trifatoyah
TS
trifatoyah
Di Kota Ini Aku Bertemu Kamu [COC SFTH -2022 ] Cinta Lama Bersemi Kembali



Bila Esok

Bila esok
Kita bersua
Dalam suka maupun duka
Tetaplah menjadi rasa
Rasa yang selalu ada di dalam jiwa
Rasa yang tak akan pernah pudar
Atau pun memudar

Bila esok
Kita tetap bersama
Selalu ada doa
Untuk memeluk dalam JanahNya
Bersama dengan cinta
Yang tanpa kata-kata

Bila esok
Kita terjaga
Kuingin terjaga di tempat yang sama
Bersatunya jemari
Dan hati nurani
Tak akan pernah ada yang lain
Hingga waktu
Memisahkan kita


Link Puisi


Museum Batik Pekalongan, Jalan Jetayu No 1, saat pagi menjelang siang.

"Juara 1 lomba Membatik kategori Anak-anak TK diraih oleh Ananda Shaquilla Aulia Dewantara."

Riuh suara tepukan menggema di Museum Batik Pekalongan. Sepasang mata bulat nan jernih itu mengerjap-ngerjap begitu namanya disebut, sebongkah bahagia menyeruak keluar dari dalam dada. Tak menyangka akan menjadi juara satu dalam lomba membatik pada festival Batik tingkat Karesidenan Pekalongan.

"Dimohonkan kepada Bapak Dewantara Adiyaksa untuk memberikan piala kepada para juara."

Suara pembawa acara itu mampu menghipnotis manusia-manusia yang berada dalam gedung untuk sesaat terdiam, begitu mendengar nama anak yang disebutkan, karena nama akhir dari nama anak tersebut sama-sama Dewantara.

Semua mata langsung tertuju ke atas panggung. Seorang gadis kecil nan cantik dengan balutan jilbab warna biru muda, dengan renda-renda di tepinya, saat itu langsung menjadi pusat perhatian, bagaimana tidak, gadis kecil itu wajahnya sangat mirip dengan Dewantara Adiyaksa.

Bisik-bisik mulai terdengar di telinga, rumor kalau gadis kecil itu adalah anak dari Dewantara Adiyaksa langsung menyebar. Ada yang bilang, pantas saja menjadi juara karena anaknya sendiri.
Berbagai gosip pun bak kayu bakar kering disiram bensin dan disulut dengan korek api langsung membakar tanpa permisi. Ada yang bilang, Shaquilla adalah anak dari simpanan Dewantara Adiyaksa di Kota Batik ini.

Sementara Dewantara Adiyaksa yang biasa dipanggil Dewa, tak kalah terkejutnya. Bagaimana mungkin dia akan bertemu gadis kecili foto copy dirinya versi perempuan di Kota Batik ini.

"Shaquilla, ..."

"Maaf, Pak. Kami harus pulang." Bergegas Mbak Manda, menggandeng Shaquilla untuk meninggalkan tempat itu.

"Maaf, apakah Mbak ini, Mamanya Shaquilla?" tanya Dewa setengah menyelidik.

"Bukan, tapi Shaquilla adalah anak majikan saya, saya harus cepat membawa dia pulang, dan memberikan kabar baik ini pada Mamanya."

"Lantas siapa Mama dari Shaquilla?" tanya Dewa kembali.

"Apakah itu penting buat Bapak?"

"Apa kamu tidak menggunakan matamu dengan baik? Lihatlah wajah gadis kecil ini begitu mirip denganku, apa kamu tidak berpikir kalau dia mungkin saja anakku?" tanya Dewa dengan mata memicing.

Shaquilla yang mendengar kata-kata itu tampak shock, bukankah selama ini mamanya bilang kalau papanya sudah meninggal? Lantas siapa sebenarnya laki-laki yang berdiri menjulang dihadapannya? Apakah mungkin orang yang sudah meninggal bisa hidup kembali? Pikir Shaquilla kemudian.

***

Manda tidak bisa menolak ketika Dewa dan keluarganya memaksa untuk menemui orang tua Shaquilla. Kedatangan Dewa ke kota Batik ini adalah untuk kerjasama dengan pengusaha di Kota Batik sekaligus menjadi liburan akhir tahun buat keluarganya.

Selain Ada Ayah, Ibu, Dewa juga mengajak adik perempuan dan dua anaknya, yang satu laki-laki berumur tiga tahun dan perempuan berumur dua tahun.

"Nak, kenapa bisa wajahmu mirip sekali dengan wajah anakku?" tanya perempuan berusia hampir setengah abad itu, tapi masih kelihatan bugar dan cantik, pada saat mereka di dalam mobil.

"Aku tidak tahu Nenek, kenapa bisa mirip dengan Paman itu," jawab Shaquilla sambil tersenyum memperlihatkan deretan gigi kelincinya.

"Siapa nama orang tuamu?"

"Mamaku bernama Amaranti, sedangkan Papaku, emmm aku tidak tahu namanya, kata Mamaku, Papa sudah meninggal."

Amaranti? Betapa nama itu tidak asing lagi di telinga keluarga Dewantara Adiyaksa. Amaranti, enam tahun yang lalu adalah menantu dari seorang pengusaha kaya-raya di Indonesia, dia meninggalkan Dewantara dua minggu setelah hari pernikahannya. Tanpa ada jejak sama sekali. Tak ada yang tahu alasan Amaranti meninggalkan rumah pada saat itu.

***

Tibalah mereka pada sebuah kedai bertuliskan Kedai Megono Enak, sebuah bangunan yang sangat eksklusif, dengan bahan utama dari bambu petung, dan atap dari daun bambu. Menambah kekhasan dari bangunan tersebut. Bangku-bangku yang semuanya terbuat dari bambu petung tampak begitu artistik indah dipandang mata.

Menu makanan yang disediakan Kedai Megono Enak adalah menu khas Pekalongan, diantaranya ada nasi megono, tempe mendoan, sate telur puyuh, lontong opor, tidak lupa juga ada pindang tetel dan kluban botok, serta berbagai cemilan khas Pekalongan.

"Mama ... Mama ... aku pulang bawa piala," teriak Shaquilla sambil berlari kecil menghampiri wanita yang mengenakan gamis maroon dipadu dengan jilbab senada, yang mana kisaran umurnya hampir 30 tahunan.

Amaranti berdiri mematung tatkala melihat orang-orang yang berdiri di belakang Shaquilla. Bagaimana mungkin orang-orang yang berusaha ia lupakan enam tahun silam itu kini ada di hadapannya.

Tubuhnya terasa kaku, lidahnya langsung kelu, mendadak ribuan jarum itu seakan menusuk-nusuk ke dalam jantungnya. Tapi Amaranti berusaha untuk tetap tegar berdiri dengan tegak. Berusaha untuk baik-baik saja, walaupun hatinya remuk redam.

"Amaranti ...," panggil Dewa seketika.

Amaranti tetap diam.

"Amaranti, di mana letak tanggung jawabmu sebagai seorang istri? Kenapa kamu pergi meninggalkan suami tanpa seijinnya, apakah kamu tidak tahu, apa yang kamu lakukan itu berdosa?" Adiyaksa bertanya setengah mencibir. Adiyaksa adalah ayah dari Dewantara.

Amaranti tetap diam.

"Kenapa kau lempar kotoran ke muka kami, apa kau tidak tahu kalau dengan kepergianmu kami menanggung segunung malu?" tanya Asniar ibu dari Dewa dengan kedua mata berkaca-kaca.

Amaranti tetap diam.

"Amaranti bicaralah, apa kamu sudah menjadi bisu sekarang? Hah!" Emosi Dewantara mulai tak terkendali.

"Mbak Manda, tolong ajak Shaquilla ke belakang, ganti bajunya, cuci kakinya dan biarkan dia di kamar."

"Baik, Bu."

"Ma ... apa aku boleh bertanya?"

"Boleh, bertanyalah."

"Kenapa Paman ini wajahnya seperti aku?"

"Shaquilla, ada banyak orang yang wajahnya mirip di dunia ini."

"Ma, kenapa Paman ini marah-marah sama Mama? Bukankah kita nggak boleh marah-marah ya, Ma?"

"Iya, Sayang. Kita nggak boleh marah-marah."

"Paman, Lhataghdopwalakal jannah, jangan marah bagimu surga."

Dewa merasa tertampar ketika mendengar perkataan dari Shaquilla.

"Maafkan Papa, Sayang."

"Maksud, Paman?" tanya Shaquilla melebarkan jendela matanya.

"Shaquilla ganti baju, cuci tangan, cuci kaki, kemudian makan dengan Mbak Manda," perintah Amaranti.

"Tapi, Ma ..."

"Shalihahnya Mama, nurut ya sama Mama."

"Iya, Ma."

Gadis kecil itu pun berjalan menuju ke dalam bersama Manda.

Kini yang tinggal Amaranti bersama dengan keluarga suaminya dulu. Ada rasa sesak menghimpit dada Amaranti. Seakan tidak terjadi apa-apa dia mempersilakan Dewa dan keluarganya sebagai pelanggan di kedainya.

"Silakan, Bapak Ibu, mau makan apa, ini menunya bisa dibaca dulu." Selesai berkata seperti itu Amaranti meninggalkan mereka, tapi dengan cepat Dewa meraih tangan kanannya.

"Amaranti, jangan pura-pura amnesia!"

"Siapa yang amnesia?"

"Sampai kapanpun kamu masih tetap istriku, karena aku belum menceraikanmu."

"Istri apa?"

"Kamu yang meninggalkan rumah, sampai aku tidak bisa ikut mengurus anak kita."

"Dengar, bukan anak kita, tapi anakku!"

"Dia juga anakku."

Bagaimana Dewantara dengan seenaknya mau mengakui kalau Shaquilla adalah anaknya, sedangkan malam itu jelas-jelas dia mengatakan menikahiku hanya karena ingin dekat dengan Hanida kakak sepupuku, cintanya bukan buat aku melainkan buat wanita lain, memangnya dia pikir mencintai sendirian tidak sakit?

Mungkin dia tidak tahu kalau Amaranti mendengarkan semua pembicaraan keluarganya, karena dia pikir Amaranti sudah tertidur. Okey fine dia menikahi Amaranti karena permintaan Hanida, yang tidak ingin mengecewakan saudara sepupu yang sudah dianggapnya saudaranya sendiri. Memang awalnya Amaranti sakit hati, tapi ia berusaha menyembuhkan luka dihatinya. Dia berharap Dewantara dan Hanida bahagia.

"Apa kamu tahu sepeninggalmu, Hanida merasa bersalah."

"Kenapa harus bersalah?"

"Karena dia merasa menjadi penyebab kamu pergi."

"Aku sudah melupakannya, melupakan semuanya. Mas Dewa tidak mencintaiku, itu kenyataanya."

"Kata siapa?" sanggah Dewa cepat.

"Sudahlah, silakkan menikmati makan siang di sini tapi, saya mohon jangan membuat keributan di sini."

"Amaranti."

"Maaf, masih banyak yang harus saya kerjakan."

***

Selesai sholat Dhuhur di Mushola dalam Kedai, Dewantara masih tetap menunggu Amaranti keluar dari ruangannya. Dia harus menyelesaikan semuanya, kesalahpahamannya selama ini. Memang dulu dia mencintai Hanida, ingin hidup bersamanya, tapi semua itu adalah masa lalu, masa di mana dia tidak bisa membedakan mana cinta yang tulus dan mana cinta yang palsu, karena kenyataannya, Hanida telah berselingkuh dengan teman Dewantara sendiri, penyesalan memang datangnya diakhir kalau diawal baru namanya pendaftaran.

Dewantara tidak ingin berpisah kembali dengan keluarga kecilnya, dia tidak menyangka kalau memiliki putri kecil yang sangat cantik, juga memiliki bakat seni, seperti dirinya. Puluhan lukisan wajah Amaranti yang telah dia buat, menjadi wujud dari penyesalannya, setelah bertahun-tahun mencari wanita itu, akhirnya dia menemukan kembali, kali ini dia bertekad untuk tidak menyerah.

"Di kota ini aku bertemu kamu, di kota ini pun aku janji tidak akan melepaskan kamu kembali, kamu adalah milikku, hari ini esok dan selamanya."

"Maaf, Pak. Kedai mau tutup," ucap salah satu karyawan.

"Tutup saja silakkan, bukankah aku suami dari pemilik kedai ini," jawab Dewantara dengan santainya.

"Benarkah, Kapan Bu Amaranti menikah dengan Bapak?"

"Kapan itu tidak penting bagimu, yang terpenting di mana Amaranti sekarang?"

"Kok nanya saya, katanya suaminya."

"Kamu mau ini?" Dewantara mengeluarkan lima lembar uang merah dan memberikannya pada Sisi salah satu karyawan di Kedai itu.

"Bapak nyuap saya?"

"Enggak, aku hanya berbagi rejeki denganmu, berikan informasi yang benar tentang kedai ini dan Amaranti."

Akhirnya Dewantara mendapatkan informasi tentang Kedai, berikut rumah Amaranti, yang ternyata terhubung dengan Kedainya, juga tentang kehidupan Amaranti yang jauh dari gosip maupun laki-laki, walaupun dia memiliki seorang anak. Mengapa Shaquilla tahunya Papanya sudah meninggal karena yang gadis kecil itu tahu, kakeknya yang dipanggil Papa adalah orang tuanya.

***

"Mama, hari ini aku bahagia, karena bisa bertemu dengan Papa yang sesungguhnya."

"Iya, sayang. Maafkan Mama."
Amaranti memeluk putri kecilnya, bersamaan dengan pelukan dari seorang laki-laki yang telah dia maafkan. Masih ada kebahagiaan yang dulu sempat tertunda.


Pekalongan 5 Juli 2022
Diubah oleh trifatoyah 05-07-2022 11:39
bukhoriganindrokuy
indrokuy dan bukhorigan memberi reputasi
24
3.3K
126
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan