rahma.syndromeAvatar border
TS
rahma.syndrome
(CERPEN) Wanita Pejuang Rupiah


Aku terbangun sekitar pukul 06.05 WIB. Kulihat suamiku sedang berkutat di dapur mempersiapkan sarapan. Lantas aku beranjak berjalan ke arah kamar mandi. Seperti biasa, suamiku sudah menyiapkan air hangat untukku. Aku memang terbiasa mandi dengan air hangat.

Selesai aku mandi, Rendi-anak semata wayangku-sudah bangun dan bersiap untuk mandi. Ia baru saja masuk sekolah menengah atas. Kehadirannya mampu membuatku kuat untuk menjadi wanita tangguh.

Rutinitas pagi keluargaku yaitu suami yang sibuk di dapur, Rendi yang bersiap ke sekolah, dan aku yang bersiap untuk berangkat bekerja. Aku bekerja di salah satu PT di daerahku, sedangkan suamiku hanyalah tukang becak yang penghasilannya tak menentu. Semua kebutuhan rumah dan biaya sekolah Rendi, akulah yang menanggungnya.

Aku iri melihat ibu-ibu lain yang paginya terbangun lebih awal, membeli sayur, lalu sibuk di dapur. Tapi, setiap orang mempunyai kehidupannya masing-masing. Aku tidak bisa menyalahkan suamiku atas pekerjaannya, aku juga tidak bisa menyalahkan takdir yang membuatku seperti ini.

Aku berangkat bekerja diantar oleh suamiku. Sesampainya di tempat kerja, tak lupa aku mencium tangan suamiku lalu pergi meninggalkannya. Meskipun aku pencari nafkah utama, tapi aku selalu menghormati dan menghargai suamiku.

Setelah mengantarku, suamiku segera bersiap untuk berangkat bekerja. Ia terbiasa mangkal di pasar yang tidak jauh dari rumah. Ketika menjelang sore, suamiku pulang dan bersiap untuk menjemputku. Aku bahagia, meskipun keuangan hanya pas-pasan.

Aku hampir tak pernah menyentuh pekerjaan rumah. Menyapu, mengepel, mencuci pakaian, mencuci piring, dan memasak dilakukan oleh suamiku. Saat aku membantunya, ia selalu tidak memperbolehkan dengan alasan aku sudah capek bekerja. Padahal aku ingin mengerjakan semua itu karena memang itulah tugasku.

Entah suamiku yang begitu sayang kepadaku, atau karena suamiku merasa bersalah sehingga melakukan itu.

Aku tidak bisa memilih terlahir sebagai apa nantinya. Tapi aku bisa memilih kebahagiaan apa yang harus aku pertahankan. Jika aku egois, mungkin aku sudah meninggalkan suamiku dan memilih lelaki yang lebih kaya darinya. Tapi, aku tak melakukan itu karena bisa saja lelaki kaya di luar sana tidak tau cara menghormati dan menghargaiku seperti suamiku.

Kebahagiaan sesungguhnya adalah ketika kita mampu bersyukur dengan apa yang kita punya. Meskipun hanyalah hal kecil bahkan tak terlihat.

“Bu, maafin Ayah ya,” ucap suamiku tiba-tiba saat kami sedang berada di ruang TV.

Dahiku mengenyit heran mendengar penuturannya yang tak biasa.

“Maaf untuk apa?”

“Maaf karena tidak bisa membahagiakanmu. Tidak bisa membelikan pakaian bagus, tas bagus, tidak pernah membawa ke mall, bahkan membawa untuk jalan-jalan. Kamu selalu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan di rumah ini.”

“Tidak apa, aku tidak pernah menyesal menikah denganmu,” aku menggenggam erat tangannya untuk menguatkan.

Aku tahu ia merasa bersalah. Aku tahu ia ingin memutar keadaan, dan akupun tahu ia sedang mencari cara untuk membahagianku. Tapi, takdir dan keadaan belum mengizinkannya.

“Harusnya aku yang bekerja membanting tulang, bukan dirimu,” lirihnya lagi seraya menatapku dengan sendu.

“Kau pun bekerja. Sama sepertiku. Tidak usah dipikirkan tentang keadaan kita yang sekarang. Aku bahagia dengan keadaan yang sekarang,” ucapku seraya tersenyum ke arahnya untuk mencairkan suasana.

Suamiku ikut tersenyum dan mencium lembut tanganku. Tangan yang setiap hari ku gunakan untuk mencari rupiah tanpa kenal lelah. Cinta dan kasih sayang keluargalah yang selalu menguatkanku.

Tapi hidup tetaplah hidup yang tak akan bisa lepas dari masalah. Begitupun denganku. Rendi mengalami kecelakaan saat ia pulang sekolah. Aku memang membiarkannya mengendari sepeda motor ke sekolahnya karena Rendi yang memintanya. Sungguh, melihat seorang anak yang terbaring kritis di atas tempat tidur membuat hatiku teriris. Ingin rasanya aku menggantikan posisinya.

Takdir Tuhan memang tak bisa ku ubah. Rendi menghembuskan napas terakhir dua hari setelah kecelakaan. Air mataku terus mengalir deras, berteriak memanggil namanya, dan hatiku merasakan sakit yang amat dalam. Separuh jiwaku, separuh napasku, meninggalkanku untuk selamanya.

Cobaanku tidak datang dengan selingkuhnya suami, terlilit hutang, sinisnya tetangga, melainkan dengan diambilnya anak semata wayangku. Sudah tidak ada lagi yang kuharapkan dari dunia ini, semangat, motivasi, dan kebahagiaan seolah terrenggut untuk selamanya.

Suamiku terus menghiburku, menemaniku, dan menenangkanku di saat aku sedang kacau. Dia begitu setia.

Karena musibah yang menimpaku itu, aku jadi jarang masuk kerja dan berakhir dengan di PHK. Penghasilan yang ada hanya dari suamiku yang bekerja sebagai tukang becak. Hanya pas untuk makan sehari-hari.

Semakin lama, rumah tanggaku semakin tak sehat. Tagihan listrik yang tertunda, tagihan air yang belum kunjung terbayar, belum lagi tagihan motor yang datang setiap bulan. Aku semakin kalut menghadapi kehidupan yang sekarang. Bahkan sesekali aku bertengkar dengan suamiku hanya karena kami kekurangan uang. Meskipun ada yang bilang uang bukan segalanya, tapi tanpa uang kita bisa apa?

Sampai akhirnya, aku terlilit hutang untuk menutup tagihan listrik, air dan motor. Aku memutar otak, mencari jalan agar kehidupanku kembali pulih. Disaat aku sedang mencari cara, teman SMAku yang bernama Lasmi menawariku untuk bekerja sebagai asisten rumah tangga di Jakarta.

Aku menerima tawaran tersebut dan berangkat ke Jakarta, meninggalkan suamiku sendirian di rumah. Tapi, lagi-lagi hal tak terduga datang kepadaku. Di Jakarta aku berkenalan dengan seorang duda beranak satu yang bekerja sebagai HRD di salah satu perusahaan besar. Wajah cantikku mampu membuatnya terpikat meskipun aku hanya ART.

Aku menjelaskan bahwa aku sudah bersuami. Tapi ia tak gentar dan terus mendekatiku. Handoko Wijaya, itulah namanya.

“Ayu, suamimu bekerja sebagai apa?” tanya Handoko disuatu hari saat kami tidak sengaja bertemu di pusat perbelanjaan.

“Kenapa?” tanyaku dengan acuh.

“Masa istri cantik sepertimu dibiarkan bekerja sebagai ART. Memangnya suamimu tidak bisa memenuhi kebutuhanmu?” tanya-nya lagi.

“Suamiku bekerja sebagai tukang becak,” jawabku singkat.

“Apa? tukang becak? Kau tak bercanda? Wanita sepertimu mendapatkan suami yang hanya bekerja sebagai tukang becak?”

“Kau ceraikan saja suamimu dan menikah denganku! Aku bisa membahagiakanmu dengan uang yang ku punya. Gajiku satu bulan bisa membelikanmu barang-barang branded,” ucapnya yang terdengar seperti menyombongkan diri.

“Kebahagianku tidak bisa di tukar dengan uang!” jawabku sinis. Enak saja dia menyuruhku untuk menceraikan suamiku yang sudah menemani selama 17 tahun. Aku percaya jika suatu hari nanti, kehidupan kami berubah dengan keberhasilan suamiku. Aku tak mau meninggalkannya hanya demi lelaki yang lebih kaya darinya.

Waktu terus berjalan. Handoko terus mendekatiku dan tak segan membelikan barang-barang mewah untukku. Aku hanya menerima tanpa memakainya. Ya, menerima untuk menghargainya, bukan memanfaatkannya.

Sudah satu tahun lebih aku bekerja sebagai ART dan tidak pernah pulang. Maka, hari ini aku memutuskan untuk pulang dan membangun usaha bersama suamiku dengan uang tabunganku.

Pelukan hangat dan ciuman sayang menyambutku ketika tiba di rumah. Kebahagiaan terpancar jelas dari wajah suamiku. Benar-benar kebahagiaan yang luar biasa ketika kita mampu melihat orang yang kita cintai bahagia.

Dengan uang hasil kerja kerasku, aku dan suamiku mulai membangun usaha ayam telur. Suamiku sangat bersemangat dalam menjalankan usaha barunya. Ia belajar sana-sini dengan orang yang sudah berpengalaman, begitupun denganku.

Hasil tidak akan pernah mengkhianati usaha. Seperti itulah gambaran kehidupanku sekarang. Sudah tidak ada hutang, aku sudah bisa jalan-jalan, sudah bisa membeli pakaian bagus, dan yang paling penting adalah aku sudah bisa bangun lebih awal dan membeli sayuran bergabung dengan ibu-ibu lain. Kini, aku tak lagi menjadi karyawan PT ataupun bekerja sebagai ART, melainkan menjadi juragan telur ayam.


mr..drAvatar border
bukhoriganAvatar border
bukhorigan dan mr..dr memberi reputasi
2
497
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan