kotapilihan
TS
kotapilihan
Mereka Harus Mengandalkan Hujan untuk Minum

Warga mengambil air dari lubang yang digali di dasar sungai di desa Cantel, Ngawi, Jawa Timur


Air bersih menjadi kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh negara. Perserikatan Bangsa-Bangsa menjadikannya target dasar program pembangunan berkelanjutan (SDGs-Sustainable Development Goals), bahkan secara khusus membentuk lembaga koordinasi tata kelola air bernama UN-Water.

Keruhnya pengelolaan airoleh negara pernah diulas di media ini sebelumnya. Pengelolaan air minum di Indonesia itu belum menunjukkan keberpihakan sepenuhnya kepada warga negara. Mengacu pada seluruh laporan audit PDAM se-Indonesia itu, baru 27,57 persen penduduk Indonesia yang terlayani dengan baik pada 2016.

Jumlah ini kurang dari sepertiga populasi penduduk Indonesia. Padahal, Indonesia memiliki potensi 3,9 triliun meter kubik per tahun dengan volume terbesar berada di Pulau Papua dan Kalimantan. Sekitar 691 miliar meter kubik di antaranya, potensial dimanfaatkan untuk menunjang kehidupan masyarakat.

Pemerintah menargetkan akses air minum bagi masyarakat bisa mencapai 100 persen pada 2019. Sementara, upaya pembangunan 65 bendungan ditargetkan selesai pada 2021. Kemudian rehabilitasi 3 juta hektar lahan irigasi, pembangunan 1 juta hektar lahan irigasi baru, hingga pembersihan sungai.

Di sisi lain, ancaman terhadap lingkungan terus menggerus sumber air. Mengutip laporan Tribun Pontianak (19/7/2017), tingkat kekeruhan Sungai Kapuas naik 65 persen akibat kerusakan alam di sekitarnya. Padahal sungai itu menjadi sumber bahan baku utama PDAM Pontianak.

Lebih rumit lagi di PDAM Jayapura, Papua. Dalam laman Kabar Papua (25/7/2017) disebutkan, PDAM Jayapura baru bisa mengakomodir 43 persen kebutuhan air penduduk. Penyebabnya penurunan debit air dari sumbernya akibat penebangan pohon di sekitar mata air dan kebocoran saat pendistribusian.

Lalu kemana warga harus berpaling, selain menganggarkan uang bulanan untuk membeli air minum dalam kemasan?



Mereka yang mengandalkan air hujan

Dialiri Sungai Kapuas, sungai terpanjang di Indonesia (1.143 km), bukan jaminan Kalimantan Barat memenuhi kebutuhan air penduduknya. Wilayah yang juga dialiri oleh beberapa anak sungai itu, ironisnya menjadi provinsi pengguna air hujan untuk air minum tertinggi di antara provinsi lain.

Itulah salah satu temuan Lokadata Beritagar.id atas olah data mikro Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2016, Badan Pusat Statistik (BPS). Data mikro itu mengungkap penggunaan air hujan sebagai sumber air minum sehari-hari.

Secara nasional, populasi rumah tangga yang menggunakan air hujan sebagai sumber utama air minum pada 2016 persentasenya tampak kecil, hanya 2,4 persen rumah tangga. Lebih rendah 0,13 persen dibanding pada 2006, yang mencapai 2,53 persen.

Dari 34 provinsi, rumah tangga di Kalimantan Barat yang memanfaaatkan air hujan untuk kebutuhan air minum sebesar 40,72 persen. Jumlah itu terus meningkat dibanding pada 2011 (39,11 persen), dan 2006 (38,43 persen).

Provinsi lain yang wilayahnya dialiri oleh sungai-sungai besar, pun mengalami nasib serupa. Misalnya Provinsi Riau sebanyak 17,26 persen, Jambi 11,53 persen, Provinsi Papua 16,59 persen dan Provinsi Papua Barat 11,53 persen rumah tangga.

Khusus di Provinsi Papua, rumah tangga yang menggunakan air hujan ini mengalami lonjakan bila dibanding pada 2006 yang jumlahnya mencapai 11,26 persen.



Rumah tangga yang menggunakan air hujan sebagai sumber air minum utama di 12 kota/kabupaten, persentasenya bahkan lebih dari 50 persen populasi rumah tangga. Semuanya di luar Pulau Jawa.

Terbanyak ada di Kalimantan Barat, yaitu di lima kabupaten/kota: Kabupaten Kubu Raya 90,36 persen, Kabupaten Sambas 85,62 persen, Kabupaten Mempawah 69,66 persen, Kota Pontianak 59,43 persen, dan Kabupaten Kayong Utara 53,86 persen.

Di Provinsi Papua ada empat: Kabupaten Asmat sebanyak 95,05 persen, Kabupaten Deiyai 66,69 persen, Kabupaten Mamberamo Raya 63,9 persen, dan Kabupaten Waropen 55,24 persen rumah tangga.

Sedangkan di Sumatera, sebarannya di Kabupaten Indragiri Hilir (Riau) 79,3 persen, Kabupaten Kepulauan Meranti (Riau) 78,53 persen, dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Jambi) 79,08 persen.

Kinerja PDAM butuh perbaikan

Wilayah yang mengandalkan air hujan sebagai kebutuhan air minum itu, sebenarnya memiliki Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM). Namun melihat penilaian kinerjamasing-masing PDAM yang dilansir Badan Peningkatan Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM), kondisinya memprihatinkan.

Misalnya PDAM di Kabupaten Kubu Raya dan Sambas, statusnya Kurang Sehat. Sedangkan PDAM Kabupaten Mempawah dan di Kabupaten Sanggau, berstatus Sakit. Di wilayah tersebut separo lebih populasi rumah tangga mengandalkan hujan untuk minum.

Sementara di empat kabupaten di Papua yang separo lebih populasi rumah tangganya mengandalkan air hujan untuk minum, PDAM absen. Hanya ada enam PDAM di Papua dan Papua Barat, itupun dua yang berstatus Sehat: di Yapen dan Jayapura.

Keenam PDAM di Bumi Cenderawasih itu ada di Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Nabire, dan di Kabupaten Jayawijaya (Papua). Dua PDAM di Papua Barat, ada di Kabupaten Fak Fak dan Kabupaten Manokwari.

Dari mana kinerja PDAM ini dinilai? Pertama, Aspek Keuangan dengan bobot 25 persen. Kedua, Aspek Pelayanan dengan bobot 25 persen. Ketiga, Aspek Operasional dengan bobot 35 persen. Terakhir, Aspek Sumber Daya Manusia dengan bobot 15 persen.

Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...an-untuk-minum

nona212
nona212 memberi reputasi
1
2.1K
10
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan