anakucilAvatar border
TS
anakucil
Sesuatu Diantara Curhat Dua Sahabat
Pagi itu orang tua ku terlihat sibuk membersihkan rumah, emak membangunkan ku dan menyuruhku segera mandi serta ikut berbenah.
"Siapa yang mau dateng si mak ?" tanya ku malas
"Udah, cepet bantuin, temen abah mau dateng" balas emak dengan santai menarik bantal yang kutiduri
Duh, masih pagi juga, gerutu ku bergegas ke kamar mandi, di pukul sarbet yang di bawa emak.

Umurku sudah hampir 27 tahun, anak tunggal, lulusan kuliah teknik salah satu kampus negri. Aku memutuskan kembali ke kampung di cianjur, setelah berkarir selama empat tahun di Jakarta, karna abah sakit, dan meneruskan usaha abah menjual tepung bumbu racikan sendiri, usaha yang saat ini mulai maju dengan pesat, memberi lebih dari cukup untuk menghidupi kami. Aku tidak ingin hanya berpangku tangan dan tetap ingin mengembangkan usaha yang di rintis abah, dengan merakit beberapa mesin sendiri untuk meningkatkan produksi dan memperluas jaringan ke beberapa kota.

Abah juga dikenal sebagai budayawan sunda dan penggiat seni, walaupun tergusur jaman Abah selalu meminta ku mengingat sejarah leluhur.

Setelah teman abah pulang aku melangkah ke gudang samping rumah, tempat produksi tepung bumbu kami.
"Jang, rapihin bahan bahan aja, ga usah produksi dulu, stoknya masih banyak" ucap ku ke Ujang karyawan ku
"Aak tadi ada orang kota nyari abah, saya kasih tau lagi ada tamu dan dia mau balik lagi siangan" balas ujang
"Saha ?" tanya ku
"Gak tau nanti juga balik lagi" balas ujang santai, sambil membereskan jejeran tepung.

Ga jelas pikir ku, mengecek dan mencoba mesin yang baru ku buat untuk packing
"Jangan di tekan jang, nanti meledak plastiknya" ucap ku sambil mengecek alur pengisian, tapi ujang tetap tidak mengerti dan meledak lah plastik yang berisi tepung bumbu, sampai seluruh badan dan muka kita tertutup tepung bumbu
"Hehh, si Ujang" ucap ku kesal, melihat Ujang tertawa dan akhirnya aku juga tertawa melihat mukanya yang putih seperti badut.

"Assalamualaikum" suara seorang wanita di depan gudang
"Walaikum salam" balas ku dan Ujang sambil berusaha membersihkan wajah ku, wanita itu hanya tertegun melihat ku dan Ujang yang penuh dengan tepung,
"Mau ketemu Abah Engkus" balas nya
"Ada di sebelah" balas ku
"jang anter ke rumah, mobilnya di parkir di sini aja" ucap ku ke Ujang, mereka berjalan ke rumah diantar ujang, sementara aku terus membereskan mesin dan tidak memperhatikan mereka.

Tak lama Ujang kembali, mengatakan kalau emak dan abah menyuruh ku pulang, ikut menemani tamu, hmmm, ada lagi pikir ku, bergegas melalui pintu belakang memasuki rumah, emak yang sedang membuat minuman terkejut melihat ku dan menyuruhku mandi lagi.

Selesai mandi dan mengganti baju, aku bergegas menuju pekarangan rumah, di situ abah dan emak sedang berbincang dengan tamu yang baru datang, terlihat ada wanita asing juga ikut duduk di situ. Abah mengenalkan ku kepada mereka, Dita, Aline dan Donny, mereka bekerja di UNESCO, datang untuk mempelajari kebudayaan sunda. Dita melihat ku seperti tidak percaya kalau aku adalah orang yang tadi ada di gudang.

Dita seorang wanita yang cantik dengan pembawaan yang menarik, berkulit putih bersih dan berambut hitam panjang, Aline seorang wanita warga negara Jerman, bermata coklat dan berambut pirang tidak terlalu tinggi untuk ukuran orang asing, tapi bisa berbicara layaknya orang Indonesia, karna sejak kuliah ada di sini, Donny seorang pria berpenampilan dan bergaya layaknya orang Jakarta dengan segala kemewahannya, dan ku perhatikan dia selalu melirik Dita penuh arti.

Mereka meminta abah untuk mengajari mereka tentang budaya sunda, dan mencari tempat yang bisa di kontrakan karna Dita dan Aline akan tinggal selama satu tahun di sini, sementara Donny ditugaskan di Bandung.
"Di sini aja" ucap abah melihat ke emak dan di iyakan dengan anggukan kepala emak.
"Si Cecep biar pindah ke kamar atas gudang" lanjut abah
"Iya di sini aja, makan seadanya tapi" balas emak
hmmm, ada lagi baru pikir ku. Merasa tidak enak Dita menolak, tapi abah meyakinkan mereka karna memang tidak ada kontrakan di sekitar kampung ku dan halaman atas gudang adalah tempat favorite ku saat malam melihat lampu kota Cianjur. Ya sudah lah, memang kamar diatas gudang selama ini kujadikan ruang kerja ku merancang mesin dan sering tidur di situ, pikir ku.

Hari yang santai jadi sibuk, pikir ku, pindahan ke atas gudang dan kembali membongkar mesin tepung. Malam hari setelah makan malam Dita dan Aline, meminta ku ke atas gudang untuk melihat lihat dan duduk di situ.
"Bagus banget yah" ucap Dita
"Iya udaranya juga sejuk" sambung Aline
"Iya, ini tempat favorite saya sejak kecil" ucap ku, memandang jauh
Sambil duduk duduk kita bertukar cerita, mereka terkejut saat tau aku pernah kuliah, dan satu almamater dengan mereka, berbeda satu angkatan dan jurusan, Aline dulu adalah mahasiswa pindahan, ikut orang tuanya yang bekerja di Indonesia, satu jurusan dengan Dita.

Suasana malam itu menjadi cair
"Elo lulusan terbaik yah?" tanya Dita terkejut menunjukan HP nya ke Aline
"Cecep sutrisna" ucap Aline melihat foto ku dipajang sebagai lulusan terbaik di website kampus
"Iya" balas ku tersenyum, mengingat perjuangan di kampus dulu, merasa tak puas Aline mengejarku kenapa sampai memilih kembali ke kampung, dan aku bercerita, pernah bekerja di Jakarta kemudian abah sakit, memaksa ku kembali ke kampung merawat abah dan meneruskan usahanya, tapi di sini aku merasa nyaman karna ilmu ku ternyata sangat berguna, banyak alat yang bisa ku buat dan mengajarkan pemuda sekitar tentang alat alat untuk membantu kehidupan warga kampung, juga usaha yang kupegang saat ini mulai maju dengan pesat.

Pagi setelah sarapan, saat aku sibuk membetulkan mesin packing, kang Dudung datang ke gudang, melaporkan kalau pembangkit listrik tenaga air yang ku buat mengalami kerusakan, membuat ku beranjak untuk membetulkan alat tersebut.

Dita, Aline dan Abah yang sedang berjalan jalan, melihat ku berkutat membetulkan pembangkit listrik tenaga air di bantu beberapa warga, dengan tangan dan badan penuh tanah aku menyapa mereka, Dita tertawa melihat ku dan Aline sibuk mengambil gambar dengan kameranya.

Hari hari berlalu seperti biasa aku mulai sibuk dengan bisnis tepung, Aline sering datang ke tempat produksi di waktu senggang, bertukar pikiran, atau sekedar menanyakan hal hal lain. Aline sangat kritis dan pintar, banyak pertanyaan tentang adat istiadat membuat ku harus kembali bertanya ke abah. Dita sesekali datang menghampiri ku kita lebih banyak berbicara tentang masa depan dan cita cita, dia seorang yang ambisius dalam karir.

Suatu hari kulihat Dita sedang menerima telepon, terlihat seperti beragumen, di depan gudang dengan raut muka yang emosi, tiba tiba dia menuju ke gudang dan naik keatas menangis, tak lama Aline menanyakan nya, aku menunjuk ke atas gudang dan menyusulnya ke sana.

"Udah, tinggalin aja toxic gitu" ucap Aline memeluk sahabatnya, Dita mengatakan hubungan nya sudah berakhir, dia bercerita sambil melihat lihat alam sekeliling yang hari itu sangat teduh dan sejuk. Di bawah aku yang sedang sibuk produksi hanya bisa bingung, sampai emak datang membawa baki berisi sukun goreng dan teh manis untuk ku dan mereka. Dengan malas aku naik dan melihat Dita yang masih di bersandar di pundak Aline.

"Maaf ganggu, ini ada sukun dari emak" ucap ku, mengambil segelas teh manis dan sepotong sukun pergi kembali ke bawah. Malam hari seperti biasa kuhabiskan menatap lampu kota cianjur, ditemani bulan sabit yang menggantung begitu indah. Dita naik keatas, terlihat masih murung, perlahan dia mulai menceritakan masalahnya dengan Donny, aku terdiam mendengarkan ceritanya, berusaha menghiburnya.

"Makasih yah" ucap Dita tersenyum
"Maaf ga bisa kasih saran, belum pernah pacaran" balas ku polos, membuat Dita tertawa, kita mulai bertukar cerita lainnya menikmati malam itu, dia sesekali menatap ku dengan tatapan yang membuat ku gugup.

Cecep, pemuda pintar, polos, dan begitu hangat membuat suasana nyaman pikir Dita dalam hati, melihat ku ingin kenal lebih dekat. Dia tertawa kecil saat melihat ku gugup, membuat Dita lupa akan Donny dan menikmati bercerita bersama ku.

Esoknya Aline mendatangi ku dan meminta ku mengajaknya ke pasar kalau akan berbelanja atau menjual tepung.
"Naik mobil bak, ga ada ACnya" ucap ku
"Ga apa" paksa Aline, dan akhirnya hari itu kuajak ke pasar untuk berbelanja barang dan mendistribusikan tepung ku. Dia menanyakan bagai mana cara ku memonitor semuanya, dengan bangga ku tunjukan applikasi di HP ku
"Dibuatin teman kampus" ucap ku, membuat Aline terkagum kagum dan menanyakan banyak hal tentang rencanaku ke depan.

Dia menemukan yang kucari, dalam hati Aline, menatap ku yang bercerita keinginan kedepan dengan semangat. Melihat kejujuran ku yang tampil dengan apa adanya, membuat nya merasa sangat nyaman.

Pasar yang ramai hari itu, terasa sangat panas, selesai mendistribusikan barang dan membeli kebutuhan, ku ajak Aline menikmati es campur di perjalanan pulang, di situ dia bertanya kembali kenapa tidak berniat kembali ke kota, sambil makan es campur ku tunjukan kepadanya pemandangan sekitar dan merasakan bisikan angin yang menyejukan
"Apa lagi yang di cari" ucap ku
"Pendamping hidup" balas nya tertawa, membuat ku tersenyum dan tertawa
"Orang desa susah cari jodoh" balas ku, dia hanya tersenyum melihat ku yang menatap jauh kedepan.

Hubungan ku dengan Dita dan Aline, begitu unik, kedekatan ku dengan mereka berdua seperti silih berganti. Membuat bulan berganti bulan dengan cepat, dan aku semakin dekat dengan mereka.

Suatu hari Donny datang menemui Dita, dan terdengar suara keras Donny dari atas gudang, membuat ku naik di ikuti Aline
"Kita udah ga ada hubungan" ucap Dita
"Aku ga terima, kamu dekat sama dia" balas Donny menarik tangan Dita dengan kasar, melihat itu aku segera melepaskan tangan Donny dari Dita dan menghalanginya, Aline menarik Dita menjauh.
"Kalau bertamu yang sopan" ucap ku di depan Donny yang menatap ku dengan sinis,
"Loe ga usah ikut campur" balas Donny menunjuk kearah ku dengan penuh emosi, membuat ku ikut terpancing emosi.
"Banci beraninya sama cewek" ejek ku, menatapnya tajam sambil mendekatinya tapi Donny hanya terdiam.
"Pulang sana, dari pada ada keributan" sambung ku, Donny pergi dengan kesal, dan baru ku sadar, kalau Ujang dan abah ada di situ, juga emak yang sedang memeluk menenangkan Dita.

Emak mengajak kami semua turun, untuk makan di saung belakang rumah, Dita meminta maaf pada keluarga ku atas kejadian itu, abah dan emak hanya tertawa menenangkan nya
"Ga apa neng, kalau si Cecep ga belain, kasih tau emak, biar di sabet" ucap emak memukul ku dengan serbet yang di pegangnya, membuat kita semua tertawa melupakan kejadian itu. Emak memang terlihat sangat menyayangi Dita dan abah lebih dekat dengan Aline.

Malam hari Aline bersama abah dan emak pergi ke acara adat warga, Dita menghampiriku diatas gudang
"Makasih ya" ucap Dita tersenyum lembut, membuat ku salah tingkah
"Ga apa ko, dah lupain aja" balas ku, menayakan bagai mana pekerjaannya selama disini.

Dita dan Aline belakangan ini memberiku perhatian berlebih, membuat ku kikuk dan bingung, sampai emak dan abah memanggilku
"Emak mau punya momongan" ucap emak membuat ku bingung, akhirnya emak bercerita Dita dan Aline sering kali bertanya tentang diri ku dan apa yang kusenangi. Aku katakan kepada emak untuk tidak berharap, karna mereka hanya sementara di sini dan itu adalah bagian dari pekerjaan mereka, ucap ku tidak mau berfikir lebih jauh.

Dita sering mengajak ku kembali ke kota, meneruskan usaha ku di sana, karna di kampung akan sulit berkembang, dia juga sering mengajak ku pergi berdua ke pusat kota cianjur. Dita memang cantik dan sangat pintar membawa dirinya, tak sedikit pemuda kampung yang sering menitipkan salam untuk nya, aku juga berusaha keras tidak berfikir jauh karna tau ini hanya sementara.

Aline juga menjadi sangat dekat dengan ku, dia sangat menyukai kehidupan ku saat ini, kita kadang berjalan jalan berdua menikmati pemandangan desa, walaupun tidak secantik Dita, tapi dia sangat pintar dengan cepat dia mempelajari hal hal baru dan dia sangat bisa membawa suasana menjadi nyaman.

"Loe ga mau punya pacar cep" tanya Dita di suatu malam saat kita sedang berdua
"Pacaran bikin pusing" balas ku santai menikmati kopi buatan emak, dia tertawa mendengarnya, kukatakan ingin mengalir saja, sampai saatnya juga akan ketemu dengan jodoh ku
"Gw suka sama elo" ucap nya, membuat ku tersedak kopi ku
"Kamu pindah ke jakarta, kita serius, kamu ketemu orang tua ku" sambung nya merubah gaya bicaranya, membuat ku terdiam dan berdiri melihat lampu kota Cianjur yang menari mengajak pergi.
"Aku harus mengurus abah dan emak, kalau kamu mau jalin hubungan serius di sini, aku mau ketemu orang tua mu kapan aja" balas ku
"Tapi disini ga ada apa apa, sepi ga seenak di Jakarta" balas nya sedikit manja, berdiri di samping ku
"Kita bisa ke Jakarta kapan aja, kita support juga orang tua kamu, disini bisnis ku mulai maju dan mengalahkan apa yang bisa ku dapat di Jakarta" balas ku mencoba meyakinkannya, tapi dia hanya diam termenung tidak mengeluarkan sepatah kata
"Aku butuh waktu berfikir" balas nya, dan keheningan malam memeluk kita berdua

Aline yang sedang menuju keatas mendengar pembicaraan kita, terdiam berhenti, seperti menunggu sesuatu dan kembali ke kamar. Dita kembali ke kamar dengan raut muka seperti orang berfikir serius.
"Kenapa" tanya Aline, dan dia menceritakan semua ke sahabatnya,
"Gw bingung" ucap Dita, Aline hanya terdiam menatap sahabatnya penuh makna.

Setelah malam itu, Dita menjadi sedikit manja, sering kali meminta ku membantunya untuk berbagai urusan, Aline tetap dekat seperti biasanya dan tidak ada kecurigaan di hati Dita karna menganggap Aline bukan pesaingnya. Melihat perubahan kita berdua membuat emak dan abah sangat senang.

Suatu sore, Aline mengajak ku mencari spot foto ke area pematang sawah dekat rumah, sore itu Aline merasakan apa yang kurasakan, bisikan angin diantara batang batang padi memanggilnya untuk tinggal, melihat wajah ku dari balik lensa kamera membuat hatinya berdegup tak menentu.

"Dia pasti datang" ucap Dita kapada Aline di suatu malam
"Siapa?" tanya Aline bingung
"Cecep" jawab Dita tersenyum
"Gw ga mau tinggal di sini, dia pasti datang ke gw" sambung Dita, Aline hanya diam memperhatikan wajah sahabatnya.

Sebentar lagi mereka pergi pikir ku, terngiang suara Dita yang mengajak kembali ke Jakarta. Malam itu otak ku terus berfikir, hmmm, usaha sudah jalan, bisa kuserahkan ke ujang dan di kontrol lewat applikasi, bisa di kembangkan juga di sana atau kerja dan sesekali ke sini nengok emak dan abah, pikir ku merenung, tapi tiba tiba aku teringat suara isak tangis emak saat meminta ku pulang karna abah sakit keras, membawa ku kembali ke dunia nyata menatap kabut yang menutupi lampu lampu kota Cianjur, hal baru yang mengacaukan perasaan ku.

Saatnya tiba untuk mereka pamit pergi, Dita mengatakan dia menunggu ku di Jakarta. Hari itu ku ceritakan kepada abah dan emak tentang aku dan Dita, dengan berat hati abah menyuruh ku pergi ke Jakarta mengejarnya, tapi emak yang sangat menyayangi Dita mengatakan, biarlah nanti pasti ada yang kembali, saat itu kamu harus menjadi lelaki yang berani mengajaknya menikah.

Bulan demi bulan berganti, kabar dari Dita semakin jarang dan berhenti menjawab pesan ku. Dita juga menunggu dan memikirkan untuk mengalah, karna tidak ingin aku bersama orang lain, tapi dia tak kunjung memutuskan, Aline hanya diam mendengar ceritannya melihat sahabatnya yang sudah berminggu minggu tidak dapat mengambil keputusan.

Di satu waktu kulihat seorang wanita yang ku kenal berjalan menikmati bisikan angin dan merasakan gelitik dedaunan di jemarinya, berjalan pelan mengikuti panggilan hatinya, tersenyum kepada ku dengan manis, dan memeluk emak ku dengan hangat.

Aline datang, dia mengatakan kalau hatinya telah membawanya sampai ke sini. Emak dan abah tersenyum dan melihat ku. Malam hari ku ajak Aline ke atas gudang
"Kamu mau menemani ku berjuang bersama di sini" ucap ku
"Aku kemari karna hati ku ingin tetap disini" balas Aline tersenyum menatap ku.

Esoknya aku meminta bertemu orang tuanya untuk melamar, perkataan yang membuat matanya berbinar binar dan mengajak ku pergi ketempat orang tuanya.

Sebulan kemudian undangan pernikahan kita sebar, Dita mengirimkan pesan ke Aline,
"Elo sahabat gw, kenapa nusuk gw dari belakang" pesannya
"Gw cuma mau main ketemu emak, tiba tiba Cecep mengajak gw nikah, bukan salah gw dong" balas Aline, mengingat curhatan Dita kepadanya, dan tersenyum, akhirnya kamu jadi milik ku, ucap Aline dalam hati, memeluk ku dari belakang, saat sedang melihat lampu lampu kota cianjur yang menari manari bersamanya malam itu.
Diubah oleh anakucil 25-11-2021 11:47
ariel2057Avatar border
bonita71Avatar border
MFriza85Avatar border
MFriza85 dan 6 lainnya memberi reputasi
7
1.1K
27
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan