marywiguna13
TS
marywiguna13 
Hilangnya Anak Mantan WaPres Amerika di Papua #SeninMisteri


Michael Clark Rockefeller lahir pada tanggal 18 Mei 1938. Ayahnya bernama Nelson Aldrich Rockefeller, merupakan mantan Gubernur New York dan mantan Wakil Presiden Amerika ke 41 yang sempat menjabat selama 3 tahun. Sedangkan ibunya bernama Mary Todhunter Rockefeller. Michael merupakan anak kelima dari lima bersaudara, dan memiliki saudara kembar yang bernama Mary.



Setelah lulus dari The Buckley School di New York dan Phillips Exeter Academy di New Hampshire, Michael melanjutkan ke Harvard University dengan predikat Cum Laude dan dengan gelar BA dibidang sejarah dan ekonomi. Pada tahun 1960, Michael sempat menjadi anggota militer Amerika selama 6 bulan setelah ditahun yang sama, Michael mendapatkan First Class Honours, dimana dia mencapai prestasi akademik yang tinggi dan merupakan klasifikasi penghargaan tertinggi dibidang Bahasa Inggris.

Michael tahu persis bahwa dengan gelar yang dia dapatkan dari Harvard, dia diharapkan untuk mengikuti jejak karir ayahnya dibidang bisnis dan keuangan. Namun, Michael justru berencana untuk mengikuti ekspedisi yang diadakan oleh Peabody Museum of Archaeology and Ethnology Harvard, untuk mempelajari suku Dani di wilayah Baliem, Papua, selama 6 bulan. Dalam ekspedisi yang berakhir pada bulan September 1961 tersebut, Michael bekerja sebagai teknisi suara dan fotografer tetap untuk sebuah film dokumenter yang berdurasi 84 menit.







Setelah mengetahui bahwa kedua orangtuanya akan bercerai, Michael memutuskan untuk kembali melakukan ekspedisi berikutnya ke Papua selama tiga bulan. Dia bermaksud untuk mengumpulkan perisai, kepala manusia yang diawetkan, dan patung leluhur Bisj setinggi 20 kaki untuk dipamerkan di Museum of Primitive Art di Manhattan, New York, museum yang didirikan oleh ayahnya. Seorang Antropolog yang bernama René Wassing yang bekerja di Papua Nugini, juga diikutsertakan dalam ekspedisi karena dia bisa berbicara dalam bahasa lokal. Michael juga sengaja membawa banyak barang seperti tembakau, pakaian, pisau, dan parang yang berkualitas tinggi, agar dia bisa melakukan barter.

Pada tahun 1961, uang tidak memiliki nilai di wilayah Asmat. Upaya Michael untuk melakukan barter tidak begitu populer di kalangan pejabat. Disisi lain, kehadiran Michael dianggap mampu meningkatkan perdagangan lokal, terutama permintaan untuk kepala yang diawetkan. Michael dikatakan sempat menawarkan sepuluh parang untuk ditukar dengan sebuah kepala yang diawetkan. Namun permintaannya ditolak dengan alasan bahwa permintaannya tidak dapat dipenuhi tanpa adanya pertumpahan darah.


Michael dan René kemudian melakukan perjalanan di sepanjang pantai selatan, dari satu desa ke desa lainnya. Mereka berdua melakukan barter dengan kerang dan kapak, dan berhasil mengumpulkan lebih dari 50 jenis karya seni asli. Di beberapa desa, mereka dianggap tamu karena Michael menunjukkan katamarannya kepada para kepala desa. Katamaran merupakan sebuah perahu yang terbuat dari dua sampan, dan dipasangi mesin jenis 18-HP.


Para misionaris berkali-kali memperingatkannya bahwa katamaran yang mereka miliki tidak akan aman karena gelombang pasang setinggi 20 meter yang terdapat di Teluk Flamingo, dan jaraknya jauh dari pantai. Selain itu, arus air dari salah satu sungai setempat akan bertabrakan dengan pusaran air yang berada di laut Afura. Bahkan dalam jarak 75 mil ke hulu, penduduk setempat tidak dapat mendayung melawan arus yang diciptakan oleh fluktuasi pasang surut. Namun peringatan tersebut tidak diindahkan oleh mereka berdua.


Pada hari terakhir perjalanan mereka, Michael, René, dan dua orang pemandu yang berasal dari desa Agats, berangkat ke desa Atsj yang jaraknya 25 mil ke hulu dari arah pantai. Tidak lama, katamaran yang mereka tumpangi mengalami kebocoran dan air yang mengalir deras dengan cepat merendam hingga mesin tidak menyala. Semua perlengkapan yang mereka bawa mengapung disekelilingnya. Kedua pemandu Papua memutuskan untuk mulai berenang ke arah pantai untuk mendapatkan bantuan, sedangkan Michael dan René tetap tinggal diatas katamaran hingga menjelang malam.

Michael dan René yang sedang terapung ditengah lautan, masih bisa melihat pantai dari kejauhan. Keduanya adalah perenang yang handal, namun René menolak meninggalkan katamaran ketika Michael mengajaknya untuk berenang menuju pantai. Mengapung selama sehari semalam membuat Michael gelisah dan berasumsi bahwa kedua pemandu belum berhasil mencapai daratan.

Michael kemudian melepas celananya, mengikatkan kacamata di lehernya dan mengikatkan jerigen merah ditubuhnya yang digunakan sebagai pelampung. René yang memutuskan untuk menunggu selama berhari-hari, akhirnya ditemukan oleh sebuah pesawat kecil. Dengan pesawat tersebut, René sempat berusaha untuk mencari keberadaan Michael. Namun hasil yang nihil membuat René terpaksa diangkut oleh kapal pemerintah daerah Merauke.


Pihak berwajib kemudian mengerahkan pasukan untuk menemukan Michael dengan memakai kapal dan pesawat. Penduduk setempat juga dimintai bantuan untuk menyisir daerah rawa dan hutan bakau disepanjang pantai. Helikopter Australia dan Belanda melakuka pemindaian disepanjang garis pantai. Presiden John F. Kennedy pun sempat mengungkapkan kekhawatirannya dengan menawarkan bantuan sebanyak mungkin. Bahkan sebelum René kembali ke Merauke, ayah Michael bersama dengan saudara kembar Michael yang bernama Mary, sengaja terbang dari New York untuk membantu operasi pencarian dan penyelamatan Michael.


Seminggu berlalu, jejak Michael masih belum ditemukan. Ayah Michael bersama dengan saudaranya memutuskan untuk kembali ke New York, namun mereka sempat melihat jerigen merah mengapung dalam jarak 120 mil dari pantai. Ayah Michael menunda perjalanan pulangnya ke New York dan kembali melakukan pencarian. Jerigen merah tersebut diperkirakan keluar dari desa pesisir Otsnajep, namun tetap saja hal tersebut tidak memberi petunjuk atas keberadaan Michael.

Setelah sepuluh hari, ayah Michael menghentikan pencarian putranya karena keluarga merasa tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Selain itu, perburuan kepala dan kanibalisme yang masih beroperasi di beberapa bagian wilayah Asmat, membuatnya berspekulasi bahwa Michael telah dibunuh dan dimakan oleh beberapa suku setempat. Namun, Michael bisa saja memang kelelahan karena terlalu lama berenang hingga dia kehabisan oksigen dan akhirnya tenggelam. Atau bisa saja Michael tewas dimakan buaya muara.





Milt Machlin

Delapan tahun setelah Michael dinyatakan hilang, seorang jurnalis yang bernama Milt Machlin sengaja pergi ke New Guinea untuk menyelidiki hilangnya Michael. Dia kemudian menyimpulkan bahwa Michael dibunuh untuk membalas kematian beberapa pemimpin dari desa pesisir Otsjanep yang telah dibunuh oleh kelompok Patroli Belanda pada tahun 1958. Hanya saja dia tidak tau apakah para pemburu kepala Otsnajep masih mengangkat senjata melawan Otoritas Belanda atau orang kulit putih pada umumnya. Mengingat jerigen merah yang sempat digunakan oleh Michael untuk pelampung, ditemukan di dekat Otsnajep. 

Seorang dokter yang bernama Ary Kemper yang tinggal di New Guinea selama lebih dari 11 tahun, memberikan pendapat bahwa bisa saja Michael dibunuh oleh orang Asmat. Bagian kepalanya diambil dan bagian tubuhnya yang lain dikonsumsi. Karena seorang pria yang sedang berkeliaran di pantai sendirian adalah hal yang sangat beresiko. Selain itu menurutnya, pejabat pemerintah mengatakan bahwa Michael tewas di laut, karena mereka tidak ingin dunia berpikir bahwa Belanda tidak memiliki kendali yang tepat dan hal tersebut tidak akan terlihat bagus di PBB. Dan bagi orang Asmat, mereka mungkin tidak akan menyadari bahwa pria kulit putih yang mereka bunuh, adalah pemasok parang yang mereka dapatkan.

Jan Smit

Dan kemudian seorang pendeta Belanda yang bernama Jan Smit, yang menjadi misionaris di Papua dan benar-benar mengenal Michael, mengklaim bahwa dia sempat melihat seorang pejuang Papua berjalan-jalan dengan memakai celana milik Michael. Menurut Smit, pembunuhan itu dilakukan oleh pejuang Papua dari Otsjanep. Dia pernah mendengar sebuah cerita bahwa salah satu pejuang Papua menembak orang Amerika dengan panah saat orang Amerika tersebut masih berada didalam air. Kemudian pejuang Papua yang lain menyeretnya dan menghabisinya. Mereka membakarnya hidup-hidup, mengulitinya, memasak tubuhnya, memakan beberapa bagian tubuh, dan mengubur sisa bagian tubuh lainnya.

Cerita tersebut diungkapkan oleh pemimpin pejuang Otsjanep, yang dikenal sebagai Ajik Ajim. Beberapa waktu setelah pencarian Michael dilakukan, Ajik mulai menyebarkan cerita bahwa dia telah membunuh seorang dukun yang penting, seorang pria kulit putih, dengan tujuan untuk mengambil "kekuatan gaibnya".

Pada saat yang sama, dua pejuang lainnya juga menceritakan kisah yang serupa. Mereka juga mengaku bertanggung jawab atas pembunuhan terhadap Michael, dan karenanya mereka sekarang memiliki "kekuatan gaibnya". Sebagai buktinya, Fin, salah satu dari dua pejuang itu, menunjukkan kacamata yang dimiliki oleh Michael kepada para pendengar ceritanya. Namun, cerita yang diungkapkan belum diketahui kebenarannya, apa yang sebenarnya terjadi masih tetap menjadi misteri yang mungkin tidak akan pernah terpecahkan.

Sekembalinya ke Belanda, René Wassing menjadi kurator Museum voor Volkenkunde (Museum Etnnografi) di Rotterdam, yang sekarang dikenal sebagai Museum Wereld. René mengelola koleksinya dengan baik dan terus membeli artefak yang menarik dalam perjalanannya ke luar negeri. René yang lahir di Palembang, Sumatra Selatan, dan sekarang sudah lanjut usia, masih menganggap dirinya sebagai anak dari daerah tropis.

Sekian, dan terimakasih.

*
*
*
*
*

sumber 1
sumber 2

maryannalexisprovocator3301najib.rahman
najib.rahman dan 29 lainnya memberi reputasi
28
11.2K
110
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan