l13skaAvatar border
TS
l13ska
(COC 2022) Penantian Cinta Si Gadis Gila

Picture: so-aja


emoticon-heart

Namanya Tantriana, penduduk desa memanggilnya Tantri. Gadis yatim piatu itu sungguh malang nasibnya. Hidupnya sungguh nelangsa, ditinggal mati kedua orangtuanya saat berusia belasan, jatuh cinta dan menjalin hubungan dengan pemuda desa lalu ditinggalkan begitu saja.

Setiap harinya dia akan mengurung diri di rumah tidak mau beraktivitas dan bersosialosasi dengan siapapun. Hanya Bu Marni, bibinyalah yang setia mengurus makan dan kebutuhan Tantri setiao harinya.

Sempat aku bertanya dalam anganku bagaimana Bu Marni yang seorang janda beranak 2 bisa memenuhi semua kebutuhan hidup Tantri. Hingga akhirnya kutahu dari ibu dan Bapak bahwa Tantri hidup dari harta peninggalan kedua orang tuanya dan belas kasihan orang-orang desa.

"Tantri itu anak yang baik, penurut. Entah kenapa sikap kalian seperti ini memperlakukan kemenakanku? Saya mohon jangan seperti ini."

Sayup-sayup kudengar perkataan seseorang wanita bertubuh subur dengan riasan sekedarnya. Baru-baru ini, aku tahu bahwa sosok yang bertamu di rumah kami kala itu adalah Bu Marni.

Anehnya setiap hari senin dan kamis, kulihat Tantri akan keluar rumah. Berjalan di akhir sore dan menyusuri jalan-jalan desa menuju pesisir pantai. Kemudian untuk waktu yang lama dia akan duduk mematung di sebuah batu karang besar.

Awal mula aku bingung melihat tingkah Tantri tapi lama-lama aku menikmati memandang sosoknya dari jauh. Seolah kekosongan dalam hatiku selama ini langsung terisi demi melihat ia yang menyaksikan langit biru seorang diri.

Sudah hampir setengah jam berlalu, aku melihat dari kejauhan gadis yang berusia 25 tahun itu. Ia tengah duduk memeluk kedua kakinya yang jenjang. Meski tengah mengalami depresi, kulihat gurat kecantikan di wajahnya. Matanya yang teduh menatap jauh ke ujung pantai yang tak berujung.

Sudah sebulan sejak aku kembali dari kuliahku di Malang kulihat dia seperti itu. Setiap dua hari dalam seminggu di ujung senja ia akan berjalan-jalan ke pantai. Duduk untuk waktu yang lama tanpa sedikit pun kata.

Dan aku selalu mengikuti tiap langkahnya. Menunggu dari balik pohon kelapa yang sudah tua ini. Hingga akhirnya, kali ini kuberanikan diri mendekatinya.

"Hai, boleh aku duduk disini?"

Tak ada jawaban dari bibir Tantri yang pucat.

Sudah hampir satu jam aku duduk menemaninya, kulihat badannya kedinginan. Kulepas jaketku dan mengalungkan ke badannya. Tak ada reaksi ia tetap diam meski tak lagi kedinginan.

"Tantri, langit sudah mulai gelap. Ayo kita pulang nak."

Bu Marni, berlari ke arah kami dengan tergesa.

"Eh, Nak Gio, kirain siapa?"

"Iya Bi"

"Maaf nak Gio, bisa bicara sebentar."

"Iya Bu, ada papa."

"Mungkin nak Gio gak ngerti apa2. Saya minta tolong jangan terlalu dekat sama Tantri. Bibi kawatir."

"Oh iya Bi, gak masalah. Saya coba ajak mbak Tantri pulang ya??"

"Bukan gitu..ah aduuh gimana ini"

"Ayo Tantri. kita pulang"

Kutatap lekat mata bulat Tantri, mencoba meyakinkan dia untuk pulang bersamaku.

Aku kaget ketika jemari nya menyentuh pipiku. Matanya berkaca-kaca memandangku. Tak lama kemudian ia mencoba bangkit dari posisinya. Ia pun berdiri berlahan namun kemudian sedikit terhuyung.

Hampir saja badannya yang ringkih hendak terjatuh. Jikalau tak cepat aku menangkap tangan dan tubuhnya, mungkin gadis manis ini akan jatuh dan terluka, lagi. Kulihat sudah banyak goresan luka di kulitnya.

Kuputuskan menggendong Tantri pulang ke rumah. Awalnya ia menolak namun kini Ia sudah menggelayut lemah di punggungku. Kepalanya disandarkan ke bahuku. Jika tak salah dengar aku seperti mendengar ia sesenggukan menangis. Sesekali air mata yang jatuh diusapnya dengan tangannya.

Meski sakit mental, ia tetap wangi. Entah kenapa aku merasa familiar dengan harum tubuh Tantri.

Kurasa Bu Marni memang merawatnya dengan baik atau justru Tantri sendiri yang memang pandai merawat diri.
Malam itu berakhir dengan penuh kesyahduan. Kuantar Tantri dan Bu Marni hingga ke depan rumah.

Beberapa tetangga menatap heran pada kami bertiga. Tak kuhiraukan celotehan dan bisik2 mereka. Terpenting bagiku saat ini, Tantri pulang dengan selamat.

Semenjak pulang dari rumah Tantri, isi kepalaku selalu penuh dengan kekhawatiran.

"Tantri oh tantri, bisakah kau sedikit membagi kemalanganmu, agar aku bisa memberi sedikit bahagia untukmu."

emoticon-heartemoticon-heart


Esok harinya, tanpa tedeng aling-aling. Kedua ibu bapakku sudah duduk di ruang tamu. Belum juga aku tersadar dari mimpiku. Ibuki yang terkenal galak di kampung sudah memasang mata singa dan menyuruhku duduk di depannya. Bapak memasang wajah penuh kekecewaan.

"Gio, kamu ini apa-apan sih nak? Dimana otak kamu kug bisanya kamu kayak gitilu"

"Apa-apaan gimana sih maksud Ibu?"

"Coba jelasin ke bapak kalau yang bapak denger itu gak bener."

"Jelasin apa sih pak?"

"Kamu tau gak Gio, ibu-ibu tadi pada bergunjing soal kamu sama Gadis Gila itu. Mereka bilang kamu gendong gadis gila itu sampai ke rumahnya. Dimana pikiran kamu nak?"

"Le, bapak gak suka kamu dekat dengan dia lagi. Udah cukup kamu menderita karena cewek sinting itu.Apa kamu masih belum waras? Hah!!"

"Lagi, maksud bapak?"

"Huss pak, kamu itu ngomong apa sih?!"

"Pokoknya ibu sama bapak gak setuju yah Gio kalau kamu itu berhubungan sama gadis gila itu titik gak pakai koma"

"Cukup Bu, aku gak suka ibu sebut gadis Gila. Dia itu punya nama, Tantri."

emoticon-heartemoticon-heartemoticon-heart

Setelah hari itu aku selalu memikirkan Tantri, setiap malam dengan mimpi yang berbeda-beda. Sesekali aku melihat bayangan Tantri dengan balutan gaun selutut berwarna putih menggandeng tanganku.

Tampak jelas sekali bagaimana rasanya tangan ini menggenggam jemari lentik Tantri. Kami berdua menyusuri sepanjang pesisir pantai. Sesekali waktu kulihat mata kami saling beradu. Kemudian kupegang wajahnya yang malu-malu dan kudaratkan ciuman pertamaku di bibir indahnya.

Saat aku terbangun, pikiran selalu kacau. Mimpi itu seolah begitu nyata. Aku tak tahan berada di rumah. Kuputuskan menghirup udara pagi. Kutelusuri jalan yang belum ramai orang itu sendirian.

Entah kenapa setiap kali berjalan, kakiku seolah tau pikiranku dan selalu menuntunku ke jalan yang sering dilalui Tantri. Jalan setapak akses menuju pesisir pantai.

Tak jauh dari jalan, kulihat ibu-ibu sudah berkumpul di warung yang tak jauh dari rumah. Kudengar slentingan yang samar-samar dari mulut ember khas ibu-ibu kampung. Beda sekali dengan ibu-ibu di komplek kos-kosan di Malang.

"Liat tuh, bagaimanapun kerasnya Pak Burhan dan Bu Yekti memisahkan mereka pada akhirnya tetap akan bersatu." Kata ibu bertubuh tambun dengan daster kekurangan bahan itu.

"Iya, lhawong yang sinting anaknya kug yang dikucilkan ponakannya mbak Marni. Kasian ya nasip Tantri "

"Sssttt, km mbok diem jangan ngomonh gitu. Bu Yekti tau bisa abis kamu. Gak akan boleh kamu nempatin rumah sewa yg kamu tempatin sekarang". Ucap salaah satu ibu lainnya.

"Duh iya, ini bibir kug gak ada remnya."


Pikiranku mereka-reka apa maksud pembicaraan ibu-ibu barusan. Jika tak salah dengar mereka berbicara tentang keluargaku dan Tantri. Sepanjang perjalanan aku masih memikirkan maksud pembicaraan ibu-ibu tadi.

***

Tanpa sadar, langkah Gio sudah terhenti ketika sepatunya penuh oleh pasir pantai. Segera ia melepas sandal yang dikenakannya, auto mebuyarkan pikiran-pikiran beberapa waktu lalu.

Ia menatap sekitar pantai, melepas kelelahan dan meletakkan sandal di sisinya. Lalu duduk dan memandang langit pagi itu. Siluet senja terlihat di ujung pantai. Tampak begitu cantik dan indah.

Pandangan matanya menerawang langit luas itu, ia melihat senyum cantik dari Tantri di balik awan-awan yang berarak.
Semilir angin pantai semakin membuai Gio dalam angan-angan. Ia tak menyadari kedatangan Tantri di sisinya. Tantri duduk disampingnya.

Tantri menatap langit yang sama dengan Gio. Mereka berdua diam dalam kata. Kebersamaan mereka seolah menghadirkan sebuah kata-kata indah di dunia. Cinta

Quote:

Poetry

emoticon-heartemoticon-heartemoticon-heartemoticon-heartemoticon-heart

Nak, minum dulu obat kamu

Gio menampel begitu saja obat yang disodorkan Bu Yekti hingga obat yang terdiri dari bebapa biji itu jatuh berhamburan ke tanah. Lalu ditatapnya wajah ibunya yang tengah kaget dengan penuh amarah.

"Le, kamu! Ini obatnya diminum dulu biar sakit magh kamu gak kambuh-kambuh lagi."

"Aku udah tau semuanya, Bu.. Fakta yang ibu dan bapak sembunyikan sejak aku kembali dari Malang."

"Ngomong apa sih kamu itu?!"

"Bapak sama ibu jahat udah sembuyiin fakta bahwa aku dan Tantri adalah sepasang kekasih. Dan jahatnya lagi, kalian tega memisahkan kami hanya karena Tantri yang tak sebanding dengan kita."

Bu Yekti semakin kaget. Ia menutup mulutnya dengan tangan kanan. Takut kalau-kalau ia salah bicara lagi. Sementara tangan kirinya masih sibuk memegang gelas minum.

"Dengerin dulu Gio sayang, ibu bisa jelasin." Bu Yekti merendahkan nada bicaranya, ia membelai kepala Gio

"Cukup bu, aku sudah tau bahwa Tantri itu tidak gila. Aku yang gila. Aku."

Gio berbicara dengan nada keras, seolah menumpahkan seluruh kekecewaan bertahun-tahun pada ibunya.

"Aku yang gak waras dan harus dirawar di RSJ selama 4 tahun terakhir. Iya kan?"

Tanpa sadar air mata menetes dari pelupuk mata Gio. Baru kali ini sebagai Lelaki ia menangis. Setelah penderitaan panjang yang seolah tak berkesudahan. Akhirnya Gio bisa menangis, melepaskan semua beban yang ia panggul sendirian.

Gio mengambil obat yang berceceran di tanah. Dua obat berwarna biru lainnya berwarna kuning. Lalu menunjukkan pada wanita yang ia sebut ibu itu, masih dengan penuh emosi.

"Obat ini, bukan obat untuk sakit magh. Aku sudah membacanya, ini obat untuk halusinasi dan beberapa obat lainnya adalah penenang dan pereda rasa sakit."

Ibunya kembali tersentak kaget. Mungkin ia tak menyadari sebulan pasca kembali dari Malang, Gio akan berulah seperti ini lagi.

Dibuangnya lagi obat yang ada di tangan Gio. Kemudian saat Bu Yekti sibuk memunguti obay itu kembali, Gio pun meninggalkannya saja di kamar dingin itu.

"Gio, kamu mau ngapain nak? Minum obatnya dulu nak."

Langkah Gio terhenti demi mendengar ucapan kalimat terakhir ibu yang telah melahirkannya.

"Aku gak mau minum obat lagi Bu.. Yang aku butuhin selama ini bukan obat tapi Tantri."

Bu Yekti Kembali melongo demi menatap sikap anaknya. Ia sudah kalah.

"Ohya, setuju atau tidak secepat mungkin aku akan menikahi Tantri seperti janji yang aku ucapkan 5 tahun yang lalu."

Bu Yekti hanya bisa terdiam melihat kepergian anaknya. Gio keluar rumah dengan menyisakan sedikit amarah. Burhan, bapaknya yang hendak masuk ke dalam rumah ditabraknya begitu saja.

emoticon-heartemoticon-heartemoticon-heart


Gio berlari meninggalkan rumah yang ia tinggali itu. Berlari kencang menuju rumah Tantri yang hanya sepuluh blok dari rumahnya.

Tok tok tok, diketuknya pintu rumah Tantri dengan sangat antusias.

"Tantri ini aku Gio. Aku sudah kembali. Buka pintunya Tantri."

"Nak Gio" Bu Marni membuka pintu dan sudah berdiri di depan Gio

"Bi, Mana Tantri."

"Dia ada di kamar. Nak Gio baik-baik saja?"

Gio mengangguk lalu dengan tergesa-gesa berjalan menuju kamar Tantri, dilihatnya Tantri tengah duduk di depan leptopnya. Wajahnya masih cantik seperti ingatan 5 tahun lalu dan tak ada luka di tangan dan kaki seperti bayangannya tempo hari.

"Gio, kamu? Disini?"

Tanpa berbicara, Gio berlari memeluk Tantri yang sangat ia cintai. Rupanya ia telah melupakan Tantri selama ini. Ia mengidap amnesia dan halusinasi akut semenjak kecelakaan 5 tahun lalu. Kala itu Tantri pergi tanpa kabar, ia berusaha mencari keberadaan Tantri dan terlibat kecelakaan yang menyebabkan luka hebat pada kepalanya.

Tantri membalas pelukan dan berbisik lembut di telinga Gio. Hari itu mereka seolah tak kan pernah terpisahkan

"Aku selalu menunggumu di pantai itu, seperti janji kita yang akan bertemu kembali saat senja mulai menyapa."

"Aku tahu sayang... Aku sangat mencintaimu"

"Aku juga sangat sangat mencintaimu Gio"

Mereka pun akhirnya saling melepas kerinduan.



bukhoriganAvatar border
bukhorigan memberi reputasi
15
1.3K
26
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan