturahmi Gansis.


Wah, sebenarnya tradisi pukul bedug ini harus dilestarikan Gansis. Tentu, agar kita tetap ingat dengan leluhur-leluhur pada zaman dahulu. Serta, membuat bulan Ramadan makin terasa akan kehangatannya.

Semoga, bulan Ramadan dan puasa Agan dan Sista menjadi berkah. Mari, kita tingkatkan iman pada bulan suci Ramadan, tahan amarah dan segala hal yang membatalkan dan merusak puasa. Tentu, agar #RamadanBerkah  makin terasa Gansis!


Jadi, gimana pendapat Agan dan Sista seputar thread ini? Oh iya, ane akan sangat berterima kasih apabila Gansis mengoreksi informasi di thread ini yang salah!

Sumber: 12
Pic: Terlampir
Narasi: Opini Pribadi
Disclaimer: Thread ini tak bermaksud untuk menjatuhkan maupun mempromosikan siapapun.
Original Written By: @ulungrinjani

emoticon-I Love Indonesiaemoticon-Toastemoticon-Rate 5 Star
Diubah oleh ulungrinjani 29-04-2021 14:10
c4punk1950...Avatar border
c4punk1950... memberi reputasi
1
808
4
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan