Arief Poyuono, Dugaan Penggarongan Dana Fee Formula E DKI Jakarta, Akan Ditutupi dengan Modus Kasus Perdata
Hanifuddin Budi Satrio
- 15 September 2021, 22:39 WIB



EDITORNEWS - Arief Poyuono siapa yang tak kenal, politisi Gerindra ini sering berteriak vokal berkaitan konstelasi politik nasional dan kebijakan pemerintah.

Kali ini Arief Poyuono dan Rudi S Kamri akan membahas mengenai potensi penggarongan dana fee Balap Mobil Listrik Formula E di DKI Jakarta yang dilansir dari Youtube Kanal TV Anak Bangsa.

Dalam perbincangannya dengan Rudi S Kamri,  Arief Poyuono menjelaskan mengenai modus yang dia khawatirkan akan dilakukan untuk menutupi pencurian dana fee Balap Mobil Listrik Formula E.

Kali ini saya agak penasaran dengan statement beliau tentang formula E," kata Rudi Kamri. 

Formula E, bukan vitamin e ya mas, hehehe," ujar Arif Poyuono.

Begini, itu kan ada audit BPK, jadi 1 triliun itu sudah masuk ke panitia yang lisensi formula E, lalu yang 200 milyar itu adalah uang muka atau fee para penyelenggara, itu yang tidak bisa ditarik." tutur Poyuono.

Saya dengar yang baru bisa ditarik itu yang sisanya yaitu yang 360 m, ujarnya

Kemudian Rudi menanyakan bahwa pembayaran dulu 200 m sebagai uang muka untuk 2020.

Bukan uang muka, itu namanya uang bayar fee untuk pemegang licence formula E, jadi yang gak bisa ditarik," kata Arif Poyuono.

Oh licence fee, jadi yang 200 m itu hilang, ujar Rudi.


Iya, hilang...,jawab Arif . Kemudian untuk penyelenggaraan 2021 bayar lagi 360 m, kata Rudi

Sampai dengan 1 T, sampai dengan penyelenggaraannya, kata Arif Poyuono.

Polemik tentang dana Formula E ini sekarang menjadi hangat bahkan memanas bukan hanya di DKI tapi juga sudah menjadi pembincangan Nasional.

Selebihnya juga belum bisa balik, ujar Arif. Itu audit BPK lho Mas, ujar Arif Puyuono.

Jadi dana yang dikeluarkan pemda DKI jumlahnya?" "1 trilyun," tukas Arif Poyuono.

Pertanyaanya mas, ini kan force majore, ujar Arif PoyuonoFormula E ini kan gagal bukan karena keadaan yang diinginkan tapi karena keadaan yang tidak diinginkan, karena Covid, ujar Arif Poyuono.

Artinya?"...Artinya ya harus balik dong, semuanya, kenapa yang 200 m tidak balik?" kata Arif

Yang 200 gak bisa balik, ujar Rudi menegaskan. Saya yakin itu hanya bisa bisaan saja dari pihak Jakpro dan pihak pemda DKI, kata Arif Poyuono


Jadi ini Mas Arif mengindikasikan ini ada akal akalan? Kata Rudi. 

Akal akalan mas, ini  bancakan mas, 200 milyar mas, ujar Arif.

Nggak sedikit lho, ujar Rudi.

"Dibilang gak bisa ditarik, lho ini force major, karena covid tidak bisa, dilaksanakan," tutur Arif Poyuono.

Artinya kan bukan kesalahan Jakarta, ujar Rudi.

Ya kesalahan Jakarta mas dari awal, artinya dalam membuat perjanjiannya bagaimana, ujar Arif Poyuono.

Keteledoran mereka ya? ujar Rudi.
Keteledoran mereka," jawab Arif.

Arif Poyuono tidak yakin bahwa uang itu tidak bisa kembali karena biasanya panitia kebagian dari fee uang itu

Kecurigaan Arif Poyuono tampaknya karena pengalamannya selama ini bekerja di perusahaan BUMN

Bisa jadi, bagi baginya di singapur atau di Jerman atau dimanalah," kata Arif memisalkan kemungkinan yang terjadi.


Ketika ditanyakan oleh Rudi Kamri, apakah ada informasi mengarah ke sana, Arif Poyuono menyatakan ada informasi ke arah sana.

Ada informasinya ke sana mas, saya tahu, tukasnya kepada Rudi.


Kalau begitu BPK kemana, kenapa tidak mengendus sampai sejauh itu?" kata Rudi Kamri bertanya.

Arif Poyuono mengatakan bahwa BPK hanya mengaudit saja, nanti hasilnya baru disampaikan.

Seharusnya kejaksaan agung, KPK dalam hal ini cepat tanggap," ujar Arif.

Rudi membenarkan bahwa seharusnya lembaga-lembaga tersebut proaktif terhadap kasus ini.

Arif Poyuono menjelaskan dari pengalamannya bahwa kasus seperti ini ada yurisprudensinya.

Ada mas yuresprudensinya, katanya.

Dia menceritakan bahwa misalnya, dulu ketika Bulog akan membeli sapi, pada jaman Puspoyo Widjanarko , uang muka sudah disetor, dibayarkan.

Puspoyo Widjanarko dinyatakan bersalah oleh majelis hakim negeri Jakarta Selatan, dalam kasus korupsi impor sapi fiktif dari Australia dan dua dakwaan lain mengenai ekspor beras ke Afrika Selatan.

Terus katanya apa gitu lho, force majore, duitnya gak bisa ditarik berapa milyar gitu kan, masuk pidana korupsi," ujar Arif Poyuono.


Arif menambahkan contoh kasus yang lain, Hotasi Nababan telah mengirimkan duit di Amerika untuk sewa pesawat.

Ternyata pesawatnya tidak ada, duitnya hilang, masuk juga," ujarnya.

Arif menjelaskan bahwa kasus Merpati tersebut akhirnya menjadi pidana korupsi dan pelakunya dipenjara.

Hotasi Nababan adalah mantan Direktur Utama Merpati Nusantara Airlines,  dihukum 4 tahun penjara,  karena  terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan negara USD 1 juta.

Hotasi menjabat sebagai Dirut PT MNA itu sejak 19 April 2002 hingga 2008.

Artinya seharusnya ini bisa kena tindak pidana korupsi, ujar Arif Poyuono menegaskan.

Arif Puyuono menghawatirkan nanti uang 200 milyar itu tidak bisa ditarik karena, dengan dalih Jakpro atau DKI Jakarta melakukan gugatan perdata ke penyelenggara pemegang lisensi.

Wah ini duit negara sedang diusahakan nih, waah itu gak percaya saya, ujar Arif Poyuono.

Akal-akalan itu nanti, kata Rudi Kamri. 

Ya, akal-akalan, itu nanti dibagi-bagi, kebanyakan akal-akalan," tutur Arif menjelaskan.

Jadi, mas Arif membayangkan modusnya akan seperti itu ya, untuk menutupi kasus ini," Rudi Kamri menyimpulkan penjelasan Arif Poyuono.

Ya, modusnya akan seperti itu, ujar Arif.

Arif Poyuono takut nanti gugatan perdata akan digunakan sebagai cara untuk menutupi kasus korupsi atau penggarongan dana fee Formula E.

Arif Poyuono mengharapkan kejaksaan dan KPK bisa menjerat kasus Formula E ini dengan yurisprudensi kasus BULOG dan Merpati yang dijelaskannya tadi.***

SUMUR


video lengkap silahkan ditonton disini :