Dear Habibi,

Jakarta, 18 November 1992. ini adalah awal dari semuanya, awal dariku mencintaimu, dari setiap detik dan nafas ku selalu tersampaikan namamu

cinta pada pandangan pertama? tidak tidak, tidak mungkin, ini bukan cinta pada pandangan pertama. tapi apakah mungkin? mencintai sesorang, sosok jasad tanpa pernah melihat wujudnya, tanpa pernah mendengar suaranya, tanpa pernah bersentuhan dengan nya. 

ya, cinta, aku mencintainya dalam buta. sosok yang tak pernah ku lihat, ku dengar bahkan ku sentuh sepanjang hidupku, tapi aku sungguh mencinta-Mu. Hati ku selalu bergetar setiap ada seseorang yang menyebut nama-Mu, dan menceritakan tentangmu.

Mendengarkan segala ceritamu membuat hati ini berbunga bunga, bergetar, dan menangis.

Pernah pada satu waktu ada tetangga ku bertanya, apa yang kau inginkan? apa yang kau harapkan? bahkan, untuk melihatnya saja pun kau tak pernah. Bagaimana bisa kau mencintainya, kalau berbicara padanya saja kau tak mampu?

Tapi Aku tidak menyalahkannya, Dia mungkin tidak pernah belajar mencintai seseorang yang tidak dilihatnya.

tapi selalu muncul pertanyaan di hati ini dan bagaimana menafsirkan nya? bahwa aku sungguh mencintai-mu Muhammad ku wahai ya Rosullullah. Bagaimana cara ku menyampaikan pada dunia bahwa aku sungguh sayang padamu.

aku mencintaimu meski tak pernah melihatmu. aku berharap suatu saat nanti bisa selalu bersamamu, berada disampingmu dan memelukmu.