marywiguna13Avatar border
TS
marywiguna13 
Remaja, Senjata, dan Budaya Penembakan Massal di Amerika #KamisKriminal


Berdasarkan data dari lembaga nonprofityang bernama Gun Violence Archive, pada tahun 2018 setidaknya 101 insiden penembakan massal sudah terjadi di Amerika dan 23 insiden diantaranya terjadi di institusi pendidikan yang tidak hanya melukai, tetapi juga menewaskan siswa dan guru yang berada didalamnya.

Salah satu insiden yang pernah menyita perhatian adalah yang terjadi di Marjory Stoneman Douglas High School di Parkland, Florida, pada tanggal 14 Februari 2018 lalu. Pelakunya yang bernama Nikolas Jacob Cruz yang baru berumur 19 tahun, justru tidak lain adalah merupakan bekas siswa disekolah tersebut.



Dengan menggunakan senjata berjenis semi otomatis AR-15 yang dibeli secara legal dari sebuah toko senjata didaerah Florida Selatan, Cruz kemudian mulai melakukan penembakan yang terjadi pada siang hari itu, setelah sebelumnya secara sengaja menyalakan alarm kebakaran untuk mengalihkan perhatian. Penembakan yang hanya berlangsung selama enam menit tersebut mengakibatkan 14 orang siswa dan 3 orang staff sekolah tewas, serta 17 orang lainnya mengalami luka-luka.

Cruz kemudian membuang senjatanya di lantai 3 gedung sekolah dan berusaha membaur dengan siswa yang lain. Selanjutnya Cruz berjalan menuju Walmart untuk membeli minuman soda direstoran Subway yang berada didalamnya, dan kembali berjalan menuju McDonald. Pada jam 3.40 sore, Cruz dihadang polisi ketika sedang berjalan didaerah Coral Spring, 2 km dari tempat peristiwa penembakan.

Konten Sensitif


Menurut keterangan beberapa siswa di sekolah tersebut, Cruz dinilai sebagai anak yang penuh dengan kemarahan, terlebih setelah kedua orangtua angkatnya meninggal.

Hal ini dipicu atas perasaan depresi, latar belakang keluarga yang bermasalah, perundungan yang dialami di sekolah dan lingkungan rumah, dan bahkan rasa kecewa dengan hubungan pribadi yang pernah dilakukannya. Beberapa hal tersebut mungkin bercampur menjadi rasa dendam sehingga kemudian Cruz mendatangi sekolahnya dan menyebarkan teror disana.

Dari penyelidikan yang dilakukan, ternyata Cruz didiagnosa menderita attention deficit hyperactivity disorder dan autisme. Selain itu, dia juga diketahui sering membuat pernyataan dimedia sosial yang isinya ujaran kebencian terhadap orang-orang Yahudi, Meksiko, kulit hitam, LGBT, bahkan terhadap perempuan.



Dari persidangan awal yang sudah dilakukan, Cruz dijerat 17 dakwaan pembunuhan terencana dan 17 tuduhan percobaan pembunuhan. Dan oleh jaksa penuntut, Cruz dituntut dengan hukuman mati. Namun Howard Finkelstein yang merupakan pengacara pembela dari Broward County Public Defender mengatakan bahwa Cruz bersedia dinyatakan bersalah asalkan dia mendapat jaminan akan dihukum seumur hidup tanpa mendapatkan pembebasan bersyarat.

Selain itu, Finkelstein juga mengatakan bahwa ada banyak tanda peringatan bahwa Cruz secara mental memang tidak stabil dan berpotensi melakukan kekerasan, dan menurutnya hukuman mati mungkin akan terlalu jauh bagi dirinya.

Cruz, yang akan menerima warisan dari orangtuanya sebesar $800.000 atau sekitar 11 milyar, mengatakan bahwa dia akan menghibahkan semua warisannya tersebut bagi keluarga para korban insiden penembakan yang dilakukannya. Namun pihak keluarga dari para korban tersebut justru menolaknya.





Dan baru-baru ini terjadi insiden penembakan yang lain yang terjadi di Santa Fe High School, Texas, pada tanggal 18 Mei 2018. Insiden penembakan yang terjadi selama 25 menit itu menyebabkan 10 orang tewas, dua diantaranya adalah guru, dan satu orang siswa merupakan student exchange dari Pakistan yang bernama Sabika Sheikh yang berumur 17 tahun. Sedangkan 13 orang lainnya mengalami luka-luka.



Pelaku merupakan siswa sekolah tersebut yang bernama Dimitrious Pagourtzis. Menurut beberapa orang saksi, Pagourtzis merupakan korban dari perundungan yang dilakukan oleh teman-teman dan pelatih sendiri di sekolah.

Salah satu mantan gurunya menggambarkan Pagourtzis merupakan orang yang pendiam, tapi bukan dalam cara yang mengerikan. Selain itu guru tersebut mengatakan bahwa dia tidak pernah melihat Pagourtzis menulis sesuatu didalam buku jurnalnya. Hal tersebut merupakan sesuatu yang tidak biasa dan sempat membuatnya manaruh curiga. Namun, Pagourtzis masuk dalam jajaran honour student dan anggota tim football sekolah.





Pada jam 7.40 pagi, Pagourtzis memasuki kelas seni di sekolahnya dan mulai menembakkan senjata. Kelas seni tersebut berada dikomplek seni sekolah yang terdiri dari empat ruangan yang terhubung satu sama lain, dengan lorong dan ruangan lainnya. Saksi mengatakan bahwa dua ruang kelas yang menjadi sasaran, terhubung dengan ruang keramik yang bisa diakses dengan merusak bagian pintu.

Seorang korban yang terluka mengatakan pada wartawan bahwa Pagourtzis memasuki ruang kelas dan menunjuk setiap orang sambil mengatakan, "Aku akan membunuhmu". Menurut saksi lainnya, para siswa memblokade diri mereka dengan tempat penyimpanan yang berada didalam ruang kelas seni. Dan Pagourtzis menembak melalui pintu dengan senjata yang digunakannya.

Pagourtzis kemudian meninggalkan ruangan tersebut, dan para siswa yang memblokade diri mereka dengan tempat penyimpanan segera keluar untuk memblokade pintu kelas tempat mereka berada. Namun Pagourtzis segera mendobrak pintu tersebut sambil mengatakan, "kejutan!". Kemudian menembak para siswa itu dibagian dada.



Beberapa petugas polisi yang sudah ditempatkan ditempat kejadian sempat terlibat baku tembak dengan Pagourtzis, dan satu orang petugas yang kritis karena terluka, segera dilarikan ke rumah sakit. Setelah penembakan yang terjadi diruang keramik, petugas polisi dan Texas State Trooper berusaha membujuk Pagourtzis agar dia menyerahkan diri dengan tenang.

Pagourtzis dilaporkan mengancam akan menembak petugas polisi dan beberapa kali menembakkan senjatanya ketika berargumen dengan mereka. Namun Pagourtzis kemudian menyerahkan diri setelah sempat terluka ketika baku tembak dengan petugas polisi berlangsung. Pihak Galveaton County Sheriff mengatakan bahwa butuh waktu empat menit untuk membujuk Pagourtzis menyerahkan diri, dan membiarkan dia dievakuasi dengan aman dari para siswa dan staf guru lainnya.



Pagourtzis mengaku pada petugas polisi bahwa dia memang berniat untuk membunuh para siswa yang dia tembak, dan memisahkan para siswa yang dia sukai. Dengan begitu dia memiliki kisahnya sendiri.



Selain itu pada tanggal 30 April 2018 sebelumnya, Pagourtzis sempat mengunggah foto kaos bertuliskan "Born To Kill" di akun Facebook miliknya. Terdapat juga foto Pagourtzis yang tengah memakai mantel panjang berwarna hitam dengan beberapa kancing dibagian depan, dengan caption bertuliskan,

"Hammer and Sickle = Rebellion. Rising Sun = Kamikaze Tactics. Iron Cross = Bravery. Baphomet = Evil. Cthulu = Power."

Dari tangan Pagourtzis, petugas polisi menyita senapan Remington Model 870 dan revolver kaliber 38. Kedua senjata tersebut ternyata dimiliki oleh ayahnya secara legal. Selain itu petugas polisi juga menemukan berbagai jenis peledak seperti Molotov Cocktail yang ditemukan didalam dan diluar sekolah.

Atas kejahatan yang dilakukannya, Pagourtzis dituduh melakukan 10 pembunuhan dan penyerangan lainnya. Namun walopun seperti itu, berdasarkan aturan 2005 Roper v. Simmons Supreme Court yang menyatakan bahwa, "Hukuman mati bagi anak di bawah umur adalah hukuman yang kejam dan tidak biasa". Oleh karena itu, jika Pagourtzis terbukti bersalah, maka dia tidak akan mendapat hukuman mati karena dia dianggap tidak memenuhi syarat untuk hukuman mati tersebut.



Pertanyaannya, mengapa di Amerika terjadi begitu banyak insiden penembakan massal, terutama yang terjadi di institusi pendidikan?

Amerika memang mempunyai sejarah panjang yang berkaitan dengan hal tersebut. Terbukti pada masa kolonial, sebuah insiden penembakan pernah terjadi pada tanggal 26 Juli 1764 di Enoch Brown School di Greencastle, Pennsylvania. Ketika itu, empat orang Indian dari suku Lenape memasuki ruangan sekolah dan menembak hingga tewas kepala sekolah yang bernama Enoch Brown dan tujuh orang siswa lainnya. Sedangkan dua orang siswa dilaporkan hanya terluka dan masih bertahan saat itu.

Insiden tersebut dianggap sebagai insiden penembakan massal pertama di Amerika karena melibatkan senjata untuk melumpuhkan korban, walopun siswa-siswa yang tewas, dibunuh dengan menggunakan senjata berjenis melee.

Sebenarnya bukan tentang sejarah insiden penembakan massal itu sendiri, namun ada beberapa faktor yang memang bisa jadi merupakan pencetus dari insiden tersebut.

Quote:




Ada beberapa peneliti percaya bahwa penembakan massal yang terjadi di Amerika bersifat menular. Dalam arti, ketika sebuah insiden penembakan terjadi disuatu waktu, maka insiden penembakan berikutnya kemungkinan akan terjadi dalam jangka waktu sekitar 2 minggu kemudian.

Namun, fenomena "The Copycat" ini juga dipacu oleh persoalan betapa mudahnya akses untuk mendapatkan senjata bagi orang Amerika itu sendiri. Saat ini, lebih dari sepertiga orang Amerika menyatakan bahwa salah satu anggota keluarga mereka dirumah memiliki senjata. Dan Amerika merupakan negara dengan kepemilikan senjata terbanyak pertama, dan urutan kedua ditempati oleh India.

Quote:




Memang sedikit mengerikan jika memang ada hubungan antara penembakan massal dengan pelaku yang mempunyai keinginan untuk terkenal. Contohnya ketika terjadi penembakan terhadap kameramen dan reporter di Virginia pada tanggal 26 Agustus beberapa tahun lalu. Si pelaku dengan sengaja merekam aksi yang dia lakukan dengan kamera GoPro, kemudian mengunggahnya dimedia sosial.

Setelah melakukan penembakan tersebut, si pelaku mengirim 23 lembar fax ke kantor berita ABC News. Dia mengatakan bahwa dia terinspirasi oleh pelaku penembakan Virginia Tech yang bernama Seung-Hui Cho. Selain itu, didalam fax tersebut juga mengatakan bahwa penembakan yang dilakukan terhadap kru wartawan berita itu merupakan bentuk tanggapan dari insiden penembakan massal yang terjadi di gereja Charleston pada bulan Juni sebelumnya.

Menurut beberapa ahli, pelaku penembakan hanya menginginkan perhatian. Itulah mengapa mereka mencoba mendapatkan korban yang lebih besar, untuk mencoba dan mengalahkan insiden penembakan massal yang terjadi sebelumnya, atau menciptakan sesuatu yang akan menyebabkan lebih banyak kegaduhan.

Quote:




Menurut survey yang dilakukan oleh lembaga yang bernama "Mother Jones", penyakit jiwa merupakan faktor yang paling mempengaruhi seseorang melakukan penembakan massal. Faktanya, 38 dari 61 pelaku penembakan yang terjadi selama 30 tahun terakhir, mereka menunjukkan tanda-tanda masalah kesehatan mental sebelum insiden penembakan terjadi.

Ketika masalah seperti depresi dan PTSD muncul, mereka harus didiagnosa dan dirujuk sebelum sebuah peristiwa atau insiden penembakan massal terjadi. Jika tidak, persoalan seperti ini hanyalah sebatas asumsi.

Namun, ada juga beberapa pihak yang mengatakan bahwa menghubungkan penembakan massal dengan penyakit jiwa, adalah hal yang tidak benar. Sementara itu, kesimpulan logis yang mengatakan bahwa penyakit mental mungkin mengambil bagian, memang terbilang masuk akal. Apalagi jika kita benar-benar menganalisis angka-angka, sebagian besar insiden penembakan massal yang terjadi di Amerika dilakukan oleh mereka yang dinyatakan tidak gila atau memiliki tanda-tanda lain dari beberapa jenis penyakit jiwa yang signifikan.

Quote:




Sebuah penelitian menunjukkan bahwa, jika sebuah insiden penembakan terjadi, hal tersebut merupakan bukti bahwa sejumlah negara bagian di Amerika harus mengevaluasi kembali Undang-undang mereka, dalam rangka melonggarkan pengendalian senjata, bukan memperketatnya, dan bertentangan dengan kepercayaan masyarakat secara umum.

Ketika Undang-undang tentang senjata berubah, bukan berarti kemampuan seseorang dalam mengakses senjata akan berubah secara signifikan. Itulah sebabnya, banyak yang menyalahkan Undang-undang karena tidak memadai dalam menghilangkan atau mengurangi kemampuan seseorang dalam mengakses senjata. Dan pemerintah Amerika atau negara bagian itu sendiri tidak menunjukkan sikap atau melakukan tindakan nyata yang berkenaan dengan hal tersebut.

Quote:




Ada beberapa orang yang mengklaim bahwa di Amerika lebih sulit untuk mendapatkan binatang peliharaan ketimbang mendapatkan senjata. Ada ratusan toko yang menjual senjata, mulai dari toko besar seperti Walmart, sampai toko kecil yang dijalankan oleh sebuah keluarga. Selain itu, puluhan pameran senjata diadakan hampir setiap minggu. Orang-orang pun memiliki kemampuan untuk membeli senjata melalui anggota keluarga, teman, atau tetangga.

Sebelum membeli senjata, seseorang akan mengisi formulir dari AFT atau Federal Bureau of Alcohol, Tobacco, Firearms and Explosives. Formulir tersebut berisi identitas calon pembeli dan riwayat yang berhubungan dengan kriminalitas atau penyakit jiwa.

Setelah itu, penjual akan menghubungi FBI dan mereka akan menjalankan background check melalui NCIS yang hanya memerlukan waktu beberapa menit saja. Dari proses ini, kemungkinan penolakan pembelian senjata hanya terjadi kurang dari satu persen saja. Kalopun penolakan pembelian terjadi, seseorang bisa saja dengan mudah membeli senjata dari pameran yang sedang diadakan, karena disana tidak akan dilakukan background check seperti jika membeli di toko senjata biasa.

Quote:




Ada beberapa pihak yang menyalahkan orangtua dari pelaku penembakan atas aksi yang dilakukan oleh anak mereka. Contohnya seperti ibu dari Chris Harper-Mercer yang menembak 9 orang hingga tewas di kelas Oregon Community College.

Laurel Harper, ibu Chris, berbagi tentang kesalahan yang dilakukannya. Dan berkat postingannya di forum online tentang anaknya, tampak sudah jelas bahwa dia khawatir tentang masalah perkembangan yang diderita anaknya, tetapi dia juga bersemangat tentang hak seseorang untuk memiliki senjata.

Meskipun tidak ada kejelasan untuk mengatakan orangtua adalah penyebab anak mereka melakukan penembakan, namun memang sebuah hal yang benar bahwa tidak banyak orang tua yang mencari perawatan yang diperlukan anaknya. Jika para orangtua ini menyadari apa yang sedang terjadi, mereka mungkin dapat meminimalisir potensi kejahatan kekerasan yang dilakukan diluar rumah.

Dan meskipun tidak ada kesimpulan pasti bahwa orangtua adalah penyebab pelaku melakukan penembakan massal, namun dalam kasus Harper, tampaknya orangtua memang menjadi faktor yang membuat anaknya melakukan kejahatan. Karena antara orangtua dan anak, mereka memiliki keterikatan dalam hal yang sama, yaitu senjata.

Quote:




Selama masa kepemimpinan Obama berlangsung, telah terjadi 162 insiden penembakan massal. Jika dibandingkan dengan pemerintahan presiden sebelumnya, insiden penembakan massal terjadi enam kali lipat ketika Obama memimpin.

Sebagai contoh, ketika Ronald Reagan memimpin, 11 insiden penembakan massal terjadi. Ketika George H. W. Bush memimpin, 12 insiden penembakan massal terjadi. Ketika Bill Clinton memimpin, 23 insiden penembakan massal terjadi. Dan ketika George W. Bush memimpin, 20 insiden penembakan massal terjadi. 

Apa yang sebenarnya terjadi?

Setelah insiden penembakan massal di Sandy Hook Elementary School terjadi, Obama meloloskan 23 perintah dari lembaga eksekutif yang berkenaan dengan pengendalian senjata. Dia juga terus menyebutkan bahwa kontrol senjata di AS mencerminkan apa yang terjadi di Australia dan Inggris, di mana larangan senjata telah diterapkan.

Obama juga terus mengungkapkan keinginannya untuk meningkatkan apa yang bisa dia lakukan dalam hal pengendalian senjata, tetapi situasinya hanya tampak lebih buruk dengan setiap komentar dan hukum yang dibuat olehnya. Dan meskipun dia bukan satu-satunya yang menjadi penyebab insiden penembakan massal terjadi, tampaknya sudah jelas bahwa Obama merupakan sebuah faktor pencetus banyaknya senjata yang beredar dikalangan masyarakat Amerika.


bersambung ke.. #2




Sekian, dan terima kasih.

*
*
*
*
*

sumber 1, sumber 2, sumber 3, sumber 4, sumber 5, sumber 6

indrag057Avatar border
rifayeAvatar border
SoekartiAvatar border
Soekarti dan 7 lainnya memberi reputasi
8
8.1K
158
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan