sapikehujananAvatar border
TS
sapikehujanan
Bagaimana Aku Menatap Mata Suamiku yang Baru Saja Dipecat?
Hai, rekan-rekan Kaskus. Maaf jika sapaanku terkesan kaku, tapi memang sudah lama aku tidak aktif membaca dan berkomunikasi melalui forum-forum pada situs yang luar biasa ini. Malam ini, aku akhirnya kembali ke sini. Aku ingin bercerita, sekaligus bertanya. Pertanyaan yang sama seperti yang aku tulis di judul utas ini: bagaimana aku menatap mata suamiku yang baru saja dipecat?


Sebagai seorang istri dan wanita karier, pernahkah hari-hari kalian berjalan begitu sempurna? Bangun pagi seperti biasa, beribadah, menyiapkan sarapan untuk suami tercinta, hingga melepasnya berangkat mencari nafkah, dan melanjutkan ritme kerja kalian? Ya, hari ini hariku berjalan demikian lancarnya, demikian indahnya. Rutinitas yang setiap hari kusesali kejenuhannya, tapi malam ini kuratapi karena aku tahu esok pagi rutinitas itu akan berubah drastis.

Aku sama sekali tidak curiga dengan hari ini. Tidak ada perasaan aneh, tidak ada firasat yang kurang enak, atau semacamnya. Ketika melepas suamiku bekerja pun, dia berangkat dengan ceria dan langkah yang riang. Sampai akhirnya kabar buruk itu hinggap pada pesan di WhatsAppku malam ini. Awalnya hanya berupa kabar bahwa suamiku akan lembur karena harus memperbaiki mesin produksi di pabrik tempatnya bekerja (suamiku adalah seorang teknisi CNC). Namun, tak lama, dia kembali mengirim pesan yang menjelaskan bahwa dia baru saja dipecat dan malam ini adalah malam terakhirnya bekerja di pabrik itu. Dia ingin mendedikasikan malam ini untuk melaksanakan tanggung jawabnya sekaligus menjadi tanda terima kasihnya kepada atasannya. Ya, atasan yang sama yang sudah memecatnya.

Di sini, aku bukan hendak memosisikan suamiku sebagai korban. Tapi, dalam pesan singkatnya, dia berupaya menjelaskan bahwa pemecatannya lebih karena adanya konflik personal antara dia dan seniornya. Entah apa dan bagaimana, konflik itu membuat atasannya memilih untuk memberhentikan suamiku. Mungkin itu solusi yang dianggap paling baik atau paling praktis.

Baik, aku ingin fokus lagi pada apa yang sebenarnya mengganjal di perasaanku. Jika rekan-rekan mempertanyakan perasaanku saat ini, jujur, aku takut, panik, dan sedih. Usia suamiku tidak terlalu muda, akan cukup sulit mendapatkan pekerjaan baru dengan situasi seperti ini. Panik, karena saat ini aku sedang hamil dengan usia kehamilan menuju 7 bulan. Pikiran tentang persalinan dan masa depan anakku berkecamuk luar biasa. Serta, tentu saja sedih. Aku takut ketika melihatnya membuka pintu rumah nanti, aku akan meneteskan air mata. Aku khawatir dia akan menyalahartikan air mataku sebagai rasa belas kasihan. Aku cemas dia akan menganggap tangisanku sebagai kekalahan. Dia pulang dengan kehampaan dan harga diri yang terkoyak. Aku tidak ingin menambah luka hatinya lagi dengan perasaan sedih dan air mata.


Aku benar-benar membutuhkan saran. Jika rekan-rekan menjadi aku saat ini, apa yang akan kalian lakukan untuk menghadapi suami yang pulang ke rumah setelah dipecat? Apa yang bisa aku lakukan untuk menghiburnya dengan sikap yang layak, yang tidak akan menyakiti perasaannya?
a.rizzkyAvatar border
azhuramasdaAvatar border
koi7Avatar border
koi7 dan 8 lainnya memberi reputasi
9
7K
142
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan