amethystiaAvatar border
TS
amethystia
Fantasy-Romance (GoodNovel) - Sekali Lagi - Bab 1
Malam itu, tidak akan pernah aku lupakan selamanya. Penampilanku begitu kacau. Nafasku sangat memburu dipenuhi emosi yang tak dapat ku bendung lagi. Tanpa memperhatikan sekitar, aku terus memacu mobilku dengan sangat cepat. Hidupku sudah sangat hancur. Aku sudah tidak perduli lagi dengan apa yang akan terjadi nanti. Tepat satu bulan yang lalu tanpa sengaja aku telah membuat Kania, calon istriku beserta anak di dalam kandungannya meninggal.
Tuhan seakan menghukum diriku. Belum kering air mata ini, aku harus menerima kenyataan pahit lain. Wanita yang selama ini menjadi selingkuhanku telah menghianati aku tepat di depan mataku. Dia sedang bercumbu dengan Papaku sendiri. Tanpa pikir panjang aku segera meninggalkan mereka. Inilah diriku sekarang, memacu mobilku tanpa arah dan tujuan.
“Haha..! Lucu sekali hidupku memang.” Aku menertawakan diriku sendiri. Tanpa sadar air mata menetes di pelupuk mataku. Aku tertawa kembali, menyesali semuanya dan mengutuk diriku sendiri. “Lu baru menangis sekarang Dareen? Emang bodoh lu!”
Umpatan demi umpatan aku layangkan pada diriku sendiri. Hingga sebuah cahaya menyorot mobilku begitu terang. Sejenak aku kehilangan pandanganku.
Tiin.. Tiiin…
Suara klakson mobil berbunyi begitu nyaring. Aku kehilangan kendali. Dengan cepat kubantingkan setir mobilku ke kiri jalan. Namun semua terlambat, kala itu aku telah pasrah. “Tuhan mungkinkah ini akhir dari hidupku?”
Mobil kami berdua bertabrakan sangat keras. Air bag di depan ku mengembang begitu cepat. Aku merasakan darah yang menetes di pelipis mataku, hingga pandanganku pun semakin memudar. “Apa kau ingin memperbaiki semuanya dari awal?” samar namun terdengar sangat jelas olehku. Suara asing berbisik halus padaku.
“Aku mau,” ucapku lirih. Aku sudah tidak perduli lagi apa atau siapa yang menawarkan hal tersebut. Rasa sakit yang sedari tadi mendera, kini sudah tidak terasa lagi. Kepalaku begitu berat. Dengan nafas yang tercekat aku bergumam pelan. “Ah inilah akhirnya hidupku.”
“Ingatlah selalu ada harga yang harus kamu bayar!” Itu adalah suara terakhir yang aku dengar sebelum semuanya menjadi gelap dan sunyi.
***
Tok.. Tok.. Tok..
Suara ketukan pintu terdengar begitu kasar membangunkanku. “Hah, di akhirat memang ada pintu?” pikirku. Beberapa saat kemudian ketukan itu berhenti. Kini aku merasakan tubuhku digoyangkan begitu kencang.
“Abang bangun, udah pagi ini. Lu gak akan kuliah apa?” suaranya terdengar sangat tidak asing.
“Dean..?” ucapku sambil membuka mataku.
Dean menatapku dengan tatapan yang aneh. “Lu semalam balik jam berapa sih? Kebanyakan minum kali lu tadi malam ya. Udah turun cepet, Papa sama Mama lagi nungguin kita buat sarapan!” Dean langsung menjauh. Dia membanting pintu kamarku dengan keras.
“Jadi gue masuk surga?”
Plaaak…
Aku menampar pipi kananku, sakit. Lalu aku menampar pipi kiriku memastikan bahwa semua ini bukanlah khayalan. “Sakit..! Ini beneran kan, bukan mimpi?”
Segera aku mengambil ponselku. Bahkan kini modelnya pun terlihat berbeda. “Dua belas januari dua ribu sembilan belas?” jeritku. Aku benar-benar mengulang semua dari awal dan berhasil kembali ke masa lalu. Hari ini adalah tepat satu minggu sebelum Kania memberitahukan kehamilannya padaku.
Tanpa pikir panjang aku lekas menelpon Kania. Cukup lama telponnya berdering sebelum diangkat. Hingga sebuah suara lembut menyapaku dari balik telpon. “Halo pagi Dareen! Ada apa nelpon?” Mendengar suara itu tak terasa air mataku menetes. Tuhan aku benar-benar merindukannya.
“Halo..? Dareen kamu tidak apa-apa kan?” Suara Kania terdengar sedikit cemas.
‘Kenapa dulu gue gak sadar sih kalau Kania selembut ini?’ pikirku dalam hati. Aku menarik nafas dalam, sebelum akhirnya berbicara dengan lebih tenang. “Nia, eh maksudku kakak lagi dimana sekarang?”
“Kamu kenapa sih, gugup kayak gitu?” Kania terkekeh pelan. Seperti orang gila aku tertawa bahagia mendengar hal tersebut.
“Serius Dareen, kok malah ketawa sih. Kamu ngerjain aku yah?” Dia mulai terdengar jengkel dan mengancamku. “Aku tutup nih?”
“Jangan dong Nia! Maksudku kak.” Aku berhenti sejenak. Sebelum akhirnya melanjutkan perkataanku kembali. “Kakak dimana? Aku ingin sekali ketemu kakak saat ini!”
“Aku dikampus sih. Kamu tidak apa-apa kan, tiba-tiba banget pengen ketemu?” tanya Kania penuh khawatir.
“Aku cuman tiba-tiba kangen sama kakak aja. Aku kesana sekarang, tunggu aku ya kak!” Tepat setelah telpon tersebut terputus. Dean masuk kembali ke kamarku dengan kesal.
“Abang ayo, aku sudah lapar nih!” Dean meninggikan suaranya. Dia terlihat sangat kesal dan menatapku tajam. Aku hanya menganggukan kepala ku dengan cepat, kemudia Dean pun membanting pintu dengan kasar.
Tak butuh waktu lama. Kini aku telah siap untuk pergi menemui Kania. Terlihat pemandangan yang sangat tak biasa begitu aku keluar kamar. Ayah, mama dan Dean duduk bertiga diatas meja makan. Pemandangan yang sudah lama aku lupakan. Namun aku rasa Kania lebih penting saat ini. Aku harus segera menemuinya terlebih dahulu.
“Nak kamu mau kemana? Sarapan dulu sini!” Mama setengah berteriak berusaha menghentikanku.
“Makasih mah, Dareen ada kuliah pagi ini, udah mau telat nih. Pergi dulu yah.”
Aku langsung memeluk Mama dengan cepat. Namun aku terhenti sejenak ketika akanlupa mencium tangan Papa. Kalau bukan demi Mama aku tidak sudi untuk mencium tangan Papa lagi. Namun aku tak ingin membuat mama khawatur. Dengan hati yang berat aku mencium tangan papa sebelum akhirnya pergi keluar rumah.
“Terimakasih Tuhan. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan kali ini,” batinku. Segera ku tekan gas mobilku dan beranjak pergi menuju kampus Kania.
Saat itu masih pukul sebelas siang. Kania masih belum keluar dari kelasnya. Aku mengirim beberapa pesan singkat padanya. “Kak, aku udah di kampus nih. Kakak selesai kelas jam berapa?”
Tak berapa lama Kania membalas pesanku. “Aku selesai tiga puluh menit lagi. Kamu tunggu aja di bangku taman depan kelasku!” Aku pun langsung menuju tempat yang disebutkan oleh Kania. Waktu terasa begitu cepat. Terlihat beberapa mahasiswa keluar dari kelas Kania.
‘Ah itu dia keluar,’ pikirku.
“Kania, tunggu sebentar!” Sebuah suara menahan Kania. Sosok lelaki tampan berumur tiga puluh tahun yang sangat aku kenal. Gentala Mahardika, orang yang datang dipemakaman Kania saat itu. Dia yang sangat mencintai Kania. Gentala selalu menjadi alasanku untuk bersikap kasar pada Kania.
“Iya Prof, ada yang bisa saya bantu?” jawab Kania sopan.
Gentala tersenyum. “Apa kamu ada waktu hari ini? Ada sesuatu yang ingin saya bicarakan.”
Raut muka Kania terlihat sangat kaget. “Maaf Prof, saya sudah ada janji hari ini. Kalau boleh tau apa yang akan dibicarakan?”
Gentala terlihat sangat kecewa. “Oke, lain kali saja. Kamu kalau butuh apapun bisa hubungi saya langsung yah.” Dia menepuk pundak Kania pelan sebelum akhirnya pergi.
Entah perasaanku saja atau bukan. Saat berpapasan dengannya, pandangan Gentala begitu sinis padaku. Aku tidak mengingat kalau Gentala pernah melakukan hal seperti ini padaku dulu. Muncul sebuah pertanyaan didalam benakku. Apakah ini adalah jalan yang terbaik untuk merubah masa depan?


Diubah oleh amethystia 05-12-2021 03:56
bukhoriganAvatar border
bukhorigan memberi reputasi
1
1.4K
2
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan