marywiguna13Avatar border
TS
marywiguna13 
Disinikah Tempat Amerika Menyiksa Para Tahanan Perangnya? #KamisKriminal


Guantanamo Bay Detention Camp merupakan kamp penahanan yang terletak di pangkalan Angkatan Laut Amerika di Kuba. Kamp penahanan yang didirikan oleh mantan Presiden Amerika George W. Bush pada bulan Januari 2002 tersebut, dibuka selama masa War on Terror berlangsung. War on Terror sendiri merupakan sebuah bentuk kampanye militer internasional Amerika pasca terjadinya serangan teroris tanggal 11 September 2001. Kamp penahanan Guantanamo pada awalnya berfungsi untuk menahan orang-orang yang sangat berbahaya, untuk menginterogasi para tahanan dalam suasana yang optimal, dan untuk menuntut para tahanan yang terlibat dalam kejahatan perang. Namun, dalam prakteknya, kamp penahanan tersebut justru digunakan untuk menampung tahanan pejuang dari pihak musuh.


Ketika George W. Bush memerintah, muncul sebuah penegasan bahwa tahanan yang berada di kamp penahanan Guantanamo tidak berhak atas perlindungan yang dipaparkan dalam Konvensi Jeneva. Mereka justru mengklaim bahwa setiap tahanan diperlakukan secara konsisten sesuai dengan aturan yang dikeluarkan oleh Konvensi Jeneva. Namun, tahanan yang ada saat ini dan tahanan sebelumnya melaporkan bahwa mereka mendapatkan pelecehan dan penyiksaan selama berada di kamp tahanan Guantanamo. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Susan J. Crawford, yang pernah ditunjuk oleh George W. Bush sebagai peninjau urusan militer di Guantanamo. Dia mengakui bahwa di kamp penahanan Guantanamo terjadi penyiksaan terhadap satu tahanan yang bernama Mohammed al-Qahtani. Hal tersebut tentu saja dibantah oleh pemerintahan Bush.


Pemerintahan Amerika kemudian berpindah tangan pada mantan Presiden Barack Obama. Pada tanggal 22 Januari 2009, dia sempat mengajukan permintaan untuk menangguhkan persidangan di komisi militer Guantanamo selama 120 hari, dan menutup penjara tersebut selama tahun 2009. Namun, seminggu kemudian yaitu pada tanggal 29 Januari 2009, seorang hakim militer di Guantanamo menolak permintaan yang diajukan oleh Gedung Putih dalam kasus Abd al-Rasid al-Nashiri. Bahkan, dia menciptakan tantangan yang tidak terduga bagi pemerintah saat meninjau bagaimana Amerika membawa tahanan Guantanamo ke pengadilan.

Penahanan tanpa batas waktu, tanpa pengadilan, dan adanya penyiksaan yang terjadi di kamp penahanan Guantanamo dianggap melanggar HAM oleh Amnesty International dan merupakan pelanggaran terhadap Konstitusi Amerika. Oleh karena itu, selama masa pemerintahannya, Barack Obama berusaha untuk menutup kamp penahanan tersebut. Caranya seperti dengan mengeluarkan Memorandum Presiden yang memerintahkan penjara Thomson, Illinois, agar bersiap untuk menerima tahanan Guantanamo yang dipindahkan. Namun, setiap usahanya mendapat tentangan keras dari pihak Kongres Amerika. Bahkan, pihak PBB yang mendengar tentang penyiksaan yang terjadi di kamp penahanan Guantanamo pun mengalami kegagalan untuk menutupnya.

Tentangan keras yang dihadapkan oleh Kongres Amerika dilakukan dengan mengesahkan undang-undang yang melarang tahanan dari Guantanamo untuk dipindahkan ke Amerika, dan mengesahkan Amandemen yang berisi pemblokiran dana yang dibutuhkan untuk transfer atau untuk membebaskan tahanan kamp penahanan Guantanamo.


Berbeda dengan Barack Obama yang berkeinginan untuk menutup kamp penahanan Guantanamo, Presiden Donald Trump yang menggantikannya, justru menandatangani perintah eksekutif untuk menjaga kamp penahanan Guantanamo agar tetap dibuka tanpa batas waktu yang ditentukan. Hanya saja, pada masa pemerintahan Donald Trump inilah tahanan kamp penahanan Guantanamo pertama dipindahkan pada bulan Mei 2018.
Pada awalnya, Departemen Pertahanan Amerika merahasiakan identitas setiap tahanan di kamp penahanan Guantanamo. Namun, setelah mereka gagal menolak permintaan Associated Press untuk memberikan informasi mengenai para tahanan, pada akhirnya mereka mengakui secara resmi bahwa mereka telah menahan 779 orang di kamp penahanan tersebut. Sedangkan file-file rahasia yang berkaitan dengan para tahanan itu sendiri bocor di WikiLeaks pada bulan April 2011.

779 orang tahanan yang ditahan sejak bulan Januari 2002 tersebut terdiri dari kelompok Afghanistan sebanyak 29%, kelompok Arab Saudi sebanyak 17%, kelompok Yaman sebanyak 15%, kelompok Pakistan sebanyak 9%, dan kelompok Aljazair sebanyak 3%. Dan sisanya merupakan campuran dari orang-orang yang berasal dari 50 negara yang berbeda. Sebanyak 17-22 orang diantaranya juga merupakan anak-anak yang berada di bawah umur 18 tahun. Dan seluruh tahanan dimasukkan ke kamp Delta, kamp Gema, kamp Iguana, dan kamp X-Ray.



Pada pertengahan tahun 2004, sebanyak hampir 200 orang tahanan dibebaskan sebelum muncul adanya CSRT (Combatan Status Review Tribunal). CSRT merupakan tinjauan apakah para tahanan tersebut secara sah ditahan sebagai pejuang dari pihak musuh atau bukan. Pada bulan Juli 2005, sebanyak 242 orang tahanan dipindahkan dari kamp penahanan Guantanamo. 173 orang tahanan diantaranya dibebaskan tanpa dakwaan, dan 69 orang tahanan lainnya dipindahkan ke tempat penahanan pemerintah di negara lain. Tahanan yang tersisa menurut laporan dari Seton Hall University, sebanyak 80% diantaranya ditangkap bukan oleh tentara Amerika yang berada di medan perang. Namun mereka ditangkap oleh orang Pakistan dan Afghanistan, sebagai bentuk imbalan perburuan. Karena Amerika sempat membagikan selebaran secara luar di kawasan tersebut dan menawarkan imbalan sebesar lima ribu dolar per tahanan. Contohnya, seorang tahanan yang bernama Adel Noori, yang merupakan etnis Uyghur China sekaligus seorang pembangkang yang dijual ke Amerika oleh pemburu hadiah Pakistan.

Laporan yang diumumkan oleh Departemen Pertahanan pada tanggal 10 Juni 2006, sebanyak delapan orang tahanan dinyatakan meninggal dunia, dan enam orang tahanan diantaranya meninggal dunia karena bunuh diri. Guantanamo Review Task Force juga sempat memberi laporan terakhir pada tanggal 22 Januari 2010. Bahwa dari 240 orang tahanan yang ditinjau, 36 orang tahanan diantaranya sedang menjalani investigasi aktif, 30 orang tahanan yang berasal dari Yaman ditunjuk untuk penahanan bersyarat, 126 orang tahanan telah disetujui untuk dipindahkan, dan 48 orang tahanan lainnya dianggap terlalu berbahaya untuk dipindahkan tapi tidak layak untuk dituntut.

Hingga bulan Mei 2011, 600 orang tahanan telah dibebaskan. Sebagian besar tahanan dibebaskan tanpa dikenakan biaya dan sebagian lainnya dipindahkan ke negara asal mereka. Hingga bulan Juni 2013, tahanan yang tersisa sebanyak 46 orang saja. Mereka ditetapkan untuk menerima penahanan tanpa batas waktu yang ditentukan. Karena mereka dianggap terlalu bahaya untuk dipindahkan, namun tidak ada cukup bukti untuk mengadili mereka. Dan hingga tanggal 19 Januari 2017, kamp penahanan Guantanamo masih dibuka dan masih terdapat 41 orang tahanan di dalamnya.
Pada bulan September 2006, George W. Bush sempat mengumumkan 14 orang tahanan sipil yang dijadikan sebagai tahanan istimewa. Tidak ada satupun dari mereka yang didakwa karena telah melakukan kejahatan perang. George W. Bush mengakui bahwa 14 orang tahanan istimewa tersebut sebelumnya telah ditahan di penjara rahasia milik CIA di luar negeri yang dikenal dengan nama Black Sites, seperti di Pakistan, Thailand, Afghanistan, Afrika Utara, Diego Garcia, dan Polandia. Hal tersebut dilakukan sebagai bagian dari program rendisi luar biasa milik Amerika. Begitu dipindahkan ke kamp penahanan Guantanamo oleh CIA, mereka akan ditempatkan di kamp 7 dimana kondisi kampnya lebih terisolasi dibandingkan dengan kamp penahanan lainnya.


Dari 14 orang yang dijadikan sebagai tahanan istimewa, salah satunya bernama Abu Zubaydah, yang dipercaya merupakan penghubung antara Osama bin Laden dengan anggota-anggota Al-Qaeda. Abu Zubaydah yang bernama asli Zayn al-Abidin Muhammad Husayn, merupakan seorang berkebangsaan Palestina yang ditangkap di Faisalabad, Pakistan, pada bulan Maret 2002. Sejak saat itu dia menjadi tahanan Amerika dan ditahan di penjara rahasia milik CIA selama 4,5 tahun. Sama seperti tahanan istimewa lainnya, Abu Zubaydah juga sering dipindahkan ke penjara di negara yang berbeda, termasuk penjara di Polandia selama setahun. Polandia bekerja sama dengan Amerika, mengizinkan CIA untuk menahan dan menyiksa Abu Zubaydah di wilayahnya pada tahun 2002-2003. 

Abu Zubaydah menjadi satu-satunya tahanan istimewa yang menjadi sasaran program interogasi ekstensif yang menggunakan metode yang disetujui oleh Jaksa Agung John Ashcroft pada tanggal 26 Juli 2002. Metode yang disetujui adalah Waterboarding, dan selama ditangani oleh CIA, dia sudah mengalami Waterboarding sebanyak 83 kali dalam waktu satu bulan. Selain Waterboarding, ada sembilan metode lainnya yang dijelaskan dalam memo yang diajukan untuk digunakan dalam menginterogasi Abu Zubaydah. Yaitu Attention Grasp, Walling, Facial Hold, Facial Slap, Cramped Confinement, Wall Standing, Stress Positions, Sleep Deprivation, dan Insects Placed in a Confinement Box.

Metode-metode tersebut dianggap ilegal, dan banyak metode lain yang juga dikembangkan oleh CIA dianggap sebagai perlakuan dan penyiksaan yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat di bawah Konvensi PBB tentang HAM. Hal tersebut telah dilaporkan oleh beberapa jurnalis karena CIA telah menggunakan taktik kasar tersebut sebulan sebelum memo untuk mengesahkan penggunaannya diajukan. Metode interogasi yang dialami oleh Abu Zubaydah tersebut membuatnya kehilangan mata kirinya, merasa stres, dan kekurangan tidur. Dan rekaman video dari beberapa interogasi terhadap Abu Zubaydah, dihancurkan oleh CIA pada tahun 2005.


Abu Zubaydah berada dalam keadaan telanjang ketika akan menjalani proses Waterboarding. Tubuhnya dibaringkan di atas sebuah papan yang memiliki engsel naik turun yang berfungsi untuk memiringkan bagian kepala, dan diikat sedemikian rupa agar dia tidak melarikan diri atau bergerak ketika siksaan dimulai, dan ikatan tersebut juga menahan bagian pahanya yang sedang terluka akibat tembakan AK-47. Penjaga akan terus menuangkan air pada bagian kepala, hidung, dan mulut Abu Zubaydah hingga dia merasa tenggelam dan bagian dadanya akan terasa meledak karena kekurangan oksigen. Siksaan tersebut menyebabkan Abu Zubaydah mengalami kejang, muntah, dan tidak responsif.

**********



Masih dalam keadaan telanjang, pergelangan tangan Abu Zubaydah diikat disebuah palang yang berada di atas kepalanya. Siksaan tersebut terpaksa membuat kakinya berjinjit dan menyeimbangkan berat badannya di kaki yang lain karena paha yang masih terluka. Dan ketika penjaga memperhatikan tangannya yang berubah warna setelah berjam-jam kemudian, Abu Zubaydah langsung dipindahkan ke sebuah kursi. Saat itu dia merasa kedinginan, kelaparan, mengantuk, dan mengalami muntah yang hebat.

**********



Dalam posisi seperti sebuah janin, tubuh Abu Zubaydah diikat dengan menggunakan rantai ke bagian sel untuk membatasi gerakannya. Dan menurut mantan asisten Jaksa Agung yang bernama Jay S. Bybee, posisi tersebut tidak dirancang untuk menghasilkan rasa sakit terkait perubahan bentuk tubuh atau tubuh yang dipelintir.

**********



Seorang interogator melilitkan handuk ke bagian leher Abu Zubaydah dan membenturkan bagian belakang. Dalam setiap benturan yang didapatnya membuat Abu Zubaydah akan jatuh ke lantai. Namun kemudian dia diseret dengan menggunakan handuk yang terbungkus dengan lakban plastik yang membuat bagian lehernya mengalami pendarahan, dan dia juga secara pasti akan mendapatkan tamparan di wajahnya. Siksaan tersebut berfungsi untuk mengganggu bagian dalam telinga Abu Zubaydah, jika terasa sakit, berarti siksaan dilakukan dengan salah.

**********



Sebelum dimasukkan kedalam sebuah kotak kayu yang berukuran lumayan besar, Abu Zubaydah dicukur rambutnya, ditelanjangi, dan diikat agar dia tidak bisa berdiri. Karena tempatnya begitu sempit, dia diperintahkan untuk duduk di atas sebuah ember yang bisa dianggapnya sebagai toilet. Seorang penjaga mengatakan bahwa kotak kayu tersebut akan menjadi tempat tinggal Abu Zubaydah selanjutnya.

**********



Dalam bentuk siksaan Small Confinement Box, ukuran kotak kayunya terbilang kecil, bahkan anak-anak pun bisa merangkak di dalamnya. Begitu Abu Zubaydah dikunci di dalam kotak kayu tersebut, dia merasa kesulitan untuk menemukan posisi yang nyaman. Ketika dia berusaha untuk duduk, kotak kayunya dirasa terlalu pendek. Dia memiliki kemampuan untuk meringkuk, namun kotak kayunya dirasa terlalu sempit. Bentuk siksaan tersebut membuatnya mengalami kontraksi otot karena kesulitan untuk bergerak dengan keadaan terikat seperti janin selama berjam-jam.

**********



Walaupun tidak dalam keadaan telanjang dan memakai baju yang tipis, Abu Zubaydah dipersilakan untuk tidur. Hanya saja dia harus diikat terlebih dulu dengan tangan diikat ke belakang, dan posisi tidurnya cenderung telungkup atau terlentang. Bentuk siksaan tersebut membuat Abu Zubaydah tidur hingga berhari-hari, bahkan dia masih tetap tidur walopun penjaga menyiramkan air padanya.
Sketsa-sketsa diatas merupakan sketsa yang dibuat oleh Abu Zubaydah ketika dia berada di kamp penahanan Guantanamo. Walaupun tidak diketahui apakah dia pernah mengikuti pelatihan dalam bidang seni secara formal atau tidak, namun dia mampu menggambarkan dirinya berada dalam keadaan telanjang dan bagian kepala tertutup ketika mengalami penyiksaan di Black Site Thailand pada bulan Agustus 2002. Sketsa-sketsa tersebut digambar bukan untuk tujuan seni, tapi sebagai bahan hukum agar kedepannya bisa ditinjau.

Pada tanggal 24 Juli 2014, Pengadilan HAM Eropa memerintahkan pemerintah Polandia untuk membayar Abu Zubaydah sebesar € 100.000 sebagai bentuk ganti rugi. Dan sebesar € 30.000 untuk menutupi segala biayanya. Abu Zubaydah mengatakan melalui pengacaranya di AS yang bernama Joseph Margulies, bahwa dia akan menyumbangkan € 100.000 sebagai ganti rugi untuk para korban penyiksaan.

Pada bulan Desember 2019, The New York Times bekerja sama dengan Pulitzer Center on Crisis Reporting menerbitkan sebuah artikel yang memuat sketsa-sketsa penyiksaan milik Abu Zubaydah, serta link yang mengarah pada laporan setebal 61 halaman yang berjudul "How America Tortures". Dalam artikel tersebut, Abu Zubaydah juga memberikan rincian tentang berbagai jenis penyiksaan yang dia alami.

Dan walaupun Abu Zubaydah adalah seorang jihadis, namun analisa intelijen Amerika menyebutkan bahwa Abu Zubaydah tidak memiliki pengetahuan tentang 9/11 dan dia juga bukan anggota Al-Qaeda.
Sekian, dan terimakasih.

*
*
*
*
*

sumber 1
sumber 2
sumber 3
cungkringokeAvatar border
cungkringoke memberi reputasi
10
5.1K
60
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan