BangkitveuzAvatar border
TS
Bangkitveuz
Kapten Semut Odon
KAPTEN SEMUT ODON

Karya Bangkit Prayogo

 

Siang ini matahari seperti memberikan kehangatan dengan berlebihan, padahal manusia-manusia dengan tangan-tangannya sudah biasa datang dan pergi, melewati kami semut-semut malang, yang kecil dan imut. Andai manusia itu tahu, kami para semut sering mengeluh kepada Tuhan dengan perbedaan bentuk badan dan usia, manusia sudah terlalu enak dapat menikmati hidup di bumi yang indah ini.
 
Namaku Odon, aku selalu ingin menjadi kapten yang akan tangguh dalam sejarah semut nantinya, dan akulah Odon yang selalu ingin membuat gari-garis semut merah akan tetap kuat, aku anak tertua dari keluarga semut merah, sedangkan Bapak, dan Ibuku sudah menjadi etalase di sebuah tanah, dalam petak rumah. Aku anak tunggal, dan sering kulakukan hal-hal yang tidak pernah dilakukan oleh semut-semut lainnya, aku selalu berfikir untuk menjadi raksasa, setinggi menara bulan, yang sering diajarkan oleh guru-ku diruang kelas, semut merupakan kekuatan yang tidak bisa diprediksi. Dahulu kala semut pernah mengalahkan gajah, melalui sebuah kerja sama segitiga, dengan formasi tembakan lurus, dan aku mendengar jika manusia yang baik mengeluh-eluhkan semut dengan sebuah kata “peribahasa” kalau tidak salah, namun aku tetap saja menganggap jika yang kecil tetaplah kalah, pada kemajuan ini aku sering menduga-duga jika dalam satu detik setelah ini mungkin manusia akan tiba-tiba menghancurkan rumahku, dengan air seni dan air yang hangat itu.
Semut tetap akan dianggap sesuatu yang kecil, Tuhan terkadang membedakan itu semua melalui bentuk dan semut seperti aku ini merasakan betul kekurangan itu, aku terkadang melihat burung memangsa kaki-kaki kami semut ini, manusia juga terkadang membunyikan suara di atas rata-rata antena pendengaran kami. Aku sering mengeluh dengan keadaan ini, keadaan yang tak kunjung untuk bisa dimengerti kelanjtuannya. Semut, dan sebuah keadaan yang ironis, ironis sekali, tinggal 300 spesies semut,di dunia, dan aku bagian dari itu. Tahun-tahun yang kulalui tak jauh dari tangan-tangan manusia yang jahat. Aku sadar jika itulah kekuatan manusia.
Setiap pagi aku sering melihat perang udara antara nyamuk dengan asap yang di buat oleh manusia, asap itu tidak enak dan tidak baik untuk dihisap. Banyak dari semut-semut juga menjadi korban, nyamuk memang selalu membuat masalah, perkembangan racun dan kekuatan terutama dalam kelincahannya membuat semut tidak ingin bekerjasama dengan nyamuk. Aku sangat setuju dengan hal itu, sering berbaris, dan kemudian kabur begitu saja.: padahal aku juga takut jika bertemu dengan nyamuk, takut mereka akan membawaku dan membuatku sebagai bahan eksperimen, gumamku. Aku selalu saja berharap jika aku keturunan terakhir kaum kesatria dari generasi semut merah, maka aku akan membuat bangga semut merah dihadapan semut-semut lain, juga hewan dan juga manusia.
Manusia sudah kuanggap mahkluk menyerupai babi, dan kerbau, mereka sering kencing sembarangan di atas atap rumahku, sehingga atap dan isi yang ada dalam rumahku menjadi bau, dan tidak bisa dikatakan sebuah rumah. Apalagi ketika aku melihat bagaimana teman-temanku sering mengalami kekerasan tindak pindana oleh tangan-tangan besar, awalnya kukira itu ialah tangan Tuhan, tapi setelah umur ini semakin tua, aku tahu jika itu tangan manusia, semakin membuatku benci dengan manusia. Mereka memeras, menginjak, mengencingi, dan sering menghancurkan kami dengan sebuah bau kentut udara yang sangat bau. Aku kira ada cara yang efisien untuk mengalahkan manusia-manusia itu. Kekuatan yang ada di dalam semut justru terletak dalam kerjasama dan keberanian, namun semut hitam yang ditunjuk sebagai kekuatan utama justru pergi dan memulai persekutuan dengan manusia dalam membentuk sebuah racun, “iya” racun yang terletak dalam jarum di belakang tubuhnya. Aku terkadang merasa tidak nyaman dengan hal ini semua, suatu beban berat, jika akhirnya semut merah, harga diri semut merah ada dalam tanganku. Memang begitu adanya, dan tampak jika itulah yang membuat semut kalah dalam kancah peperangan perang dunia ke 23 mahkluk hidup kecil, yang dikuasai oleh nyamuk dan sekutunya kumbang.
Hari ini, aku berjanjian dengan profesor semut terkenal di daerah pohon rosa, sebuah daerah yang jika aku jabarkan akan tidak mungkin kalian percayai, sedikit saja bocoran jika di daerah sana terdapat gunung dengan mengeluarkan perempuan-perempuan bernama bidadari, “iya” semut-semut jingga, semut dengan sayap dan buah dada yang menyenangkan. Namun, aku kesina bukan untuk hal itu, aku kesana untuk melihat dan mencium sebuah lukisan, yang konon menurut prof semut itu jika aku atau kalian menciumnya maka kalian akan menjadi besar, tinggi berlipat-lipat dan sangat indah untuk ditakatan sebagai sebuah Tuhan yang baru, namun itu masih sebuah wacana mitos, dan kesempatan tambahan untuk mengabulkan suatu permintaan, permintaan tersebut akan dipenuhi dengan sangat cepat dan ajaib, dalam hatiku: aku ingin mendapatkan perempuan dengan wajah melebihi sorga, dan bentuk tubuh melebihi bumi dan isinya. Kesempatan ini akan kubuat sebagai pelampiasan balas dendam terhadap manusia yang selama ini menganggap aku dan semut-semut itu sebagai mahkluk yang tidak berguna, aku akan membuat roket, dengan tenaga nuklir dengan memanfaatkan kekuatan alam semesta, aku segera saja berangkat menemui professor semut itu, dan aku mulai perjalanan.
Sudah sekitar empat jam aku berjalan, dengan melihat pemandangan-pemandangan yang sangat unik, aku melihat gunung setinggi awan, aku melihat daun-daun setinggi sinar kecil di langit itu, yang kata manusia adalah bintang. Sebut saja itu, dan aku juga melihat manusia-manusia sedang tidur, sedang mengeluarkan asap dari mulutnya, padahal itu racun buat kaum-kaum semut. Banyak yang menduga itu sebuah buatan manusia untuk membutakan kami semut-semut yang kecil dan lemah. Tiba-tiba, aku lihat dari ujung danau liteus, danau ketiga terbesar di dunia “semut”, aku melihat belalang menawarkan tumpangan untuk-ku.
            “Wajahmu terlihat capek, dan lesu!”
            “Selalu saja, semut dikucilkan, belalang juga mengatakannya”.
Aku mulai melepas tas ransel yang kubawa, dan dengan sedikit melumatkan mata kiriku, aku berkata “Aku butuh bantuan sayapmu, untuk menyeberangi danau ini”. Dengan tertawa, dan melepaskan sebuah sayap berbunyi keras itu, belalang segera mengajakku untuk berangkat menyeberangi danau luas ini, dan sekali lagi aku harus mengakui kelemahan kami semut-semut kecil.
            “Naiklah, dan kita akan berangkat untuk menyeberangi danau ini, dengan bayaran yang juga sepantasnya diterima! Haha”. Dia menertawakanku, dan aku hanya menganggap ini sebuah candaan dengan maksud untuk membuatku takut, “iya”. Kujawab dengan agak malas. Aku naik, dan mulai menyeberang.
“Namaku Odon, aku keturunan semut yang katanya merupakan generasi terakhir dari semut kesatria, dan aku ketempat itu untuk bertemu dengan seorang professor semut, yang konon menyimpan sebuah benda atau lebih tepatnya lukisan dengan kekuatan ajaib, dia mengabariku lewat sebuah mimpi, di malam ubir dan tanggal 123 setelah tanggal ini”. “Bisakah kau jelaskan lebih mudah lagi tentang ulasanmu barusan, semut Odon”.
“Baiklah, aku akan bertemu seorang professor dengan kekuatan ajaib, yang akan merubah nasib semut-semut dengan kepentingan dunia dan alam semesta, dan aku yang akan merubah itu semua”.
“Dengan kekuatan apa kamu merubah itu semua”, wajah belalang itu sedikit cetus, dengan gigi tampak kekuningan, dan perut mulai mengeluarkan tawa ejekan. “dengan keajaiban tadi!!”, aku jawab sekencang-kencangnya.
“Jika kamu bisa merubah itu semua semut Odon, maka aku belalang juga ingin kau selamatkan, terutama dengan kekuatan-kekuatan nyamuk, yang makin menggila, dua hari yang lalu nyamuk menyerang sarang kami, dan membius kami belalang dengan racun buatan baru. Padahal secara fisik dan kekuatan kami yang akan menang, nyamuk semakin cepat dan lincah”.
“Berapa korban yang ada di pihak belalang?” aku bertanya dengan tangan mengetuk badan belalang tersebut, seperti mengutarakan jika: sabarlah, itulah yang juga dialami oleh semut.
“Kurang lebih ada 250 korban jiwa, dan 350 jiwa selamat, itu masih hanya di daerahku saja, untung aku selamat, dan melarikan diri serta berpura-pura menjadi pelayan tumpang, untuk kepentingan mahkluk yang tidak bisa terbang, seperti kamu ini, ada kabar jika nyamuk akan menyerang kami lagi dengan kekuatan yang lebih dahsyat, mereka akan meminta bantuan pihak bebek hijau, dengan senjata nuklir alam semesta, tolong jika kamu memang akan melaksanakan dan bertemu untuk kepentingan itu, tolong juga belalang”. Aku diam, dan agaknya terkejut dengan cerita tadi, kugaruk kepalaku, dan kujawab:
“Baiklah”.
Kami banyak bercerita, sehingga tidak tampak dan terasa jika perjalanan tadi sudah berlangsung 30 menit, sepertinya tujuan dan ujung danau itu telah tampak terlihat, sebuah dermaga, tanah liat, dan para pedagang-pedagang pasar laut tetap saja berkelimpangan di sekitarnya. Ada buah-buahan, ada uang dengan daun terbelah, ada ubi-ubi, dan aku juga melihat semut hitam berjalan dengan gagahnya seolah mereka memang di tugaskan untuk menyelamatkan kaum semut, padahal tidak. Air danau, begitu tenang, kekuatan sayap belalang juga makin melemah, sepertinya dia kelelahan dan tampak jika itu semua merupakan takdir dari semua mahkluk lemah seperti aku dan belalang ini. Untuk nyamuk sepertinya mereka telah mengumandangkan perang besar, dan nyamuk memang telah bereksperimen tentang itu semua, hal ini membuatku makin bersemangat, ada dua musuh bagiku.
            “Manusia dan nyamuk!!”
            “Maksudnya apa Odon?” belalang bertanya dengan sedikit kepala menunduk, serta mengucurkan keringat atas panasnya cuaca hari ini.
            “Tidak apa-apa, hanya sedikit berkhayal, dan juga sedikit merasakan jika menjadi besar, tinggi serta kuat!”. Aku tersenyum malu, dan alat instingku serta tangan-tanganku ingin sekali mengucapkan; akulah penyelamat mahkluk-mahkluk kecil, dan akan di catat di sejarah buku dunia semut, atau bahkan buku-buku manusia nantinya.Aku sedikit tidak percaya dengannya, dengan juga me- nyembunyikan sebuah rahasia dalam arti semut, aku percaya jika semua merupakan kepalsuan, dan kebaikan bukanlah jaminan untuk kesuksesan ke depan, pandangan jika ada kekuatan dan rangsangan jika belalang yang kutumpangi ini tetap berbahaya secara kekuatan. Pulau sudak tampak, aku mulamun.
            “Kita telah sampai, semut Odon, semuat generasi terakhir semut kesatria, aku harapkan itu semua kepadamu semut Odon”. Tiba-tiba belalang itu dengan tampa pemberitahuan pergi dan terbang seperti sengaja untuk tidak menerima upahnya, kemudian aku berteriak, untuk mencatatnya dalam buku ingatanku:
“Siapa namamu belalang, siapa namamu!”.
Belalang tersebut hanya tersenyum, dan makin jauh meninggalkan aku untuk melanjutkan perjalanan ini, aku harap akan berjumpa dengannya lagi, dengan waktu dan situasi tertentu. Tampaknya aku akan tetap dikenalnya hingga nanti aku besar, dan kuat, aku beri saja dia nama belalang sutra, karena dia sempat menangis lembut ketika bercerita tentang kekejaman nyamuk. Aku kasihan dengannya, dan ku anggap itulah sebuah hati yang tulus, melebihi ketulusan perempuan bernama manusia.
Aku telah menginjakkan tempat dan tanah di sebuah pulau di dekat danau ini, menurut legenda, pulau inilah tempat berbagai bidadari tumbuh dengan alami, wajah-wajahnya sering terpampang bagai rembulan senja hari, dan itulah yang membuatku makin penasaran, namun sekali lagi aku bukan atas kepentingan itu semua. Dan kulanjutkan perjalanan ini, kaki, tangan memegang ransel, berisi catatan penting tentang generasi keluargaku. Kira-kira sejauh 100 meter dari pasir danau itu, aku merasa tubuh ini berat, kaki ini berat, dan mata ini berat. Tampaknya ada gejala dalam kulit merahku ini, aku merasa dalam tanah pulau ini, gaya gravitasinya jauh berlipat-lipat dari biasanya. Kakiku tiba-tiba melihat langit, kaki besar, sepatu, bulu-bulu, bunyi asap, bunyi bom, dan akhirnya aku melihat dari kejauhan fotoku terpampang dengan banyak wajah, sedang berciuman, sedang menyelamatkan bapak, ibukku, sedang menyetubuhi perempuan lain, dengan membuat nyamuk-nyamuk takut kepadaku. Aku coba mendekatinya, coba melawan kejauhan itu.
Tiba-tiba, bidadari dan seorang orang tua, bersama belalang tadi, menghampiriku. Meraka menciumku secara bersamaan.
“Aku semut yang lemah, maafkan aku”, aku ketakutan, tubuhku bergetar, tubuhku melihat waktu dan jam tangan kecil terus tidak berdetak, apa yang terjadi. “Lukisannya semakin banyak, ada merah, biru, ungu, kuning, hijau,dan abu-abu”.
Lukisan itu tiba-tiba mendekat, “Aku semut, Odon, generasi terakhir semut kesatrian, maafkan aku, mohon maafkan aku”. Bukannya menjauh lukisan-lukisan itu main mendekat, makin medekati tubuhku yang tidak bisa bergerak, sedangkan tiga mahkluk yang menciumku terus saja menciumku, dari belakang, dari depan, dari bawah.
            “Ciumlah!” suara datang dari ujung langit yang jauh, ciumlah,
“ciumlah dengan kuat, dengan kehangatan yang membuat balas dendanmu tersalurkan”.
 Aku mencoba mengadahkan kepalaku ke atas, dengan samar-samar kulihat manusia ingin menginjakku, manusia ini berambut panjang, warna putih, pirang dan suara dari mulutnya keluar:
“Aku tidak ingin menginjakmu, aku tidak ingin bermusuhan denganmu, aku menerima kabar dari belalang yang kamu tumpangi tadi, dia memberikan isyarat, jika nyamuk akan menyerang lagi, dan kamu akan menyelamatkan dunia mahkluk-mahkluk kecil sepertimu ini, aku hanya ingin memperlihatkan lukisanmu dalam masa depan, ciumlah lukisan itu, dan terimalah kenyataan dari semua yang kamu mau semut. Semut, aku tidak jahat”.
Aku merasa dalam mimpi, dia membawaku dan aku terbang dalam pelukannya, melampaui sejarah yang ada. Tentang professor tadi, aku melihatnya tertawa dari ujung sebuah bangunan kecil, sebelum sampai aku menjumpainya. Semut-semut dan belalang yang membawa lukisanku berubah nyamuk, berubah gelap, dan inilah perangku, perangkap.
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
623
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan