KASKUS.EditorAvatar border
TS
KASKUS.Editor
Bagindo Aziz Chan: Perjuangkan Tanah Minangkabau dari Penjajah


Menjadi seorang wali kota di usia sangat muda, tidak membuatnya gentar untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

“Langkahi mayat saya dulu, baru Kota Padang dapat kalian duduki” tantangnya pada pihak Belanda.


Sosok pemimpin yang revolusioner, dengan sikapnya yang pemberani, konsisten dalam bertindak, berpendirian teguh, dan tidak pernah gentar menghadapi musuh menjadikan Bagindo Aziz Chan sebagai seorang tokoh muda yang patut diteladani. Perjuangan dan pengorbanannya akan selalu menjadi inspirasi dan semangat juang bangsa ini.

Mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang diraih dengan susah payah tentunya bukan hal yang mudah. Kita semua tentunya tahu, 2 tahun setelah Indonesia merdeka tepatnya di tahun 1947, Belanda yang membonceng pasukan Sekutu justru menggelar operasi militer yang dikenal dengan Agresi Militer Belanda. Hal ini tentunya melanggar Perjanjian Linggarjati untuk mengadakan gencatan senjata yang sudah disepakati kedua negara.

Belanda mulai merencanakan untuk menyerang Pulau Jawa dan Sumatera pada 21 Juli 1947. Salah satunya adalah Kota Padang, ibu kota Sumatera Barat yang memiliki posisi strategis dan tentunya akan menguntungkan pihak Belanda jika berhasil menguasainya.



Wali Kota Padang saat itu adalah Bagindo Aziz Chan, yang masih berusia sangat muda yakni 36 tahun. Meski pihak Belanda telah membujuk sang wali kota agar mau bekerja sama, justru Bagindo Aziz Chan menyatakan dengan tegas bahwa ia tidak akan pernah melepaskan Kota Padang yang sedang dipimpinnya. Akibat dianggap sebagai ancaman yang serius, akhirnya Bagindo Aziz Chan gugur di tangan Belanda.



Bagindo Aziz Chan, putera Minangkabau kelahiran Alang Laweh Koto, Padang, 30 September 1910 ini merantau ke Pulau Jawa untuk menempuh pendidikan menengah, tepatnya di MULO Surabaya (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) hingga sekolah menengah atas di AMS (Algemeene Middlebare School) di Batavia (sekarang Jakarta). Setelah lulus, ia pun sempat mengenyam pendidikan tinggi di sekolah tinggi hukum Rechtshoogeschool te Batavia (RHS).

Setelah menyelesaikan pendidikannya, ia pun membuka praktik sebagai advokat. Sebagai seorang perantau, Bagindo Aziz Chan juga memiliki jaringan pergaulan yang luas. Ia pun sering bergabung dengan Jong Islamieten Bond (JIB) yang digagas oleh Haji Agus Salim, seniornya yang sama-sama berasal dari Minangkabau.

Kembali Ke Kampung Halaman

Mendapat banyak pengalaman dan ilmu di Batavia, pada tahun 1935, Bagindo Aziz Chan kembali ke kampung halaman. Ia aktif menjadi pengajar di Padang dan beberapa daerah lainnya. Selain itu, ia pun aktif dalam pergerakan di Persatuan Muslim Indonesia (Permi), meski akhirnya dibubarkan oleh Hindia Belanda di tahun 1937.

Saat masa pendudukan Jepang, Bagindo Aziz Chan sempat dipenjara karena mendirikan organisasi Pemuda Nippon Raya. Meski terlihat mendukung pihak Jepang, nyatanya organisasi ini bertujuan untuk mencegah para pemuda agar tidak terpengaruh propaganda Jepang. Organisasi dibubarkan, para pendirinya pun dijebloskan ke jeruji besi.



Menjadi Walikota Kedua di Padang

Pada masa awal kemerdekaan, Bagindo Aziz Chan ditunjuk jadi Wakil Wali Kota Padang, mendampingi Abubakar Jaar, Wali Kota Padang Pertama pada 24 Januari 1946. Namun, Abubakar Jaar dialih-tugaskan menjadi Residen di Sumatera Utara hingga akhirnya Bagindo Aziz Chan naik posisi menjadi orang nomor satu di Kota Padang pada 15 Agustus 1946.

Memangku jabatan sebagai pemimpin pemerintahan saat itu bukanlah hal yang mudah. Apalagi pertempuran dengan tentara Belanda yang membonceng pihak Sekutu juga masih sengit berlangsung. Namun dengan ucapan "Allahu Akbar Fii Sabilillah" tugas menjadi seorang Wali Kota Padang pun ia terima. Penunjukkannya saat itu sempat menimbulkan pertanyaan, lebih kepada usianya yang masih sangat muda yakni 36 tahun. Beberapa pihak menilai Bagindo Aziz Chan belum terlalu berpengalaman dan terlalu beresiko menempatkannya dalam posisi Wali Kota Padang.

Namun Presiden Soekarno percaya kalau Bagindo Aziz Chan ini sudah cukup mumpuni untuk memimpin Kota Padang yang saat itu berada di tengah tekanan Sekutu dan Belanda yang membonceng atas nama NICA.

Sehari sebelum resmi dilantik menjadi Wali Kota Padang, Bagindo Aziz Chan berkunjung ke Markas Sekutu untuk berunding dalam menangani masalah keamanan di Padang. Namun ternyata pihak Sekutu justru banyak melanggar kesepakatan.

Saat perayaan HUT RI, ia pun turut merayakannya secara tertutup dan juga menerbitkan surat kabar Cahaya untuk mengimbangi kampanye yang dilakukan tentara Belanda. Ia pun terus berusaha untuk membebaskan pejuang yang ditahan oleh pihak Sekutu karena dianggap ekstrimis.

Situasi semakin memanas saat Inggris berencana menarik pasukannya dari Indonesia paling lambat pada 30 November 1946. Sedangkan pihak Belanda atau NICA bertugas melucuti serdadu Jepang dan mengambil-alih kekuasaan yang ditinggalkan Sekutu/ Inggris.

Mengapa Kota Padang?

Kota Padang di mata Belanda punya nilai strategis sendiri dan sayang jika dijadikan ajang pertempuran. Pihak Belanda-pun mendekati sang Wali Kota berkali-kali, namun selalu ditolak mentah-mentah. Hingga akhirnya Belanda merencanakan agresi militer pada 21 Juli 1947 serentak di Pulau Jawa dan Sumatera.

19 Juli 1947, dua hari jelang Agresi Militer Belanda 1, Bagindo Aziz Chan mengadakan pertemuan di rumahnya dengan sejumlah pejabat terkait. Ia sudah mengetahui bahwa akan terjadi sesuatu yang kurang baik. Malam harinya, pasukan Belanda tiba-tiba menyerang sehingga terjadi kontak senjata di Padang. Bagindo Aziz Chan terlibat langsung dalam bentrokan tersebut.

Dalam bentrokan itu, Bagindo Aziz Chan, Wali Kota Padang yang masih berusia sangat muda ini gugur. Dari hasil pemeriksaan, ada 3 luka tembakan di wajahnya serta bekas pukulan benda berat yang meremukkan tulang kepala bagian belakangnya.



Bagindo Aziz Chan kini dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Bahagia Bukittinggi, Sumatera Barat. Selain diabadikan menjadi nama jalan di Bukittinggi dan Padang, dibangun juga Tugu Tinju atau Monumen Bagindo Aziz Chan di Kota Padang untuk mengenang jasa sang walikota. Sampai di bulan November 2005, beliau dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh pemerintah RI.

“Kami ingin generasi penerus bangsa, khususnya Kota Padang tetap memiliki semangat yang sama dalam membangun daerah ini. Jangan sampai kita lemah dan tidak peduli dengan program pembangunan di masa kemerdekaan sekarang,”ungkap Ineke, putri Bagindo Aziz Chan.



emoticon-I Love Indonesia emoticon-I Love Indonesia emoticon-I Love Indonesia

Sumber: Jejak Pahlawan Dalam Aksara, diolah dari berbagai sumber.


Quote:

Diubah oleh KASKUS.Editor 22-08-2017 06:02
0
19.3K
51
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan