efantastikAvatar border
TS
efantastik
Bangau Kertas Merah
Partikel 2



Baca kisah sebelumnya
BANGAU KERTAS MERAH Partikel 1

Setahun silam, kulihat kalender yang terpampang di meja kantorku, ternyata telah memasuki bulan September 2015. Tetap saja hari-hariku seperti ini, lalu lalang dalam dunia pekerjaan, pulang bertemu istri, tidur, dan kembali ke kantor menatap tumpukan kertas serta layar monitor lagi. Begitu melelahkan. Tak adanya buah hati membuatku merasa tak ada pengobat hati dan kurang sempurnanya menjadi seorang suami. Usia pernikahan kami sudah memasuki empat tahun, tapi Tuhan masih belum saja memberikan amanahnya pada kami. Berbagai pengobatan telah aku dan Rina lakukan. Mulai dari pengobatan sesuai anjuran dokter sampai pengobatan tradisional. Tetap saja tidak ada hasil yang memuaskan.

Rina terus saja menulis harapannya di kertas origami dan membentuknya jadi satu bangau kertas selama ia berobat. Awal kali melihat apa yang Rina lakukan, aku hanya berfikir mungkin itu hanya sebagai selingan saja. Tapi lama kelamaan hal itu terus saja ia lakukan, hingga membuatku penasaran.

"Sayang, kenapa kamu selalu membuat bangau kertas setiap berobat?" tanyaku.

"Aku hanya menuliskan harapanku saja di bangau ini." jawabnya santai.

"Kamu percaya?"

"Iya."

"Bagaimana bisa harapanmu akan terkabul dengan membuat bangau kertas itu?"

"Entahlah, mungkin akan terdengar lucu jika aku meyakininya. Bahwa harapan dalam bangau itu akan terbang menuju angkasa untuk bertemu dengan Tuhan, lalu Tuhan mengabulkannya," jelas Rina sambil merangkai kertas origami menjadi sebuah bangau kertas.

Aku tersenyum pelan dengan anggukan kepala.

"Ini terus aku lakukan sebelum aku bertemu denganmu Efan. Aku menulis harapan bisa bertemu dengan seseorang yang terbaik dalam mencintaiku saat kuliah dulu. Aku terus saja menulis harapan dan membuatnya menjadi puluhan bangau kertas. Asa dalam bangau itu menjadi nyata, saat kau benar-benar hadir dalam hari-hariku," sambungnya dengan menatap diriku. Aku tertegun. Sebegitu hebatnya kah bangau kertas itu. Ah, mungkin hanya kebetulan saja terjadi.
Sepulang dari kantor, aku langsung bergegas pulang. Melepaskan rasa penat akan kelelahan selepas bekerja. Rina menyambutku hangat dengan melepaskan dasi yang masih bergelayut di dahan kerah kemejaku. Setelah itu, aku langsung mandi tanpa mengajaknya bicara.

"Makan dulu gih. Biar staminamu kembali," ujarnya padaku setelah aku selesai mandi.

Aku tak menjawabnya. Langsung aku duduk di meja makan dan mulai melahap makanan yang di hidangkan.

"Maafkan aku. Aku masih tak bisa memberikanmu buah hati," ucapnya tiba-tiba.

Aku terkejut dan menghentikan makanku. Kuraih air minum dan meminumnya cepat.

"Apa yang kau bicarakan? Aku tak mempermasalahkannya," seruku. Hal ini sudah menyangkut ranah sensitif dalam sebuah rumah tangga.

"Kau pasti kecewa terhadapku sebagai seorang istri."

"Sudahlah, aku tak berprasangka seperti itu padamu. Percayalah."

"Tapi Fan, aku tetap saja tidak hamil setelah sekian lama berobat."

"Usia pernikahan kita itu masih seumuran jagung. Jangan mempermasalahkan hal ini Rin. Aku hanya pasrah kepada Tuhan. Jika diberi amanah, ya aku bersyukur. Jika tidak, ya bersabar. Sudahlah," tuturku dengan nada yang mulai naik satu oktaf.

"Maafkan aku Fan, menikahlah dengan wanita lain yang bisa memberikanmu seorang anak."

Ucapan Rina membuatku tertegun. Awalnya aku menghindar, tapi kini mulai terbawa suasana.

"Kau menyerah Rin? Aku mencintaimu apa adanya. Kau istriku yang membuatku bahagia meski tidak adanya buah hati. Kekurangan dan kelebihan dalam berumah tangga, kita harus rasakan dengan ikhlas dan bahagia. Bagaimana jika aku benar-benar menikah dengan wanita lain? Kau pasti akan sangat terluka di kala wanita itu dapat memenuhi harapanku. Aku benci dengan keputus asaanmu, Rin," ujarku.

Tak pernah kupercaya ia mengatakan hal itu. Aku pergi dari hadapannya menuju kamar. Tak lama kemudian, ia datang dan tidur di sampingku.

"Maafkan aku, Fan, aku menyesal telah berkata seperti itu," lirihnya pelan. Aku tahu ia sudah menangis saat aku pergi ke kamar.

Aku bangkit dari tidurku dengan mengambil posisi duduk di atas kasur.

"Maafkan aku juga, Rin. Aku tak ingin kau menganggap aku kecewa karena tidak adanya buah hati. Buatlah harapanmu jadi nyata dengan bangau kertas yang kau yakini itu. Jangan kau menyerah Rin. Bukannya kau pernah bilang jika harapan dalam bangau itu akan terbang menuju angkasa untuk bertemu dengan Tuhan, lalu Tuhan mengabulkannya?" jelasku pada Rina mengingatkan apa yang pernah ia katakan. Serta merta ia dekap tubuhku dalam pelukannya di sore itu.

***

Bersambung...

Next Partikel
BANGAU KERTAS MERAH Partikel 3


Quote:
Diubah oleh efantastik 17-11-2017 21:10
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
2.3K
10
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan