marywiguna13Avatar border
TS
marywiguna13 
Falsafah "Dapur, Sumur, Kasur" vs Wanita Menikah Jaman Sekarang #RabuRandom
Quote:




Tulisan ini merupakan sebentuk pemikiran pribadi yang muncul berdasarkan pengamatan sosial yang tidak sengaja saya lakukan. Apa tujuan saya menuliskannya disini? Saya hanya ingin berbagi sebuah realita kehidupan, terlepas ada tidaknya hikmah dan pelajaran yang bisa diambil dari tulisan ini. Saya tidak bermaksud untuk menghina, mengejek, memojokkan, atau apapun sebutannya. Saya juga tidak bermaksud untuk menggeneralisir semua pihak dan segala hal yang diungkapkan dalam tulisan secara keseluruhan. Dan nama tokoh yang terdapat dalam cerita akan disamarkan.

********************************************

Apa itu falsafah "dapur, sumur, kasur"?

Falsafah "dapur, sumur, kasur" merupakan ajaran mendasar yang ditujukan bagi seorang wanita yang sudah menikah, dan merupakan kewajiban mendasar dalam peranannya sebagai seorang istri. Walaupun falsafah "dapur, sumur, kasur" terbilang konservatif, namun hal tersebut masih diajarkan secara turun temurun dan masih dijalankan oleh sebagian besar wanita menikah hingga saat ini.


Dalam falsafah "dapur, sumur, kasur" terdapat tiga unsur yang menjadi fokus utama seorang wanita ketika hidup berumah tangga, yaitu urusan di dapur, urusan di sumur, dan urusan di kasur. Dalam urusan di dapur, seorang wanita akan mengolah berbagai jenis makanan dan menyajikannya bagi seluruh anggota keluarganya. Dalam urusan di sumur, seorang wanita akan melakukan segala hal yang berkaitan dengan urusan cuci-mencuci, terutama pakaian kotor dari seluruh anggota keluarga, dan memprosesnya hingga pakaian tersebut bisa dikenakan kembali. Dan dalam urusan di kasur, seorang wanita akan melayani urusan kebutuhan seksual sang suami agar bisa mendapatkan keturunan.

Sebenarnya, tanpa perlu dikampanyekan atau disosialisasikan secara luas pun, seorang wanita menikah akan secara sadar melakukan ketiga urusan yang disebutkan dalam falsafah "dapur, sumur, kasur". Kalaupun masih terbilang amatir dalam melakukan urusan di dapur dan urusan di sumur khususnya, maka proses pembelajaran akan diperlukan. Itupun jika memang memiliki niat untuk belajar.

Berikut, saya ingin menceritakan sebuah peristiwa yang terjadi di depan mata kepala saya sendiri, yang menggambarkan kehidupan rumah tangga dari pasutri muda yang baru menikah, dan peristiwanya akan saya ceritakan sedetail mungkin.

********************************************

Sebut saja, Mawar. Tahun ini dia berumur 18 tahun. Dia merupakan anak kedua dari lima bersaudara pasangan seorang tukang bangunan dan seorang ibu rumah tangga. Kakak laki-lakinya bekerja disebuah produksi rajut rumahan setelah lulus SMU, adik laki-lakinya masih sekolah SMP kelas dua, dan dua adik perempuannya baru berumur lima dan dua tahun. Mawar sendiri hanya lulusan SD, dan sempat mengenyam pendidikan di SMP. Namun, dia dikeluarkan dari sekolahnya karena terlibat keributan antar pelajar. Setelahnya, Mawar tidak berusaha untuk mencari pekerjaan. Yang sering dia lakukan hanya membuat video untuk aplikasi TikTok, atau bermain bersama teman-temannya yang juga sudah tidak sekolah.

Sikap dan perilaku Mawar mulai tertangkap perhatian sejak awal tahun 2022. Bagaimana tidak? Dia sering dikunjungi oleh seorang remaja yang diduga adalah kekasihnya saat itu. Dan setiap kekasihnya tersebut datang ke rumahnya, maka anggota geng yang lainnya juga akan ikut muncul. Bisa dikatakan, mereka berpacaran berjamaah. 1-2 bulan kemudian, kehadiran anak-anak remaja yang terbilang tanggung termasuk kekasih Mawar tersebut, tidak lagi terlihat. Konon kabarnya, hubungan dia dan kekasihnya sudah berakhir.

Tidak lama kemudian, sepertinya Mawar memiliki kekasih baru. Saya perhatikan, kekasihnya yang baru terlihat lebih dewasa daripada kekasih yang sebelumnya. Dan saya sempat merasa kaget ketika kekasihnya yang berumur 10 tahun lebih tua tersebut, yang baru dikenal oleh Mawar selama dua bulan, akan menikahinya.

singkat cerita...

Pernikahan Mawar dan kekasihnya digelar secara sederhana di rumah Mawar yang hanya berukuran 8x4 meter persegi pada awal bulan Ramadhan lalu, tanpa dihadiri oleh keluarga pihak laki-laki. Karena keluarga pihak laki-laki, terutama ibunya, tidak menyetujui pernikahan mereka. Alasan yang saya ketahui dari ayah Mawar, yang diungkapkan oleh kekasih Mawar terhadapnya, keluarga pihak laki-laki tidak memberikan persetujuan karena Mawar terlihat belum dewasa, Mawar tidak memiliki pekerjaan, Mawar hanya lulusan SD, Mawar merokok, dan Mawar cenderung bertato. Dan setelah menikah, Mawar dan suaminya memutuskan untuk ngekosdi daerah belakang rumah saya.

"Lho.. Bukannya kata ibu mertuanya, suami Mawar sudah memiliki rumah? Kok malah ngekos sih?", pikir saya.

Saya semakin berpikir, setiap kali saya menyapa ibu Mawar ketika dia lewat depan rumah saya, ibu Mawar mengatakan bahwa dia mengirimi Mawar dan suaminya masakan. Saya bertanya, mengapa bukan Mawar yang memasak untuk suaminya? Ibu Mawar menjawab bahwa Mawar tidak bisa memasak. Saya kembali bertanya, mengapa Mawar tidak meminta ibunya untuk mengajarinya memasak? Ibu Mawar menjawab bahwa Mawar bukan tipikal orang yang mau belajar. Mawar dan suaminya hanya ngekos selama sebulan. Alasannya, Mawar sering merasa ketakutan jika ditinggal sendirian oleh suaminya untuk pergi bekerja. Oleh karena itu, Mawar dan suaminya memutuskan untuk tinggal bersama dengan keluarga Mawar.

Kehidupan rumah tangga Mawar dan suaminya semakin terlihat. Setiap saya bangun tengah malam untuk melakukan sholat malam, saya masih bisa mendengar suara Mawar dan suaminya yang belum tidur. Baru menjelang Subuh, suara mereka berdua tidak lagi saya dengar. Mungkin mereka sudah terlelap tidur. Mawar dan suaminya baru kembali terlihat sekitar jam 1-2 siang, itupun ketika suami Mawar akan pergi untuk bekerja.

Semakin kesini, saya semakin menemukan hal-hal yang mengejutkan. Ibu Mawar mengaku bahwa dialah yang mencuci pakaian milik Mawar dan suaminya, dan dia jugalah yang memasak makanan untuk mereka berdua. Apalagi ketika suami Mawar bekerja shift pagi, maka ibu Mawarlah yang sibuk menyiapkan sarapan untuk suami Mawar. Sedangkan Mawar sendiri masih terlelap tidur. Padahal selama ayah dan ibu Mawar menikah, ayah Mawar cukup sarapan dengan gorengan yang bisa dibeli di warung. Lantas, apa pekerjaan Mawar sebagai seorang istri? Sepertinya tidak ada. Apakah dia membantu sedikit pekerjaan ibunya? Saya meragukan hal tersebut. Karena setelah suaminya pergi bekerja, saya bisa melihat bahwa Mawar hanya bermain Mobile Legend, mengunjungi tetangga untuk ngobrol, atau berbicara dengan temannya melalui hape yang pastinya bisa saya dengar.

Karakter Mawar sebagai seorang istri semakin menyita perhatian, dan saya bisa menilai bahwa Mawar memang belum dewasa secara sikap dan pemikiran. Bagaimana tidak? Dia masih sempat untuk membeli masker kecantikan, ketika ibunya berhutang lima kilogram beras pada saya karena ayah dan kakak Mawar sedang menganggur. Mawar masih sempat membayar jasa tukang rias sebesar lima puluh ribu untuk menghadiri resepsi pernikahan tetangga, ketika suaminya sudah menganggur karena masa kontrak kerjanya sudah habis, dan ketika ibunya masih berhutang dua kaleng sarden pada saya sebagai lauk makan karena ayah dan kakak Mawar masih juga menganggur. Dan Mawar masih sempat untuk membeli hewan piaraan sugar glider seharga 600 ribu ketimbang membeli dua karung beras untuk kebutuhan makan sehari-hari untuk seluruh keluarga, ketika ibunya masih berhutang kesana kesini agar bisa makan, dan ketika suami, ayah, dan kakaknya masih menjadi pengangguran. Pun, hewan piaraan tersebut bukan Mawar yang mengurus, tapi ibunya.

beberapa waktu kemudian...

Ibu Mawar mengatakan bahwa Mawar dan suaminya berjualan menu cemilan pisang goreng keju melalui layanan pesan antar makanan. Tapi sayangnya, usaha kecil-kecilan tersebut tidak ditekuni dengan baik. Bagaimana bisa menekuni dengan baik jika Mawar sendiri bahkan tidak memiliki kemampuan untuk bisa bangun tidur dipagi hari? Suami Mawar sempat berprofesi sebagai ojol, namun hanya bertahan selama beberapa hari. Mawar juga sempat bekerja, namun hanya bertahan selama satu hari. Alasannya, Mawar merasa kelelahan. Dan ibu Mawar pun sempat mengatakan bahwa Mawar tidak mungkin bisa bekerja dalam waktu yang lama.

Puncak pengamatan sosial yang saya lakukan adalah ketika Mawar bertengkar dengan ibunya karena ibunya sering mengeluh tentang keadaan keluarga yang serba kekurangan, dan karena ibunya sering meminjam uang pada Mawar untuk biaya kebutuhan sehari-hari. Mawar sempat ngambek dan tidak pulang kerumah. Dia baru kembali kerumah setelah beberapa hari kemudian. Tidak lama dari situ, Mawar sempat terlibat pertengkaran dengan suaminya. Saya bisa mendengar Mawar menangis sambil mengucap kata "a*jing" berkali-kali. Berdasarkan curhatan ibu Mawar kepada saya, suami Mawar juga sempat mengatakan pada Mawar untuk menurutinya, dan kata-kata suaminya juga diselipi dengan kata "a*jing". Mendengar hal tersebut, saya merasa kaget dan hanya bisa mengucap istighfar.

********************************************

Apa hubungan antara cerita Mawar di atas dengan falsafah "dapur, sumur, kasur"?

Sepertinya Mawar belum mengetahui bahwa dimanapun dia dan suaminya berada, bahkan di rumah keluarganya sendiri pun, untuk urusan dapur dan urusan sumur dia dan suaminya, maka Mawar sendirilah yang harus melakukannya. Bukan diwakilkan pada orang lain, terutama pada ibunya. Sepertinya Mawar belum mengetahui bahwa kemampuan untuk memasak sedikitnya akan diperlukan, karena dia dan suaminya tidak mungkin akan secara terus menerus memesan makanan melalui aplikasi, karena suaminya belum tentu akan selalu memiliki uang, dan karena suaminya belum tentu akan selalu memiliki pekerjaan.

Di luar urusan dapur dan urusan sumur, sepertinya Mawar belum bisa membedakan antara kebutuhan hidup yang harus diutamakan dan keinginan yang memang tidak ada gunanya. Sepertinya Mawar belum mengetahui bagaimana cara bertutur kata yang baik terhadap suaminya. Sepertinya Mawar memang belum mengetahui konsep berumah tangga itu seperti apa dan berbagai hal yang terkandung di dalamnya. Dan sepertinya Mawar memang tidak memiliki keinginan untuk belajar bagaimana caranya agar bisa menjadi seorang istri yang sholehah di mata suaminya.

Hal-hal tersebut membuat saya berpikir, apa yang suaminya lihat dari Mawar? Jika saya menjadi seorang laki-laki dan mencari seorang calon istri, Mawar bahkan tidak akan saya masukkan kedalam daftar calon istri yang saya cari. Mencari seorang calon istri bukan hanya sekedar persoalan agar bisa melakukan hubungan seksual secara aman, sepuas, dan sesering mungkin. Tapi mencari seorang calon istri, persoalannya lebih dari hal tersebut.

********************************************

Quote:


Jawabannya, saya ragu jika seluruh wanita menikah yang berada di Indonesia menganutnya dan menjalankannya. Dalam hal ini terdapat tiga pembagian yang berbeda,

1. Ada sebagian wanita menikah yang masih menganutnya dan menjalankannya. Alasannya, mereka bekerja secara penuh menjadi seorang ibu rumah tangga. Atau, ada juga yang bekerja di luar dan tidak memiliki pembantu rumah tangga. Jadi, mereka sendirilah yang tetap harus melakukan segala urusan di rumah.

2. Ada sebagian wanita menikah yang masih menganutnya, tapi tidak menjalankannya. Alasannya, terlepas mereka sibuk bekerja atau memang tidak bekerja, urusan dapur dan urusan sumur khususnya, sudah diserahkan pada pembantu rumah tangga.

3. Ada sebagian wanita menikah yang tidak menganutnya dan tidak menjalankannya. Alasannya, akan ada pemikiran bahwa falsafah "dapur, sumur, kasur" terlalu konservatif bagi wanita modern masa kini. Kemudian akan ada pemikiran bahwa falsafah tersebut berkesan "membabukan" wanita, karena urusan di dapur dan urusan di sumur juga bisa dilakukan oleh para pria. Dan akan ada pemikiran bahwa falsafah tersebut cenderung membatasi ruang gerak wanita menikah, karena mereka bisa melakukan lebih dari sekedar mengurus urusan di dapur, urusan di sumur, dan urusan di kasur.

Tentang pembagian nomor 3...

Untuk alasan pertama, saya berpendapat bahwa jika memang dirasa terlalu kolotuntuk dianut dan dijalankan, maka tidak perlu dianut dan dijalankan. Jika memang memiliki kemampuan finansial yang lebih, maka urusan makan bisa diakali dengan memanfaatkan layanan pesan antar makanan, dan urusan mencuci pakaian bisa diakali dengan memanfaatkan jasa laundry. Atau, sewa seorang pembantu rumah tangga jika memang perlu.

Untuk alasan kedua, akan dibutuhkan sisi inisiatif, pengertian, dan komunikasi yang baik antara seorang suami dengan seorang istri. Jika seorang istri sedang sakit, memiliki urusan lain, sibuk, atau apapun alasannya, maka seorang suami harus bersedia untuk melakukan urusan di dapur dan urusan di sumur semampunya.

Untuk alasan ketiga, ini pemikiran yang salah. Saya berpendapat bahwa falsafah "dapur, sumur, kasur" tidak membatasi ruang gerak wanita untuk bisa melakukan kegiatan lainnya di luar unsur falsafah tersebut. Seperti yang saya sebutkan di awal tulisan bahwa falsafah tersebut merupakan kewajiban yang mendasar. Seorang wanita menikah masih bisa melakukan hal lain yang mereka sukai, seorang wanita menikah masih bisa berkembang. Hanya saja perlu kesadaran akan kewajiban yang mendasar tersebut dan pembagian waktu yang tepat agar bisa melakukan segala hal dengan baik. Ingat, wanita adalah makhluk multitasking.

Quote:


Jawabannya, iya. Dalam hal ini juga ada alasannya mengapa falsafah tersebut perlu dianut dan dijalankan.

1. Tidak semua pasutri memiliki kemampuan untuk menyewa seorang pembantu rumah tangga, atau memanfaatkan layanan pesan antar makanan, atau memanfaatkan jasa laundry.

2. Kalaupun di awal berumah tangga memiliki kemampuan untuk menyewa seorang pembantu rumah tangga, atau memanfaatkan layanan pesan antar makanan, atau memanfaatkan jasa laundry. Namun, jika perekonomian di Indonesia pada umumnya, dan perekonomian keluarga pada khususnya, sedang dalam keadaan yang tidak begitu baik seperti sekarang ini, apakah seorang istri masih tetap akan memaksakan untuk menyewa seorang pembantu rumah tangga, atau memanfaatkan layanan pesan antar makanan, atau memanfaatkan jasa laundry?

Bagaimanapun, falsafah "dapur, sumur, kasur" merupakan kewajiban mendasar dan ibarat pembagian tugas dalam rumah tangga bagi seorang istri untuk mengurus urusan di dalam rumah, sedangkan suami mengurus urusan di luar rumah yang notabeneadalah mencari nafkah. Kalaupun tidak bersifat wajib, lantas siapakah yang akan melakukan urusan di dapur dan urusan di sumur jika bukan seorang istri yang melakukannya? Apakah seorang suami yang akan melakukan kedua urusan tersebut setelah dia kembali dari pekerjaannya, sedangkan seorang istri hanya ongkang-ongkang kaki sambil mengipas-ngipas diri dengan jatah uang bulanan? Sepertinya adalah hal yang tidak mungkin.

********************************************

Saya pribadi masih terbilang konservatif dalam menghadapi urusan yang berkaitan dengan rumah tangga. Saya masih menganut dan menjalankan falsafah "dapur, sumur, kasur".

Dan tentang Mawar beserta suaminya, sekitar seminggu sebelum tulisan ini dimuat, mereka memutuskan untuk ngekos di tempat yang lebih jauh. Saya tidak tahu apa alasannya. Namun, saya hanya menyayangkan bahwa saya tidak memiliki kesempatan untuk ngobrol dengan suami Mawar, untuk mengkonfirmasi perihal, apakah benar dia merupakan keturunan seorang Sunan dan memiliki sixth sense seperti yang diungkapkan oleh ibu mertuanya? Dan apakah benar, dia lahir di Taiwan seperti yang diungkapkan oleh Mawar? Hanya ada dua kemungkinan, istri dan ibu mertuanya cenderung berbohong dan mencoba untuk mengagung-agungkan suami Mawar, atau suami Mawar sendiri yang mencoba untuk membodohi istri dan ibunya hanya karena tingkat pendidikan mereka tidak tinggi.

********************************************

Sekian, dan terimakasih.
Thread merupakan hasil pemikiran dan observasi pribadi.

*
*
*
*
*

MacancimuncangAvatar border
anthraxxxAvatar border
najib.rahmanAvatar border
najib.rahman dan 30 lainnya memberi reputasi
25
9.7K
270
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan