Papa.T.BobAvatar border
TS
Papa.T.Bob
Kisah Jurnalis Membongkar Fakta Lewat Fiksi di Era Orde Baru


Kilas balik ke era sebelum demokrasi, saat pemerintahan otoriter berkuasa. Rezim saat itu membungkam corong-corong informasi yang bertentangan dengan kehendak mereka.



[URL="https://img.[sensor spam]/content/2012/08/07/337/674620/W7pZH5zLoc.jpg"]*sumber gambar[/URL]

Kala itu awal dekade 90-an Seno Gumira Ajidarmaalias SGA, jurnalis majalah Jakarta Jakarta, diberhentikan dari pekerjaannya seletah menulis laporan investigasi yang memuat fakta-fakta mengenai insiden Dili di Timor Timur. Seperti diketahui isu yang demikian sangat sensitif, isu-isu yang mendiskreditkan pemerintah dan militer. Apalagi Timor Timur menjadi pusat perhatian pemerhati HAM Internasional. SGA saat itu menulis "Misteri Siluman Berambut Gondrong", sebuah laporan investigasi mengenai gerombolan berambut gondrong (kata SGA, bisa jadi pakai wig) yang suka masuk rumah warga dan menculik penghuninya. Yang aneh pemilihan judulnya malah seperti judul cerita silat. Dan topik ini hanya satu dari beberapa reportase sebelumnya yang telah berusaha ia loloskan dari redaksi untuk dapat ditayangkan.




SGA yang menuliskan fakta apa adanya justru diberhentikan perusahaan tempatnya bekerja. Sebelumnya ia juga pernah dipanggil untuk dimintai keterangan oleh Departemen Penerangan. Merasa dibungkam ia lalu melawan. Menurutnya lewat sastra, kebenaran yang hendak ditutupi dan dilupakan justru dapat abadi. SGA kemudian menyelipkan fakta-fakta tentang isu sensitif pada cerpen-cerpen karyanya. Isu-isu yang barangkali disensor habis-habisan bila dijadikan berita, atau malah bisa mengakibatkan sebuah penerbit dibredel. Dengan leburnya fiksi dan fakta ia berujar bahwa karyanya "mau disebut fiksi boleh, mau dianggap fakta terserah". SGA yang jago mendongeng kemudian mencari segala insiden di Dili untuk dijadikan cerpen, lalu lahirlah karya-karya cerpennya seperti Telinga(tentang orang yang dipotong telinganya), Maria (tentang anggota keluarga yang diculik), Salvador, Rosario, Klandestin, Listrik, Pelajaran Sejarah, Misteri Kota Ningi, Darah Itu Merah Jenderal!, dan Saksi Mata (tentang saksi mata tanpa mata). Dalam cerita-cerita tersebut SGA menuliskan kejadian-kejadian yang berusaha ditutupi rezim saat itu secara eksplisit maupun implisit, dibalut dengan tema-tema surealis.




Sebelumnya pada dekade 80-an saat fenomena Petrus, alias pembunuhan misterius, sedang ramai SGA juga melakukan hal serupa. Ia membuat cerpen tentang mayat-mayat gali (penjahat) korban Petrus. Ia menghasilkan beberapa cerpen dari eksplorasinya di masa itu. Salah satunya cerpen berjudul Keroncong Pembunuhandengan perspektif yang ia ambil dari pelaku Petrus. Lalu Bunyi Hujan di Atas Genting, yang menceritakan kegelisahan pacar seorang gali bila sewaktu-waktu sang gali terbunuh. Serta Grhhh!, cerpen tentang zombie-zombie korban Petrus yang ramai-ramai bangkit dari kubur untuk minta disholatkan.




Semua cerpen tadi lolos dari meja redaksi, bahkan kemudian diabadikan menjadi buku. Jadi whistler bloweralias pelapor memang tidak harus frontal, malah ada seninya tersendiri. Sepak terjang SGA kala menuliskan cerpen kritiknya pada masa Orde Baru ia tulis dalam bukunya yang berjudul "Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra Harus Bicara". E-booknya sendiri banyak beredar dan bisa diunduh gratis di internet. Isi buku tersebut selain membahas pengalaman diberhentikan jadi wartawan gara-gara menulis reportase insiden Dili, juga membahas cerpen, proses kreatif penulisan cerpen, pertanggungjawaban SGA atas karya2nya, profesi penulis, dan otokritik atas dirinya sendiri. Akhir-akhir ini SGA juga sering menulis esai dari kacamata seorang kuli bernama Sukab yang kadang terbit di koran Kompas Minggu, panajournal, atau di blog-nya




Ane sendiri pertama nyantol dengan SGA saat baca cerpennya yang berjudul "Dilarang Bernyanyi di Kamar Mandi" (pernah dipentaskan lewat teater dan kabarnya mau difilmkan) serta "Manusia Kamar" (bertema quarter-life crisis). Cerpennya yang paling pop mungkin Sepotong Senja untuk Pacarku karena pernah jadi cerpen terbaik Kompas. Gaya tulisan SGA mengalir, dan saking surreal-nya bisa sangat konyol. Dia sastrawan absurd favorit ane selain Budi Darma, Remy Sylado, dan AS Laksana. Belakangan SGA menjabat sebagai Rektor di IKJ (Institut Kesenian Jakarta). Ke-humble-annya pernah diperlihatkan saat ia menulis cerpen minggu di koran, khusus untuk merespon film Prenjak, film karya mahasiswa-nya di IKJ yang menang penghargaan internasional (sayang ane lupa judulnya).

Nih gan, barangkali ada yang minatemoticon-Big Grin
Quote:



Sekian dari ane Bre & Sis.
Apa agan juga terinspirasi jadi whistle blower? silakan tulis di kolom komen emoticon-Big Grin
Salam dan sampai jumpa di thread Cipt. Papa.T.Bobselanjutnya.

emoticon-Rate 5 Staremoticon-Toast

*Thread ini terinspirasi dari e-book Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra Harus Bicarayang ane unduh dari internet
Diubah oleh Papa.T.Bob 22-10-2018 14:16
tien212700Avatar border
tien212700 memberi reputasi
4
12.9K
86
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan