evywahyuniAvatar border
TS
evywahyuni 
Di Sini Masih Ada Cinta #COC_CLBK2022
Haruskah Ada Pilihan Lagi?

DokPri

Alea masih terpekur menatap jalanan. Bisingnya lalu lalang kendaraan tidak mengusik resah hatinya yang sedang berselimut kesal dan emosi. Hujan yang turun bersama irama khasnya, kembali dinikmati Alea dengan isakan tangis yang memilu. Seharusnya ia bisa tegar dan menerima, tetapi mengapa luka itu masih saja mengiris hatinya bak sembilu?

Hujan masih belumlah mereda, beberapa orang juga ikut berteduh di emperan toko kelontong itu. Genangan dari percikan hujan dengan lembutnya menyapa ujung jari kaki mereka termasuk kaki Alea yang hanya mengenakan sendal jepit.

'Mengapa luka engkau goreskan sekarang, kala dulu cinta mulai bersemi' batin Alea. Ia sibuk memandang rinai hujan, tak peduli dingin yang mulai meraba permukaan kulit halusnya. Perjumpaannya tadi sore dengan Iffat ternyata hanya membuat secelah duka, tak disangka lelaki itu memutus ikatan lama yang terjalin. Hanya karena Iffat harus meneruskan pendidikannya di kota lain, sungguh sebuah alasan yang cukup ironi, bukan?

"Maafkan aku, Alea. Tiada niatku memutus ikatan ini, hanya mencegah dirimu berharap terlalu lama hingga membuatmu bosan nantinya," ucap Iffat seraya menyentuh jemari Alea yang terbiar di atas meja.

"Jangan mengucap alasan yang tidak masuk akal! Aku tidak percaya kau tega mengambil keputusan itu. Apa salahnya kita mencoba LDR saja? Apa sebegitu rapuhnya percayamu kepadaku?"

"Bukan begitu, Alea ...."

"Lalu apa kalau bukan seperti itu kenyataannya? Jangan bicara omong kosong lagi, telingaku sudah penuh dengan alasan basa-basimu."

"Alea ... kumohon, mengertilah. Perpisahan kedua orangtuaku yang tiba-tiba belum bisa aku terima, sekarang ... nasib pendidikanku juga tergantung dari kemurahan hati ayah yang menawarkan aku melanjutkan kuliah di sana. Jadi, tolong ... jangan menyulitkanku lagi."

"Kau bisa tetap kuliah di sini dan masih berkumpul dengan ibumu." Alea masih mencegah hatinya rapuh, walau itu adalah hal yang mustahil.

"Bukannya kau juga sudah tau kalau ibuku seperti enggan membiayaiku, setelah ia menikah dengan selingkuhannya, bukan?" Iffat menghela napas panjang, rasa sakit yang harus ia alami tak bisa ditawar perihnya. Ia bukan ingin durhaka, tetapi ia sangat membenci ibunya.

"Hanya ada satu jalan, aku harus menerima tawaran ayahku dan pergi meninggalkan kota ini untuk melupakan semuanya ...."

"Termasuk melupakan aku? Melupakan cinta kita?" sela Alea menajam.

"Masa depanku lebih penting, Alea. Aku juga masih sayang padamu, tetapi aku tidak mungkin terus menawarkan impian kosong, semua harus dilalui dengan penuh realita. Jika kita ditakdirkan berjodoh, suatu saat kita pasti akan dipertemukan kembali."

Netra Alea mulai mengembun, tidak ada jalan lain lagi. Cintanya bukan hal terkuat yang bisa menahan langkah seorang Iffat untuk tetap bertahan di sisinya, lelaki itu telah tegas meyakinkan pilihan hatinya untuk rela berpisah dan mengabaikan perasaan tulus yang Alea jaga selama ini.

Alea bangkit, ia menjulurkan tangan mengajak Iffat untuk bersalaman. Iffat segera menerima uluran tangan Alea dengan tatapan yang tak lepas dari kedua netra gadis berkacamata itu yang seakan menahan mendung hitam.

"Kalau begitu, Aku ucap selamat tinggal padamu. Semoga apa yang telah kau tekadkan terwujud dan semoga kita masih dipertemukan kembali entah di masa yang bagaimana, kau tau bagaimana perasaanku. Selamat tinggal, Iffat."

Setelah mengucap kalimat itu, Alea segera meninggalkan tempat pertemuan mereka. Langkah panjangnya terus menapak tegas lantai cafe hingga menuju pintu depan. Hingga di detik itu, tidak ada suara memanggil untuk menahan langkah Alea, Iffat benar-benar membuktikan diri melepas Alea demi jalan yang akan ia tempuh selanjutnya.

Quote:


"Hei, kok melamun? Gak baik anak gadis melamun jelang petang kek gini, entar jodohnya diambil orang, lho!" seru seseorang yang tiba-tiba duduk di samping Alea tanpa permisi mengagetkan gadis itu.

"Kamu siapa? Sok akrab banget deehh,"  ujar Alea.

"Masa udah lupa? Kebanyakan melamun keknya, nih." 

Suara tawa yang menggema memecah irama hujan akhirnya membuat Alea tertarik menoleh ke arah orang itu.

"Iishh, menyebalkan! Sok penting banget kamu! Dasar Kang Rusuh!" pekik Alea sambil meninju lengan orang itu setelah beberapa detik sebelumnya ia sadar siapa yang telah berani meledeknya.

"Hahahaaa … kirain udah amnesia, ternyata ingatanmu masih bagus! Kenapa kamu ada di sini, Alea?" 

"Bukan urusanmu, Rizal! Pergilah!"

"Ayolah, tadi kamu pasti sedang memikirkan Iffat." 

"Sok tau!" Alea mencebik.

"Ngaku ajahh, tadi kalian ketemuan juga, 'kan? Aku tau, kok."

"Kamu memata-mataiku? Gak ada kerjaan apa?" Alea mulai gerah, Rizal memang kenal dengan Iffat, itu pun setelah mereka jadian. Sebelumnya, Rizal adalah teman Alea, hanya karena ingin menjaga perasaan Iffat, maka Alea juga menjaga jarak dengan Rizal.

"Iihh, ge-er amat! Amat saja gak ge-eran orangnya! Tau gak, tadi itu setelah kalian bertemu, Iffat menghubungiku. Dia khawatir sama kamu, sepertinya pertemuan kalian tidak baik-baik saja. Bener kagak?"

"Aku tidak perlu membahasnya sama kamu! Sudah! Jangan ganggu bisa gak?" Alea bangkit dan berpindah posisi, kini ia berdiri di dekat kaca etalase toko.

Rizal ikut bangkit. Bukannya menemani Alea berdiri, ia langsung menarik tangan Alea menjauhi tempat itu.

"Kau mau apa, Zal? Ini hujannya masih deras!" teriak Alea.

"Kita ke mobilku, Aku akan mengantarkanmu pulang!" teriak Rizal mencoba mengalahkan suara hujan.

Alea tidak melawan lagi, hawa dingin sudah cukup menyentuh kulit dan hatinya. Begitu pintu mobil dibuka, gadis itu langsung masuk dan Rizal segera menutupinya kemudian berlari kecil ke pintu kemudi. sebelum menyalakan mesin mobil, ia melepas jaket yang tadi dipakai lalu menyampirkannya ke bahu Alea. "Pakailah, bajumu sudah basah."

Mobil berjalan dengan kecepatan biasa, Rizal tidak menyalakan AC agar Alea tidak semakin kedinginan.
"Keringin rambutmu dengan tissu ini, kauhabiskan juga tidak apa-apa. Sorry, Aku tidak punya handuk di mobil," ujar Rizal sambil menyodorkan sekotak tissu.
Alea mengambilnya, lalu melakukan apa yang Rizal katakan. Rizal tersenyum tipis, gadis galak itu sudah kembali jinak.

"Antarkan Aku pulang sekarang, Zal," lirih Alea dalam gigilnya.

"Tunggu! Kita singgah ke apotek dulu," ujar Rizal menghentikan mobil di depan sebuah apotek.

Sesaat kemudian.

"Nih, minumlah dulu!" Rizal menyodorkan sebotol air dan sebungkus tablet pereda demam.

"Apa ini?"

"Minum saja, itu obat pereda demam, semoga malam ini kamu baik-baik saja."

"Makasih, Zal," ucap Alea. 

"Yup."

Bagi Rizal, kelakuan Alea itu biasa saja baginya. Setelah lama berteman dengan gadis galak itu, semua kebiasaannya yang jutek dan menyebalkan sudah jadi makanan Rizal sehari-hari. Temperamen yang terlalu aktif, kadang terlalu egois, kadang terlalu manja. Semuanya sudah Rizal pahami, apa lagi ketika suasana hati seperti sekarang, sudah tidak perlu dibahas lagi.

***

Setelah mengantar Alea pulang. Rizal langsung menuju rumah Iffat dan menjumpai lelaki itu sedang bebenah, beberapa koper telah terisi padat oleh pakaian dan sepertinya masih banyak yang berserak di atas kasur.

"Mau kubantu?" Rizal duduk di lantai lalu mulai membantu Iffat melipat pakaian.

"Tidak usah repot-repot. Bagaimana keadaan Alea tadi?"

"Seperti biasa, ia merajuk dan kembali menyiksa diri. Kau juga kelewatan, apa tidak ada jalan lain? Sudah kukatakan kalau Aku rela kau bersama Alea, kenapa kauharus menyakiti hatinya? Bodoh memang!"

"Woi! Sabar bro! Mungkin sudah jalannya harus begitu. Aku tidak bisa berada di antara kalian lebih lama lagi, kuakui di depanku Alea tidak akan mengakui perasaannya padamu, tetapi tunggu saja … semua tergantung padamu lagi," ujar Iffat sambil terus mengemasi pakaiannya.

"Alea tidak pernah membalas perasaanku dari dulu, bagaimana bisa kau menarik kesimpulan seperti itu? Bahkan ia sampai menjauhiku agar kau tidak cemburu, jangan membodohi perasaanmu!"

"Dengar, Zal! Alea sudah tau kalau kita ini sepupuan. Lelaki mana yang tahan mendengar kekasihnya selalu menyebut nama laki-laki lain ketika mereka sedang bersama? Kau tau? Alea selalu memujimu di depanku! Ia selalu dan selalu mengandalkanmu dalam segala hal! Aku muak mendengar itu! Sebenarnya yang jadi kekasihnya itu Aku atau kau?"

Iffat membanting sepatu yang tadi hendak ia masukkan ke dalam ransel. Suasana hatinya menjadi kacau ketika harus membuka luka yang selama ini ia tutupi rapat-rapat. Sementara itu, Rizal hanya terdiam menganga melihat reaksi Iffat yang berlebihan.

"Maafkan aku, Bro!" Iffat terduduk di samping Rizal sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan.

Iffat sebenarnya merasa bersalah karena ia juga tahu bagaimana perasaan Rizal. Sepupunya itu dulu sering bercerita tentang sosok Alea--gadis yang Rizal sukai sejak masih duduk di bangku SLTA, sayangnya … cinta Rizal hanya bertepuk sebelah tangan. Alea malah memilih dirinya yang jelas-jelas mendekati Alea hanya karena penasaran. Sekilas ia membayangkan betapa antusias sepupunya itu bercertia tentang gadis pujaannya.

Rizal menepuk punggung Iffat. "Sabar, Bro! Kau hanya butuh waktu, Alea juga. Jika Tuhan mentakdirkan kalian bersama, maka sejauh apa pun langkahmu, kalian pasti akan bersama lagi dan …."

"Aku berharap kaulah yang akan menjadi jodohnya, bukan Aku," tukas Iffat memotong perkataan Rizal.

Hening sesaat.

"Jam berapa besok? Mau kuantar?" Rizal mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Tidak usah, jadwal pesawatku dini hari. Bukankah kau harus ke kantor pagi-pagi? Nanti pesan Grab sajalah. Oh iya, makasih sudah datang. Bahagiakan Alea, cuma itu yang kuminta darimu."

"Baiklah, Aku pulang dulu. Sampaikan salamku untuk paman Heru, jaga dirimu baik-baik di sana," ucap Rizal seraya memeluk Iffat, sepupu dari pihak ibunya.

"Tolong jaga ibuku juga, Zal. Jangan lupa beri kabar kalau ada apa-apa."

"Oke, Bro. Bye!"

Iffat melirik punggung Rizal yang melangkah ke luar dari kamarnya. Senyum sinis tersungging halus di sudut bibirnya. Perlahan ia berujar, "Sorry, Zal. Aku tidak mau lagi merusak hubunganmu. Selamat berjuang bro."

***

Keesokan harinya. Pagi-pagi sebelum ke kantor, Rizal menyempatkan singgah di rumah Alea. Gadis itu masih saja murung di dalam kamar, beruntung semalam Rizal telah memberinya obat demam, sehingga malam tadi ia hanya sedikit meriang.

Terdengar pintu kamar diketuk dari luar. "Alea, keluarlah, Nak. Ada Rizal di ruang tamu, ia ingin bertemu denganmu," sahut ibu Yuli, ibunya Alea.

"Iya, Bu."

Alea keluar kamar dengan masih memakai pakaian tidur. Ia tidak pernah memakai bedak atau lipstik sekadar pemerah bibir ketika bertemu Rizal, ia selalu tampil apa adanya.

"Ada apa kesini?"

Rizal tersenyum menanggapi kata-kata ketus Alea. "Aku hanya ingin mengetahui keadaanmu, masih meriang?"

Alea duduk dengan rasa malas di samping Rizal. "Sudah enggak, makasih."

"Terima kasih untuk apa?" tanya Rizal mencoba menggoda Alea.

"Terima kasih karena sudah bertanya, bawel amat, sih! Sanaa ke kantor, Aku masih bad mood."

"Mau kubawakan apa sebentar kalau pulang kerja?" 

"Gak ada! Gak perlu! Gak penting juga!"

"Jangan ketus begitu, kamu itu penting bagiku. Jangan karena nila setitik rusak susu sebelanga, jangan karena hujan sehari kemarau setahun terhapuskan."

"Iyaahh, iyaahh … cerewet! Bentar bawain martabak yaah, minumnya boba red velvet. Jangan lupa."

"Nah, gitu dong. Siap, Tuan Putri! Aku ke kantor dulu, nanti pulang kerja kubawain pesananmu."

Rizal bangkit diikuti Alea. "Siniin tanganmu!" Rizal mengulurkan tangannya, entah apa lagi mau Alea.

Begitu tangan Rizal terulur, Alea langsung menyambut dan meletakkan punggung tangan Rizal ke keningnya. 'Eh … ada apa dengan Alea?' batin Rizal. Hatinya mendadak dipenuhi bunga-bunga beterbangan entah dari mana datangnya.

"Jangan bengong! Sanaa ke kantor, hati-hati, yaa," kata Alea sambil mendorong tubuh Rizal ke luar.

Menanggapi tingkah manja Alea, Rizal balik mengusap kepala gadis itu. "Kamu di rumah baik-baik juga, ya? Tenangkan hatimu, jangan banyak mikir. Ingat! Kisah kemarin jadikan pengalaman, kisah hari ini jadikan pelajaran. Tidak akan matahari terbit dari barat, selama hatimu masih berada di tempat yang semestinya."

"Iyaah, paham...."

Rizal tertawa riang, lelaki itu tahu … hati Alea perlahan akan pulih seperti biasanya. Semoga cintanya yang telah lama bersemi tidak lagi bertepuk sebelah tangan. 

Quote:


Sebulan setelah kepergian Iffat yang tanpa kabar, Alea mulai melupakan rasa sakit dan luka di hatinya itu perlahan mengering seiring kehadiran Rizal yang tiada henti memberinya semangat dan selalu berjuang meluluhkan hati Alea.

Rizal hanya berlaku sewajarnya seperti biasa, mencoba mengembalikan cinta Alea, mencoba meneguhkan rasa percaya diri Alea yang hampir terpuruk, mencoba menggalang rasa untuk dirinya sendiri dari kegagalan mencapai puncak cinta seorang Alea.

Sungguh sebuah perjuangan yang tidak ingin berakhir percuma, di hati Rizal masih ada cinta untuk Alea, selamanya masih ada rasa untuk gadis itu, walaupun arah takdir belum pasti akan terjadi seperti apa. Setidaknya, Rizal telah membuktikan dirinya mampu menjadi pendamping Alea.

Hanya tinggal Alea saja, apakah ia mampu mencintai Rizal dengan segala keterbukaannya atau selamanya menunggu Iffat kembali pulang untuknya. Alea pun sadar, tidak seharusnya menjadikan Rizal sebagai pelarian semata. Kasih lelaki itu tulus apa adanya, tetapi apakah cinta dapat dipaksakan jika hati tidak ingin berpindah haluan? Karena di mata Alea, Rizal adalah sosok sahabat yang bisa ia andaikan. Entahlah … hati Alea masih mengharapkan Iffat kembali.

Hingga perjalanan takdir membawanya kembali, membawa Iffat kembali ke hadapan mereka, tetapi hanya berwujud jenazah. Iffat telah pergi untuk selama-lamanya dalam sebuah insiden kecelakaan lalu lintas saat akan kembali menemui Alea. Rasa bersalah kepada Alea dan Rizal telah menghantui Iffat selama ini, perasaan itulah yang membuatnya nekat mengendarai motor seorang diri dan akhirnya mengalami kecelakaan; motornya bertabrakan dengan bus lintas provinsi dan Iffat ditemukan tewas di tempat kejadian.

"Iffat … tidaaakkkk!"

Alea langsung pingsan saat ibu Maya–ibu kandung Iffat--datang memberi kabar duka, sontak ibu Yuli segera menghubungi Rizal. Kabar ini perlu diketahui juga oleh Rizal yang notabene masih terikat tali kekeluargaan dengan Iffat.

Saat Rizal datang, Alea masih terbaring tak sadarkan diri di kamarnya. Sementara itu ibu Maya sudah sejak tadi meninggalkan rumah Alea.

"Alea, sadarlah. Kita hadapi semuanya dengan tabah," ucap Rizal ketika menemani Alea di kamarnya. Gadis itu sudah mulai siuman dari pingsannya, Alea hanya bisa menangis di dada Rizal. Menumpahkan semua perih yang terlampau menyakitkan. Seseorang yang diharapkan kembali ternyata benar kembali, meskipun dengan wujud yang berbeda.

"Maafkan aku, Zal. Mungkin ini karmaku karena telah menyia-nyiakan dirimu."

Rizal menunjuk bibir Alea dengan jari telunjuknya. "Sstttt, jangan bicara seperti itu. Semua sudah menjadi takdir Tuhan, selama hatimu belum beranjak memilihku, maka Aku tidak akan pernah memaksa. Selama hatimu masih ingin sendiri, maka Aku akan setia menemani ragamu hingga hatimu tidak merasa sendiri lagi."

Tangis Alea semakin dalam mengiris hatinya sendiri, kematian Iffat membuka mata batinnya … tidak ada penantian yang sempurna selain menanti kepastian hati yang berpasrah pada Sang Ilahi.

Beberapa bulan kemudian dengan memantapkan diri Alea membuka hatinya kembali untuk menerima Rizal. Ia tidak perlu mencari lagi cinta yang dulu hilang telah kembali bersama sosok lelaki baru, tetapi lelaki itu sudah lama mendampinginya selama ini, hanya sayangnya ia terlalu buta untuk memahami apa yang diinginkan oleh hatinya.

Kini, ia telah memilih biduk cinta seseorang yang selama ini mencintainya tanpa pamrih dan ia tidak mau kehilangan lagi. Cinta lama Rizal bersemi kembali dan kali ini mendapat balasan berupa pengabdian seumur hidup Alea.

Berbahagialah Rizal, perjuangannya selama ini berakhir dengan kisah yang sempurna, walaupun harus diwarnai dengan kisah pilu kehilangan seorang Iffat.

Begitulah cinta, meski deritanya tiada akhir, tetapi masih saja ada yang tegar memperjuangkannya hingga mencapai puncak kebahagiaan yang hakiki.

Diubah oleh evywahyuni 29-06-2022 04:37
bukhoriganAvatar border
terbitcomytAvatar border
terbitcomyt dan bukhorigan memberi reputasi
27
2.5K
143
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan