Selama saya bernapas (sudah lebih dari dua dekade sekarang) saya selalu menganggap pernikahan muda sebagai sesuatu yang konyol. Coba bayangkan, bagaimana caranya anak-anak yang—katakanlah—baru saja lulus Sma bisa memulai kehidupan rumah tangga padahal seumur hidup kewajibannya hanya berkutat dengan pr dan ujian?

Menikah memang bukanlah perkara semudah menentukan universitas mana yang hendak Anda tuju. Ada banyak tanggungjawab dalam pernikahan yang sanggup membuat beberapa orang menjadi gila dan berakhir pada perceraian. Jika orang dewasa saja merasa sulit menghadapi pernikahan, bagaimana dengan para ABG?



Ada beberapa orang yang mendukung pernikahan dini dengan alasan demi menghindari zina. Di sisi lain itu benar, tapi di sisi lainnya lagi itu terdengar seperti pembenaran semata. Kita tahu sendiri ada banyak orang yang tetap berzina meski telah menikah dan kita juga tahu ada banyak orang yang bisa tahan tidak berzina meski tidak menikah.

Jadi, kenapa sebenarnya orang-orang menikah muda?

Untuk menjawab itu kita perlu membuka kembali buku sejarah. Di masa lalu menikah muda adalah sesuatu yang amat sangat wajar. Jika melihat kondisi di masa lalu di mana perang dan wabah selalu mengancam kelangsungan hidup manusia maka menikah dan bereproduksi sedini mungkin memang pilihan yang paling masuk akal. Hal ini juga didukung dengan jumlah manusia yang tidak sebanyak sekarang dan para penduduk yang mayoritas masih bergantung ke alam.



Namun di masa sekarang perang tidak selalu terjadi. Fasilitas kesehatan semakin maju, harapan hidup meningkat, makanan semakin enak, dan internet juga sudah menjangkau daerah terpencil. Umat manusia, yang sekarang sudah berjumlah sekitar 8 milyar, tak lagi dihadapkan pada ancaman kematian terus menerus sehingga seseorang bisa hidup cukup lama. Hal inilah yang menyebabkan bereproduksi bukan lagi prioritas utama bagi manusia. Apa yang menjadi prioritas saat ini adalah mensejahterakan yang sudah ada, bukan membuat yang baru.

Dengan alasan-alasan tersebut kita akhirnya melihat fenomena-fenomena baru seperti seseorang menikah di umur 40 maupun fenomena childfree yang belakangan ini populer. Meski demikian fenomena menikah muda sama sekali tidak hilang. Jumlahnya berkurang, tapi tak mungkin bisa menghilang.



Dari apa yang saya lihat melalui berita-berita, ada dua alasan utama orang-orang memilih menikah dini. Sudah sangat cinta, dan kecelakaan. Saya tak bisa bilang bahwa menikah muda itu buruk. Buktinya saya punya teman Sma yang menikah beberapa hari setelah kelulusan dan 8 bulan kemudian dia melahirkan anak pertamanya. Sampai sekarang pun kehidupan rumah tangganya tampak tak ada masalah.

Jika melihat dari sisi positif, menikah muda bisa mendorong atau bahkan memaksa si anak untuk belajar tanggungjawab lebih cepat dibanding orang yang masih tinggal dengan orangtuanya di umur kepala tiga. Dengan adanya istri untuk ditanggung otomatis membuat si suami harus rela bekerja keras demi mencukupi semua kebutuhan mereka sedangkan si istri harus belajar patuh dan sabar menghadapi semua kesulitan yang datang dalam rumah tangga.



Namun jika melihat dari sisi negatif, tak jarang orang-orang yang menikah muda berakhir dengan cerai dalam waktu yang relatif singkat. Kembali ke poin awal, menikah memang bukan masalah yang gampang. Beberapa orang memilih menghadapinya, tapi tak sedikit juga yang menyerah dan menimbulkan masalah di sana sini.

Akhirnya, apakah menikah muda baik atau buruk, semua tergantung kepada para pelaku. Jika Anda punya tekad maka menikah muda bisa menghindarkan Anda dari zina, memperkuat mental, melatih kerja keras serta ketabahan. Namun, jika Anda memang tak pernah serius tentang pernikahan tetapi dipaksa menikah karena kecelakaan maka saya doakan yang terbaik untuk Anda. Semoga kita bisa mendapatkan yang terbaik dalam hidup ini.

Sekian dari saya mari bertemu di thread saya yang lainnya.

referensi