Mbahjoyo911
TS
Mbahjoyo911 
Dua Jalan, Satu Asa

Satu Perbedaan




"Bo, ntar lu backing lho ya ...?" pinta Christy.

"Nggak bisa gue, lagi serak ini," tolak Kribo.

"Lu, tau kan, kalo gue nggak pede kalo nggak ada backing," balas Cristy.

"Ntar lagunya jadi ancur kalo gue backing ..!" kilah Kribo.

"Paling ntar dilemparin sama penonton, haha ..!" sahut Jon sambil tertawa.


Mereka sudah di belakang panggung, menunggu giliran tampil dalam acara Festival Band di alun-alun kota. Mereka mahasiswa tingkat akhir beda universitas, tergabung dalam satu band lokal beraliran Ska Punk. Band solid ini terbentuk sejak SMA. Posisi Jon pada drum, Kribo pegang bass, Rivai  pencabik gitar, Christy sebagai vokalis.

Mereka sangat kompak, tapi perdebatan remeh selalu saja ada. Jon dan Rivai cuma melihat kedua temannya berdebat, meski lama kelamaan jadi risih juga. Rivai pun menengahi.

"Udah, biar gue aja jadi backing vocal kali ini, Tis."

"Makasih Sayang …," puji Christy sambil menggenggam tangan Rivai.

"Yang penting manggung bisa jalan lancar!"


Pandangan mata mereka bertemu,  tampak sekilas ganjalan di mata Christy. Sudah dua tahun ini Rivai dan Christy menjalin hubungan, jadi Rivai tau betul gimana Christy. Bahkan dia punya panggilan khusus buat Christy, yaitu Titis. Momen itu terputus oleh suara pembawa acara di panggung yang meminta band mereka  tampil ke panggung. 

"Bentar, dandananku luntur nggak, yank ..?" tanya Christy.

"Nggak kok …," jawab Rivai.

"Halah ... penonton nggak bakalan tau lu dandan atau nggak!" ledek Kribo sambil tertawa.

"Gue tampol juga lu ntar!" ancam Christy disambut tawa yang lain.


Memang setiap kali manggung, Christy selalu berdandan ala anak gothic, make up-nya selalu tebal. Setelah dipastikan semua siap, mereka pun mulai beranjak.  Ketika Cristy sampai di atas panggung, dia malah mematung, mendapati penonton membludak segitu banyaknya.

Sudah puluhan kali Christy tampil di panggung, tapi rasa nervous selalu saja datang. Rivai tau apa yang terjadi, dia raih tangan Christy dan menariknya ke bagian sound gitar. Setelah setel-setel efek gitar sebentar, maka Rivai mulai mencabik gitarnya dengan gaya hardrock.

Raungan gitar yang kental akan distorsi itu pun serta merta melenyapkan nervous yang Christy rasakan , dia langsung meraih mic dan menyapa penonton dengan suaranya yang melengking tinggi nan mantap.

Tiga lagu dari grup band No Doubt mengalun keras. Hentakan kerasnya musik, lampu spot warna-warni yang menyilaukan, teriakan histeris penonton yang berjingkrakan mengikuti irama musik, semua bersatu-padu dengan adrenalin yang menderas tinggi. Inilah moment yang mereka cari dan mereka inginkan.

Bahkan saat tiga lagu itu selesai dan mereka sudah turun panggung, penonton masih terdengar histeris. Malam ini mereka sukses menggebrak panggung di alun-alun kota. Raut wajah puas mengiringi mereka saat menjauh dari keramaian itu, tapi tidak di wajah Christy, dan hal ini tidak lepas dari pengamatan Rivai.

"Gue mau ngomong penting sama kalian …," ujar Christy.

"Ya ngomong aja," jawab Kribo.

"Nggak disini, lah," sahut Christy. "Cari tempat yang enak buat ngobrol ...."

"Kafe itu aja, " usul Jon sambil menunjuk ke sebuah kafe yang berada di seberang jalan, dekat alun-alun.

"Tapi sebelumnya gue mau ngomong berdua sama Vai dulu," sambung Christy.

Mereka pun berjalan,memasuki kafe. Jon dan Kribo duduk semeja, sementara Rivai dan Christy berada di meja lain.

"Jadi, mau ngomong apa, Tis ...?" Rivai memulai obrolan.

"Kemarin malam, sahabatnya papa dan putranya datang ke rumah," ucap Christy sambil menundukkan kepala.

"Lalu?" Rivai jadi  tidak sabaran.

"Mereka datang untuk melamarkan putranya ... mereka melamarku, dan papa menerimanya …."

Rivai masih berusaha untuk tenang. "Terus? Kamu gimana?"

"Aku, nggak bisa membantah papa …."

"Papamu tau kalau kamu sudah punya hubungan denganku, tapi kenapa malah menerima lamaran orang lain?" Rivai mulai gusar.

"Karena papa tidak setuju hubungan kita, bahkan aku disuruh memilih, antara kamu atau keluarga …."

"Kenapa kamu harus memilih?" Rivai tidak habis pikir.

"Karena kita beda keyakinan, kamu tau papaku sangat religius. jadi aku harus menikah dengan laki-laki yang sama keyakinannya dengan kami."

"Apakah kita tak bisa nekat saja?" tanya Rivai.

"Aku juga ingin itu, aku mau … aku siap dengan semua resikonya. Tapi mama …," isak lirih mulai terdengar.

"Kenapa dengan mamamu?" tanya Rivai.

"Kamu tau kalo aku sangat dekat dengan mama, dan saat ini mama lagi sakit. Aku nggak bisa ninggalin beliau!"


Dua garis hitam tegak tercipta di bawah mata Christy, eyeshadow-nya luntur karena air mata. Rivai tau, cepat atau lambat ini pasti akan datang, tapi dia berkeyakinan kalau nantinya dia bisa merubah pendirian kedua belah pihak. Ayah Rivai  juga sangat religius dan tidak mentolerir pernikahan berbeda agama. 

Namun kini Rivai jadi ragu, tidak ada waktu lagi untuk merubah pendirian mereka, kejadian ini terlalu mendadak, ditambah persoalan mamanya Christy. Otak Rivai jadi buntu. Lima menit mereka membeku dalam diam. 

"Ngomong yank, jangan diam aja …,"  Christy memecah kebisuan.

"Jadi  .. hubungan kita, sampai disini saja?" tanya Rivai.

"Ini juga sangat berat buatku ...!" isak tangis pun pecah.

"Bagaimana dengan band?" tanya Rivai.

"Mulai saat ini, aku nggak bisa ikut manggung lagi, aku dilarang bermain musik, biar nggak ketemu sama kamu!"

"Kalau gitu, kamu ngomong dulu sama Kribo dan Jon soal band kita," saran Rivai sambil beranjak bangkit.

"Kamu mau kemana?" tanya Christy heran.

"Aku mau mikir dulu ...."


Tanpa menunggu jawaban Christy, Rivai langsung beranjak keluar kafe, dia mematung di pinggir jalan. Hingar bingar Festival Band masih terdengar keras, tapi bagi Rivai, suasana terasa sangat sepi. Otaknya hampa, kosong melompong. Impian yang dia bangun selama dua tahun itu hancur seketika, semua sudah tidak berarti lagi, menguap bagai embun tertimpa cahaya matahari.

Kenapa perbedaan harus jadi masalah? Kenapa perbedaan menjadikan manusia tak bisa bersatu? Berbagai pertanyaan berkelebatan di benak Rivai, dia benar-benar tidak mengerti.

Dengan adanya kejadian ini, mau nggak mau grup band pasti  ikut kena imbasnya. Walau Rivai ingin pergi dari situ, tapi dia tidak mungkin pergi begitu saja. Jadi dia masuk lagi ke kafe. Mereka bertiga cuma terdiam saat Rivai menghampiri. 

"Sorry gaess ... gue nggak bisa ikut band ini lagi," ucap Rivai langsung.

"Christy pergi, elu juga keluar. Trus, kita  gimana?" tanya Kribo bingung.

"Lu berdua bisa nerusin band, nyari personel lagi, lu bisa tetap pake nama band kita. Gue serahin sama lu berdua."

"Ya nggak bisa gitu, lah ...," sahut Jon.

Tanpa menggubrisnya, Rivai langsung berbalik dan hendak beranjak keluar, tapi satu tangan menahannya.

'Yank ... tunggu dulu, aku mau ngomong," tahan Christy.

"Apa lagi Tis? Masih kurang?" sahut Rivai ditengah kegundahannya.

"Kita ngomong di luar aja."


Rivai menuruti tarikan tangan Christy, mereka keluar dari kafe, menuju parkiran alun-alun, dimana mobil Christy berada. Tanpa bicara apa-apa, Christy langsung masuk ke mobil, maka Rivai pun mengikuti. Begitu sudah di dalam mobil, Christy langsung memeluknya, dan melepas segala rasa ….

Dua bibir bertemu dengan beringas, pagutan liar  tak terkendali. Kisah mereka selama dua tahun seakan terangkum dalam satu waktu, lewat pagutan panas penuh kasih sayang. Tapi akhirnya Rivai menghentikannya sebelum semua larut, detak jantung mereka seolah menyatu dalam satu pelukan terakhir. 

"Aku nggak mau pisah sama kamu, yank …," isak Christy. "Tapi aku juga nggak bisa apa-apa ...."

"Aku mau membawamu pergi jauh saja, lari dari sini. Tapi efeknya bakal jadi besar!"

"Aku sayang sama kamu, Vai …."

"Aku lebih sayang sama kamu!" tegas Vai. 

Satu pelukan dan pagutan kembali tercipta dengan panasnya.

"Ingatlah sayang, kamu selalu memiliki aku!" tegas Christy.

"Dan hati ini milikmu selalu ...," balas Rivai.


Kata perpisahan telah terucap. Tubuh Rivai terasa sangat berat saat dia keluar dari mobil itu. Bahkan setelah lama mobil itu berlalu, Rivai masih bergeming di pinggir jalan. Tetiba saja, bagai terangkai bait-bait puisi di kepalanya ….

Quote:


Dua hati tersakiti, dua insan terpisah di alun-alun kota, hingar bingar Festival Band jadi saksinya. Rivai langsung pulang tanpa mempedulikan dua temannya. Cukuplah kehancuran buat malam ini. Saat ini cuma satu yang diinginkannya, tidur, dan berharap besok pagi dia terbangun dari mimpi buruk.


---<<<{MJ}>>>---



Tiga hari tiga malam Rivai mengurung diri tanpa makan, cuma minum saja. emoticon-Hammer  Beruntung manusia bisa tahan tujuh hari tanpa makan sama sekali.  Pada hari keempat, Rivai mulai menelaah.

"Aku nggak boleh terus larut dan tenggelam, masih ada kuliah, tugas akhir, skripsi. Aku nggak boleh gagal, aku harus lulus!"

Maka mulailah Rivai bangkit, fokus pada skripsinya. Walau bayangan Christy selalu mengisi kepalanya, Rivai coba menepisnya, meski dia tidak mampu juga. Tiap kali dia mengerjakan skripsi, senyum manis Christy selalu melintas di kepalanya. Christy seakan sudah menjadi bagian dari hidup Rivai.

Rivai coba menghilangkan dengan  berkeliling kota, sekedar mencari suasana baru. Namun hal itu malah memperparah keadaan. Semua tempat yang dia datangi, selalu mengingatkannya pada Christy. Alun-alun, GOR, mall, bahkan warung lesehan pinggir jalan pun bisa mengingatkannya. 

Terlalu banyak kenangan selama dua tahun itu, tidak mungkin bisa dilupakan begitu saja. Kini Christy seakan menghilang, dia tidak bisa dihubungi, tidak bisa ditemui.  Keadaan itu berlanjut sampai Rivai lulus kuliah. Hingga di satu titik, Rivai pun memutuskan ….

"Aku harus minggat dari kota ini! Semua tempat selalu mengingatkanku padanya. Aku harus pergi jauh!"

Maka selepas kuliah, Rivai pun hengkang ke ibukota provinsi, jauh dari kota kelahirannya. Mencari pekerjaan, memulai kehidupan baru, dan yang terpenting, berjuang melupakan Christy. Beruntung Keahlian Rivai di bidang komputer, dia berhasil mendapatkan pekerjaan yang mapan.

Ini adalah fase terberat buat Rivai, dia harus berjuang keras sendirian, sekaligus memupus bayangan Christy. Sebegitu dalamnya rasa sayang itu hingga butuh waktu lima tahun untuk bisa benar-benar melupakan Christy. Tapi saat itu Rivai telah menjadi orang yang jauh berbeda dengan yang dulu.

Rivai yang dulunya anak band, kini jadi sangat membenci musik. Dia yang dulu bisa disebut anak gunung, sekarang jadi tidak suka hiking dan camping. Dia bahkan juga membenci hujan yang tidak punya salah apa-apa padanya.

Semua hal itu selalu mengingatkannya pada Christy, jadi sebisa mungkin dia menghindarinya, sampai berubah menjadi sebuah kebencian. Hingga akhirnya di suatu sore, satu kejadian merubah seluruh jalan hidupnya.

Sore itu menjelang usai jam kerja, suasana kantor terlihat lesu. Mendadak saja rekan kerja Rivai memainkan mp3 di komputernya, lagu berjudul Don't Speak dari band No Doubt. Seketika pikiran Rivai langsung teringat pada Christy.

Itu adalah lagu sakral bagi dia dan Christy, banyak sekali kenangan lewat lagu itu. Fokusnya langsung buyar berganti kegundahan. Rivai cuma bisa mengumpat dan uring-uringan sendiri. Ternyata hal ini tidak lepas dari pengamatan teman sejawatnya yang bernama Ridho itu.

"Lu kenapa nggrundel terus nggak jelas gitu, bro?" tanya Ridho.

"Capek gue, kerjaan nggak kelar-kelar, susah semua lagi ...! Jadi malas gue ..." Rivai beralasan.

"Halah alasan aja ... gue tau, kenapa lu kayak gitu!" jawab Ridho sambil mengecilkan volume mp3 nya.

"Sok tau lu ...!" sengit Rivai.

"Lu bukannya males, tapi cuma nggak semangat aja, lu butuh penyemangat," tukas Ridho.

"Maksud lu, apaan?" tanya Rivai.

"Lu cuma perlu pendamping yang bisa nyemangatin lu!"

Ridho seakan menonjok tepat di hidung Rivai, tak bisa dipungkiri kalau itulah masalah yang sebenarnya. 

"Gini aja," sambung Ridho.  "Ntar sepulang kerja, gue harus jemput istri gue di kafe, dia lagi ngumpul sama temen-temennya."

"Apa hubungannya sama gue ...?" sela Rivai.

"Gue kan juga kenal sama teman-temannya istri gue. Banyak juga yang masih lajang atau janda. Nah ... kalo lu mau, ntar lu bisa ikut gue, biar gue kenalin sama mereka!"

"Nggak yakin gue …," jawab Rivai.

"Lu coba aja dulu, kali aja ada yang cocok  .. masa segitu banyaknya, nggak ada yang klik sama sekali …," kata Ridho.

"Serah lu aja deh!" jawab Rivai akhirnya.

"Fix ya, ntar pulang kerja, lu ikut gue!" tegas Ridho.


Sebenarnya Rivai enggan mengikuti ide itu, tapi untuk menghargai niat baik sobatnya itu, dia ikuti saja. Hasrat untuk mencari pasangan hidup sudah lama menguap seiring menghilangnya Christy dari sisinya.

Sore itu juga sepulang kerja, Rivai menaiki motornya mengikuti mobil Ridho menuju ke kafe di kota itu. Alunan lagu dari Ada Band terdengar lembut saat mereka memasuki kafe. Tampak sekumpulan perempuan yang duduk memutari meja besar di pojok ruangan, mereka  sedang ngerumpi dengan asyiknya.

Saat itu juga, mata Rivai terpaku pada salah satu perempuan di antara kumpulan itu. Perempuan itu berhijab pink, tampak anggun dan sangat cantik. Namun bukan itu yang membuat mata Rivai tidak berkedip. Kini perempuan itu juga sedang menatap lekat padanya.

"Vai? Kamu Vai kan  ...?" seru perempuan itu.

"Titis? Ini beneran kamu?" sahut Rivai masih tak percaya.

"Iya, aku Christy!" kata perempuan itu.

"Lah … kalian malah udah kenal?" tanya Ridho.


Tanpa menggubris kata-kata Ridho dan pandangan orang-orang padanya, Christy langsung menghampiri Rivai, bahkan tanpa sungkan menarik Rivai ke meja yang terpisah. Mereka duduk berhadapan, dengan mata saling menatap lekat. Rivai tidak pernah menyangka kalau dia akan bertemu Christy di kafe.

"Kamu, apa kabar ...? Masih aja manggil pake nama itu ya," kata Christy.

"Ya maaf Tis ... eh, Christy, udah kebiasaan!" Rivai salah tingkah.

Christy tersenyum. "Tidak apa ... aku senang kamu masih mengingat panggilan itu ...."


Penampilan Christy membuat Rivai diliputi keheranan. Christy yang dulu suka berdandan ala gothic punk, kini memakai hijab. Dia yang dulu tomboy, urakan dan ceplas-ceplos, berubah jadi perempuan yang lemah lembut. Segala bayangan tentang sosok Christy di masa lalu, langsung sirna seketika.

"Kamu, berhijab? Sejak kapan?" tanya Rivai kebingungan.

"Setahun lalu, sejak bercerai dengan suamiku," jelas Christy.

"Cerai? Kok bisa? Gimana ceritanya?" Kejutan kedua datang lagi bagi Rivai.

"Lebih baik aku ceritakan semuanya aja," jawab Christy. "Setelah lulus kuliah itu, aku langsung menikah dan pindah kesini. Tapi baru setengah tahun disini, mama akhirnya meninggal akibat kankernya, dan setahun kemudian papa pun menyusul mama karena stroke."

"Aku ikut berduka soal papa mamamu ..,." ucap Rivai, dan itu adalah kejutan ketiga baginya. "Nggak nyangka kamu udah ditimpa musibah berturut-turut gitu ...."

"Makasih, sudah tiga tahun kok, sudah tidak apa-apa," jawab Christy, meski air matanya mengalir juga, kali ini tanpa eye shadow yang luntur.

"Trus bagaimana?" tanya Rivai sambil menggenggam erat tangan Christy.

"Sepeninggal papa dan mama, kehidupan rumah tanggaku seperti di neraka saja. Suamiku bukanlah orang religius seperti papa-mamanya. Hampir setiap malam dia pulang dalam keadaan mabuk, juga sering marah-marah nggak jelas. Malah yang lebih membuatku muak, dia itu senang bermain judi!" Air mata Christy menderas.

"Aku ikut prihatin …," sela Rivai, dalam hati dia membatin 'dasar manusia tak tau di untung!'

"Aku sudah tidak tahan lagi dengan kehidupan semacam itu. Jadi satu setengah tahun setelah kepergian papa, aku mengajukan cerai." kata Christy.

"Gimana bisa? Agamamu tidak membolehkannya kan?" tanya Rivai.

"Iya, tapi sebelum bercerai, saat hidup seperti di neraka itu, aku telah belajar banyak tentang keyakinanmu. Aku menemukan sebuah kedamaian, mungkin inilah agama yang cocok untukku. Aku jadi mantap untuk pindah keyakinan."

"Suamimu tau hal ini?" tanya Rivai.

"Tentu saja tau, tapi mana dia peduli. Kami sudah berbeda agama, maka kami bisa bercerai ...."

"Jadi tujuanmu pindah keyakinan itu hanya agar bisa bercerai gitu?" tanya Rivai.

"Tidak ... waktu aku pindah keyakinan, aku bahkan sama sekali belum berpikir soal perceraian," jawab Christy.

"Syukurlah kalau begitu," kata Rivai tanpa sadar. "Jadi … kamu sekarang, janda?" 

"Iya ... aku sendirian sekarang, aku juga bekerja untuk menghidupi diri sendiri," imbuh Christy.

"Hebat banget kamu ... benar-benar perempuan yang kuat …," kata Rivai.

Christy tersenyum. "Sekarang gantian, gimana ceritamu ...?"

"Nggak banyak yang berubah kok," jawab Rivai.


Maka Rivai pun mulai menceritakan hidupnya sejak putus dari Christy sampai sekarang. Mereka malah ngobrol dengan asyiknya, bahkan saat teman-temannya Christy sudah pulang, mereka masih bercerita tentang kehidupan masing masing. Nostalgia itu diakhiri dengan mengantat  Christy sampai ke rumahnya.

Pertemuan malam itu terus berlanjut dengan pertemuan-pertemuan berikutnya. Rivai seolah menemukan kembali cahaya dalam kegelapannya. Semangatnya telah kembali, rasa yang dulu berusaha dibunuhnya, kini malah semakin menguat. Tidak bisa dipungkiri kalau ternyata nama Christy masih terpahat di hatinya.

Tiga bulan mereka menjalin hubungan yang tidak jelas, padahal sangat jelas mereka masih saling mencinta. Hingga akhirnya Rivai sadar, dia harus membuat suatu keputusan yang jelas. Maka malam itulah saatnya.

Rivai membawa Christy makan malam di sebuah kafe dengan tema candle light dinner. Bagi Christy, malam itu adalah pertemuan biasa, sebuah makan malam seperti yang sering mereka lakukan tiga bulan ini. 

"Tis ... aku mau ngomong serius," kata Rivai.

"Ada apa ...?" tanya Christy.

"Sebelumnya kita sudah lama saling kenal. Tiga bulan ini kita saling mengenal kembali. Kamu tau aku selalu sayang sama kamu, bahkan saat ini rasa itu makin besar. Kamu single sekarang, dan aku juga. alangkah baiknya kalo kita menuju ke jenjang berikutnya …."

"Maksudmu …?"

"Christy, maukah kamu menikah denganku?" tanya Rivai mantap.

"Ka–kamu … serius?" 

"Yakin dan serius!" jawab Rivai.

"Tapi aku ... aku sudah janda,  kamu masih ...." Mata Christy berkaca-kaca.

"Tidak ada yang perlu dipermasalahkan soal itu. Aku selalu menerimamu apapun keadaanya, seperti rasa sayangku," kata Rivai.

"Vai …." Air mata pun membanjir di pipi Christy.

"Kamu menangis? Apa ini berarti kamu menolak?" tanya Rivai was-was.

"Tidak, Vai sayang,   ini air mata bahagia!" jawab Christy. "Iya, aku mau! Aku mau menikah denganmu ... aku mau jadi istrimu…!"


Seiring datangnya pelukan hangat dari Christy, beban berat selama lima tahun yang mengendap di dada Rivai serta-merta lenyap. Dadanya seolah menggelembung besar oleh rasa hangat dan mekarnya rasa sayang yang semakin berkobar pada Christy. 

Dua jiwa dan hati bersatu kembali setelah lama terpisah karena perbedaan. Memang jodoh takkan kemana, dimulai dari dua jalan berbeda, tapi akhirnya dipertemukan kembali dalam satu asa..



TAMAT


Diubah oleh Mbahjoyo911 30-06-2022 05:26
bukhorigangajah_gendutyudhitea
yudhitea dan 28 lainnya memberi reputasi
29
5.2K
221
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan