Baru baru ini ramai dengan berita mobil yang kena tilang dinas perhubungan karena kemungkinan telah melakukan pelanggaran pengunaan jalan. Yang menjadi persoalan sehingga ramai di perbincangkan adalah kemudahan urusan penyelesaian masalah tersebut. Tinggal telepon pejabat penting, wush masalah beres. Kendaraan yang di tilang di kirim kembali ke yang punya tanpa prosedur sidang.

Ada sisi positif dari kejadian ini, masyarakat kini tak perlu repot-repot ambil kendaraan di tempat penyitaan. Ga perlu buang waktu urus surat kelengkapan. Ga perlu bayar denda ini itu jika ada indikasi pelanggaran. Cukup dengan klaim saya ga salah dan di beritakan di berbagai media lalu telepon pejabat tinggi, maka selesailah perkara.

Dampak negatifnya ya, jika semua orang yang terindikasi melakukan pelanggaran dalam berkendaraan serta penggunaan jalan dan fasilitas umum, melakukan hal serupa maka masalah beres, TS yakin kedepan ketertiban jalanan akan bermasalah. Ragam permasalahan akan bermunculan seiring dengan orang yang dekat dengan pejabat hingga yang akan datang bisa bermunculan orang orang yang mengaku ngaku dekat dengan pejabat.

Sebuah kendaraan di derek oleh dinas perhubungan tentunya ada sebabnya. Tak mungkin kendaraan yang di parkir di garasi rumah tanpa memiliki kesalahan apapun lalu tiba tiba ada mobil derek dinas perhubungan datang dan menarik kendaraan tersebut. Mungkin pernah ada mobil yang diderek dari garasi rumah, tapi nampaknya bukan oleh dishub, namun di tarik dealer karena tunggakan angsuran.

Apakah dekat dengan pejabat itu salah. Tentu saja tidak. Tak ada salahnya. Biasa atau lumrah alias wajar saja itu adanya. Namun yang jadi persoalan jika orang orang yang dekat dengan lingkaran pejabat mendapatkan hak yang istimewa. Dan terlalu mencolok. Bolehlah saja mendapatkan sesuatu yang istimewa namun tak elok rasanya jika di pamerkan.

Kembali ke persoalan kendaraan yang kena tilang dan di derek oleh dinas perhubungan. Pihak dinas perhubungan DKI tentunya punya alasan, dari setiap kendaraan yang di derek atau di tilang. Pada umumnya alasan nya adalah adanya indikasi penyalah gunaan jalan umum, atau setidaknya melanggar rambu lalulintas perhubungan yang berkenaan dengan pemanfaatan fungsi jalanan.

Nah kalo kena tilang, ya terima aja, salah ngga salah kan ada proses sidangnya. Kalo merasa ngga salah kan bisa di tuntut balik. Alur hukum dan aturan yang berlaku kan ada. Apalagi sebagai orang yang tahu aturan dan tata tertib serta ilmu ketatanegaraan, tak elok rasanya untuk pamerkan kesaktian.

Hanya dengan angkat telepon yang ada dalam genggaman lalu masalah beres. Kalo ini terus menerus terjadi, dan seluruh warga Jakarta melakukan hal yang sama, bila terindikasi melakukan penyalahgunaan fungsi jalan, mau jadi apa ibukota Jakarta kita ini.?....