AboeyyAvatar border
TS
Aboeyy
PESAN CINTA DARI LAUT
Cerpen: Pesan Cinta Dari Laut




Dear istriku!
Kutulis pesan ini ketika Pulau Kalimantan telah lenyap dari pandanganku. Di atas Kapal Kargo yang mengangkut kelapa sawit dari Banjarmasin menuju Surabaya, angin malam di perairan Tanjung Selat begitu tajam menusuk tubuhku yang sengaja kubiarkan tanpa jaket. Meski tanganku bergetar karena menahan hawa dingin yang telah menyebar ke seluruh sendi tulangku, terus kupaksakan menuliskan pesan ini, sebagai ungkapan penyesalan dan permohonan maaf.
***

“Cepat pakai pelampung dan masuk ke dalam! Mungkin kita akan menghadapi badai,” seorang teman berteriak mengingatkanku. Tak kuhiraukan warning yang disampaikannya, meski kulihat langit semakin pekat, tertutup awan hitam yang menggumpal, dan angin berhembus semakin kencang. Kekhawatiranku akan kehilangan hatimu, jauh lebih besar dari ketakutanku terhadap kehilangan jiwaku. Dan mungkin juga karena jiwa dan ragaku telah mati semenjak kau meninggalkanku, yang sampai sampai detik ini belum kuketahui penyebabnya. Padahal kamu tahu, jika keputusasaan telah menyelimuti jiwaku, tiada yang bisa kembali menguatkanku selain dirimu.
***

Istriku!
Betapa kagetnya aku saat itu. Begitu aku pulang dari berlayar, dengan membawa beban rindu seberat 7 hari tak bertemu, ternyata kau tak ada di rumah. Kucoba menghubungi nomor hape-mu, namun hanya mesin digital operator yang menjawabnya. Aku menjadi was-was ketika kulihat isi rumah kita begitu berantakan, bahkan pintu belakang tidak terkunci. Aku sempat berpraduga yang tidak-tidak. Jangan-jangan rumah kita telah diobok-obok perampok, dan kau menjadi korban kebiadaban mereka. Namun hatiku berangsur tenang setelah kuamati ternyata tidak ada barang yang hilang, kecuali semua pakaianmu yang tak ada lagi pada tempatnya. Pasti kamu berada di rumah orangtuamu, dugaku sambil mengeluarkan mobil dari bagasi.

Dengan sumringah, kuketuk pintu rumah yang tertutup itu. Dugaanku, kamu pasti sudah mengetahui kedatanganku saat aku memarkir mobil tadi, lalu bersembunyi di balik pintu, kemudian dengan pelan kau membukanya. Begitu aku masuk, kau langsung memelukku dari belakang, seperti yang biasa kau lakukan setiap kali aku datang berlayar.

Dugaanku keliru, beberapa kali kuketuk, pintu tetap tertutup. Dengan tak sabar, segera kutarik handel pintu dan ternyata tak terkunci. Suasana di dalam rumah begitu sepi. Aku baru bertemu denganmu setelah aku ke ruang dapur, dan kau baru keluar dari kamar mandi. Kau tampak agak kaget begitu melihat kedatanganku.

Tanpa basa-basi, aku langsung ingin mencium keningmu. Namun lagi-lagi aku dibuat kaget dengan sikapmu. Tiba-tiba kau berontak. Semula aku menduga ini hanyalah akting belaka, agar pertemuan ini lebih romantis dari yang biasanya. Ah, ternyata lagi-lagi aku keliru. Itu bukan akting, tapi sungguhan. Hal itu dapat kurasakan dari tarikan nafas dan degup jantungmu yang sepertinya memendam emosi kemarahan dan kebencian. Apalagi setelah keluar teriakan lantang berulang-ulang dari mulutmu,

“Lepaskan aku! Lepaskan aku!”
Semakin kuat kamu berontak, semakin erat aku memelukmu. “Lepaskan aku! Kita tak punya hubungan apa-apa lagi,” teriakmu semakin keras.

“Sayang, ada…” ucapku terputus karena kamu mulai menangis. Karena khawatir akan menyakitimu, akhirnya aku melepaskanmu. Kamu pun segera berlari ke kamar dan mengunci pintu. Selama berjam-jam dengan sabar aku menunggu di depan pintu sambil berulang kami memanggilmu dengan lembut dan mesra. Namun semuanya sia-sia. Hingga akhirnya ayahmu datang bersama Aldi, anakmu.

“Kenapa Shofia, Bah?” tanyaku lirih.
“Abah juga ngga tahu. Setelah kau pergi berlayar tempo hari, dia langsung ka sini sambil menangis, membawa anaknya ini.”

Aku langsung terdiam dengan seribu tanya yang terus berkecamuk di kepalaku.
“Kamu pulang aja dulu! Kalau Shofia udah cerita, nanti Abah akan mengabarimu lewat telpon,” kata Abah menghiburku.
Namun sampai saat ini Abah tak pernah menelponku. Sedangkan aku hampir tiap hari menghubunginya, baik melalui panggilan suara atau pesan. Namun beliau selalu menjawab, “Belum ada kabar, bersabarlah dulu!”

Meski demikian, aku masih bersyukur karena masih bisa berkomunikasi dengannya, di saat semua kontakmu sudah tidak ada lagi yang bisa dihubungi. Karena itu, melalui kontak WhatsApp Abah inilah aku berharap kamu bisa mendengarkan gemuruh isi hatiku.
***

Bersambung>>>

Spoiler for Referensi:
Diubah oleh Aboeyy 08-01-2018 11:24
adestieyAvatar border
mainidaAvatar border
anasabilaAvatar border
anasabila dan 2 lainnya memberi reputasi
3
4.5K
11
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan