rahma.syndromeAvatar border
TS
rahma.syndrome
(CERPEN) Nol Persen


Aku nyata, kamu sketsa. Aku punya hati, sedangkan kamu hanya ilusi.

Itu adalah kalimat pembuka dari kisah yang belum usai. Dan mungkin tak akan pernah usai karena keduanya tak mau memulai.

Kisah ini sangat berbeda dengan kisah cinta di zaman dahulu, zaman dimana ponsel canggih belum ada dan hanya selembar kertas sebagai media yang menjembatani dua hati. Kisah ini justru muncul di zaman milenial, zaman dimana tidak dapat dilepaskan dari teknologi, terutama internet.

Dulu, getaran cinta akan hadir ketika kita menerima selembar surat dari sang pujaan hati. Tapi sekarang? Getaran itu akan hadir hanya karena sebuah notifikasi di ponsel canggih. Sungguh berbeda bukan?

Dunia terus bergerak, jika tertinggal satu langkah saja, mungkin akan terlihat seperti hidup di dunia yang berbeda.

Seorang gadis berparas cantik tampak memandangi ponselnya, ia menjadi salah satu insan yang hidup seperti budak teknologi. Jari-jemarinya terus menari di atas layar, mengetik beberapa kata dan mengirimkannya kepada seseorang.

Kau tahu apa yang lucu? Seseorang itu sama sekali tak pernah ia temui.

“Tessa,” panggil seorang wanita paruh baya dengan suara sedikit tinggi.

“Iya, Bu,” sahut Tessa sambil terus mengetik di layar ponselnya.

“Ini sudah siang! Apa kau tidak akan mandi?”

Tessa hanya bergeming, baginya, jam sembilan pagi masih terlalu dini untuk mandi, apalagi di akhir pekan. Tessa memilih untuk terus berkirim pesan dengan seseorang itu.

Lucu memang, ketika dua orang saling bertukar pikiran, saling menyayangi, dan saling memberi perhatian tapi mereka sama sekali belum pernah bertatap muka. Di zaman ini, kita bisa menyebut itu sebagai kisah cinta virtual. Apa kau pernah mendengarnya?

Untuk mengobati rasa rindu yang semakin menyesakkan, Tessa sering kali melakukan panggilan video. Perjuangan pada kisah cinta ini hanya sekedar berkirim pesan dan melakukan panggilan video.

“Apa kau yakin dengan hubungan yang seperti ini?”

Itu adalah pertanyaan yang keluar dari mulut Violin-sahabat Tessa. Violin sendiri sangat menentang dengan hubungan virtual. Violin berpendapat bahwa hubungan virtual hanyalah sebuah fiksi yang di ciptakan sendiri oleh si tokoh utama. Namun tokoh utama tidak menyadari hal tersebut karena hatinya ikut andil dalam kisah fiksinya sendiri.

Tessa selalu berharap jika dirinya bisa bertemu dengan seseorang itu, lalu menjalani kisah cinta yang semestinya dan akhirnya hidup bersama. Itu adalah rencana Tessa.

Ada satu satu kalimat yang cukup menohok di hati Tessa. Kalimat itu keluar dai mulut Violin, ya, lagi-lagi Violin.

“Kau di sini takut kehilangan, sementara dia di sana takut ketahuan.” Itu adalah salah satu dari ribuan kalimat yang menampar.

Tessa membuka buku gambarnya, lalu mulai menggoreskan pensil di atas kertas tersebut. Goresan itu terus berlanjut sampai akhirnya membentuk sebuah gambar. Tessa tersenyum melihat gambarnya sendiri. Gambar itu adalah sosok pujaan hatinya yang bernama Dirgantara.

Tessa sudah dekat dengan Dirgantara selama tiga bulan, namun sama sekali belum pernah bersua. Mereka hanya berkomunikasi melalu media, bercerita tentang hobi yang sama, dan menata masa depan dengan segala harapan.

Tessa menyukai seni, terlebih lagi menggambar. Begitupun dengan Dirgantara. Mereka saling berkirim karya hasil dari goresan tangan sendiri, saling berkomentar satu sama lain, dan saling memberi dukungan. Mereka berdua seperti pasangan yang sempurna, dengan segala kesamaan dan satu pemikiran.

Namun, baik Dirgantara ataupun Tessa sama-sama tak pernah memulai hubungan cinta yang serius. Mereka hanya berjalan di atas waktu dan mengikuti arus. Tak ada pembicaraan khusus tentang hubungan yang sedang mereka jalani.

Seiring berjalannya waktu, Tessa mulai benar-benar mencintai Dirgantara. Ia akan merasa kehilangan ketika Dirgantara tak membalas chatnya. Bagi orang lain, mungkin itu benar-benar lucu. Bagaimana bisa perasaan itu muncul sedangkan keduanya tak pernah bertemu.

“Jika rupa yang membuatmu jatuh cinta? Lalu untuk apa hati itu di ciptakan?”
Itu adalah kalimat pembelaan Tessa. Kalimat yang membuatnya yakin bahwa perasaanya memang benar.

Hubungan semacam itu tak bertahan lama, nyatanya, Dirgantara mulai menghilang dan jarang memberi kabar. Tessa mulai kalut dengan ketiadaan Dirgantara. Ia tak bisa menerima kenyataan bahwa yang ilusi tak akan pernah nyata.

Tessa merasa heran dengan sikap Dirgantara yang benar-benar berubah. Sampai akhirnya, hubungan antara Tessa dan Dirgantara benar-benar menjadi hambar. Mereka memang saling berkirim pesan dan melakukan panggilan telepon, tapi ada sesuatu yang hilang.

Perasaan Tessa yang tadinya hampir seratus persen, kini berubah menjadi nol persen. Hobi mereka memang sama, tapi bukan berarti mereka bisa bersama. Kisah itu tak ada kalimat penutup dan tak ada kesimpulan. Entaha apa namanya.

Kenangan mereka hanya history chat, momen mereka hanya panggilan video. Tapi, semua itu terasa membekas meskipun tak ada sebuah kejelasan.
bukhoriganAvatar border
phyu.03Avatar border
phyu.03 dan bukhorigan memberi reputasi
2
639
3
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan