AboeyyAvatar border
TS
Aboeyy
FULCANELLI ITU MUNCUL KEMBALI
Cerpen: Fulcanelli Itu Muncul Kembali



Kepulan asap kuning keemasan terus mengepul dari cerobong di atas atap lantai 2 rumah itu. Membumbung dan membubung tinggi berbentuk kerucut bak pohon natal. Cahaya mentari sore ikut memolesnya terlihat seperti kumpulan cahaya ribuan kunang-kunang berkedip-kedip.

Warga terpaku menyaksikan fenomena itu, dengan ember berisi air masih di tangan. Sekitar 20 meter dari lokasi, mereka bergerombol bak terhipnotis. Mata mereka terfokus ke arah cerobong asap itu. Barangkali karena tak ingin sedikitpun kehilangan momen menyaksikan peristiwa langka ini, mereka tidak saling bicara.



Massa semakin mendekat. Aku segera berlari turun dari lantai 2 untuk mencegah mereka. “Maaf! Jangan mendekat,” ucapku berulang-ulang sambil merentangkan tangan setelah membuka topeng yang menutupi mulut dan hidung. Tanpa mengenakan masker, hidungku dapat mencium betapa asamnya bau Air Raja yang merupakan campuran dari hidrogen klorida dan nitrat itu. Akhirnya aroma asam itu berangsur lenyap dibawa angin petang.

Itulah pengalaman pertamaku berurusan dengan bahan kimia. Padahal sejak SMA, Kimia adalah pelajaran yang paling kubenci, menggeser kedudukan Matematika yang menjadi musuhku sejak SD. Sedangkan ayahku adalah seorang guru Kimia.

Yah, sejak aku mengenal nama Ummul Jazah, aku semakin tertarik dengan ilmu kimia. Percobaan demi percobaan terus kulakukan setelah peristiwa pertama itu. Warga sekitar juga sudah tidak merasa aneh lagi dengan berbagai warna asap yang keluar dari cerobong rumahku. Kadang merah, kuning, coklat, biru, atau kombinasi warna, dengan aroma asam yang sangat menyengat.
***
Kegagalan demi kegagalan mulai menggerogoti semangatku. Kupandangi peralatan safety mulai dari kacamata, masker, sarung tangan, helm, sepatu dan jas pelindung tubuh yang dijemur di beranda. Kutatap peralatan praktik berupa gelas dan tabung kimia berbagai model dan ukuran yang berjejer di ruang kerja yang berukur 3x3 meter itu.



Masih kuingat betapa rumitnya untuk mendapatkan bahan-bahan kimia seperti Potassium Karbonat. Mengingat unsur ini bisa dijadikan bahan peledak, serta maraknya isu teror bom di Indonesia, pemilik “Toko Kimia” pernah menginterogasiku. Akhirnya, atas nama sekolah tempat Ayah mengajar, aku bisa membeli bahan kimia yang diperlukan.

“Aku baru 14 kali berekspremen, sedangkan Jabir Ibnu Hayyan sampai ratusan kali melakukan percobaan. Cobalah sekali lagi. Siapa tahu yang kelima belas akan berhasil,” batinku.

Sore itu, Ummul Jazah yang ke-15 akan kuuji coba. Dengan mengenakan peralatan safety yang lengkap, semua bahan kimia yang diperlukan kumasukkan ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya menambahkan unsur kunci, yaitu Ummul Jazah.

Dengan hati-hati, sedikit demi sedikit Ummul Jazah kutuangkan ke dalamnya. Segera kututup mulut tabung berbentuk kendi berkapasitas 3 liter itu dengan pipa paralon, yang akan menyalurkan asap ke cerobong. Sambil duduk di kursi, kuperhatikan reaksi kimia yang terjadi.



Beberapa menit menunggu, tidak ada reaksi yang berarti selain riak-riak kecil seperti air yang baru dipanaskan. Tidak biasanya seperti itu. Umumnya, unsur-unsur itu langsung bereaksi begitu Ummul Jazah ditambahkan, bagaikan air yang mendidih. Terus kuamati, dan ternyata riak-riak itu mengeluarkan gelembung-gelombung udara yang semakin besar dan banyak. Hatiku berbunga-bunga saat kulihat butiran-butiran timah itu mulai berubah warnanya. Dari keabu-abuan berangsur menguning.

Kuambil kamera untuk mengabadikan reaksi kimia itu. Saat tanganku meraih alat potret itu, tiba-tiba terdengar bunyi yang cukup keras. “Kriiing...!” bunyi kaca pecah. Aku kaget. Kamera terlepas dari tanganku. Beberapa saat aku terkesima. Cairan kimia menyebar membasahi meja dan lantai. Kulihat timah itu telah menjadi karbon. Sesaat kemudian, pandanganku jadi kabur. Ruangan mulai dipenuhi kabut asap biru kekuningan dan warna dinding terlihat coklat. Secepatnya aku berlari ke bawah.

Dari ventilasi jendela, kulihat asap tebal menggumpal keluar. Untungnya, peristiwa itu tidak berlangsung lama. Sekitar 15 menit kemudian, asap mulai menipis dan berangsur sirna. Namun kejadian itu sempat membuat panik sebagian warga warga, karena mereka menduga terjadi kebakaran yang sebenarnya.

Dengan tubuh gemetar, aku kembali ke ruangan itu. Sisa-sisa asap masih terlihat menggumpal di sudut-sudut kamar. Segera kubuka semua ventilasi udara. Kunyalakan kipas angin untuk mengusirnya keluar.
***
“Setahu Ayah, sejak dulu kau tidak suka sains. Jadi, mengapa kaulakukan itu?” tanya Ayah yang datang setelah kuberitahu peristiwa itu.

“Saya dapat ilmu itu dari selembar kertas terselip di meja belajar,” sahutku.

Ayah hanya manggut-manggut.
“Menurut Ayah, Ummul Jazah itu apa?” tanyaku.

“Yang kamu pakai buat percobaan itu apa?” Ayah balik bertanya.

“Macam-macam, karena Ummul Jazah punya beberapa kemungkinan makna.
Saya coba satu persatu. Yang sore tadi pakai K2CO3 dan H2SO4,”

“Jadi, Ummul Jazah itu apa?” tanyaku tak sabar.

“Sebenarnya Ummul Jazah itu semakna dengan Elixir atau Al-Iksir yang disebut oleh para alkemi sebagai “cairan keabadian” yang dapat memperpanjang usia, dan mengubah timah jadi emas. Namun menurut Ayah, Ummul Jazah diartikan sebagai “puncak kepuasan,” yaitu kepuasaan setelah mencoba-coba. Para ilmuan itu dapat ilmu dan kepuasaan dari berbagai percobaan. Akhirnya nama mereka tercatat dengan relief “emas” dalam lembaran sejarah sains, dan “abadi” sepanjang masa,” jelas Ayah yang membuat minatku terhadap kimia seketika sirna (*)

Spoiler for Referensi:
Diubah oleh Aboeyy 06-04-2019 20:28
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
4.8K
10
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan